jpnn.com, JAKARTA – Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menyoroti rendahnya kompetensi guru dalam penguasaan teknologi.
Dia menyebutkan, dari total guru yang ada di Indonesia, hanya 2,5 persen yang tidak gagap teknologi. Selebihnya gaptek alias gagap teknologi.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah dana yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam meningkatkan kualitas gurunya. Ditambah lagi dengan masuknya mata pelajaran Teknologi Informasi dalam kurikulum meski hanya sebagai pilihan.
“Gemes saya lihat kualitas SDM guru kita. Sudah dikasih pelatihan, tunjangan sertifikasi guru, masih banyak yang gaptek. Ini loh datanya enggak bisa nipu, kelompok yang enggak gaptek itu hanya 2,5 persen. Yang gaptek 97,5 persen loh. Lantas anggaran miliaran hingga triliunan yang sudah dikasi untuk apa kalau gurunya masih gaptek juga,” kata Indra yang dihubungi, Senin (21/10).
Rendahnya penguasaan teknologi ini, lanjutnya, karena pelatihannya tidak berpola dan kualitas pelatihnya juga sangat dipertanyakan. Alhasil dana negara hanya terbuang percuma tanpa hasil yang sesuai diharapkan.
“Karena gemes dengan itu makanya saya turun ke lapangan langsung. Mengajari guru-guru tentang TI. Yang utama kan gurunya. Kalau gurunya hebat, dia dengan mudah bisa mentransfer ilmunya ke siswa. Hasilnya bisa dilihat dari aplikasi yang dihasilkan siswanya,” terang Indra.
Dia mengungkapkan, hingga saat ini sudah ribuan guru yang dia ajari tentang TI. Namun, khusus simulasi digital untuk pilot project hanya 40 orang. Mereka diajari dalam waktu tiga bulan dan hasilnya luar biasa.
“Anda bisa lihat hasil aplikasi anak-anak yang diajarkan 40 guru tersebut. Semua kreatif, keren-keren, dan sudah IOT (Internet of Things). Aplikasi yang diciptakan mengarah pada bisnis. Saya sampai enggak menyangka kalau anak-anak kita ternyata hebat-hebat kalau diajari guru yang hebat juga,” tuturnya.
Dia menyebutkan, 40 guru yang dia latih untuk simulasi digital mulai usia 20-an sampai mau pensiun dalam beberapa bulan ke depan. Ternyata dengan konsep pelatihan yang benar hasilnya luar biasa.
“Mereka tiga bulan diajari tetapi langsung praktik. Jadi bukan teori dan dikasi modul saja,” ucapnya.
Dia menambahkan, Mendikbud yang baru harus tahu caranya membuat sistem pendidikan, yang mampu memahami AI (Artificial Intelligence), disrupsi pada revolusi industri 4.0, pembelajaran digital. (esy/jpnn)