Bikin Kopi Rosella, Keripik Kalakai hingga Stik Bawang Dayak

Emi (kanan) dan temannya, saat mengemas kripik kelakai ke dalam plastic standing pouch di rumahnya, Kamis (23/1). (ANISA/KALTENG POS)

Kreativitas ibu rumah tangga (IRT) di Kelurahan Kalampangan benar-benar tanpa batas. Ide kreatif mereka dalam mengolah tumbuhan yang tumbuh di sekitar permukiman menjadi sebuah panganan nikmat yang digemari dan banyak dicari. Kini produksi makanan lokal itu sudah menghasilkan dan berhasil menciptakan lapangan pekerjaan baru.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

INDAH. Itulah kesan pertama saat penulis melihat rumah yang penuh tanaman rosella di sekitar rumahnya. Bak taman bunga. Warna merah khas rosella memberikan warna tersendiri bagi rumah bercat kuning itu. Berpadu menjadi satu dengan beberapa tannaman lain berwarna hijau.

Tampak hidup, jika dibangkan dengan rumah-rumah lain di sekitarnya. Bunga-bunga rumahan berwarna warni mempercantik suasana rumah beton itu. Halaman luas, membuat penulis merasakan seolah-olah berada di taman bunga. Nyaman memandangnya.

Cukup lama menikmati suasana dengan terik mentari yang begitu menyengat, Kamis (23/1). Tetapi, terik mentari sontak sedikit padam melihat keteduhan rumah Nomor 12 di Jalan Manunggal, Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya ini. Rumahnya tidak jauh dari jalan induk Trans Kalimantan. Mungkin hanya 300 meter saja.

Merasa puas berada di taman buatan itu, saya mencoba mengintip aktivitas pemiliknya. Berdasarkan informasi yang diperoleh penulis, pemilik rumah itu adalah salah satu pengolah produk lokal yang sudah banyak dikenal. Terbukti, saat penulis datang bu Emi (nama panggilan,red) sedang sibuk mengemas produk-produk ungulan buah karya tangannya sendiri itu.

Seperti karyawan pabrik, begitulah penulis sepintas melihatnya. Menggunakan celemek warna kuning dan penutup kepala berwarna hijau. Tampak serius. “Permisi ibu,” ucap penulis.

“Silahkan masuk mbak,” sahutnya. Sepertinya ia sudah terbiasa kedatangan tamu tak dikenal. Terlihat cara dia menyambut tanpa ada keraguan.

Penulis pun mengutarakan tujuan. Ingin melihat aktivitas ibu rumah tangga yang katanya memiliki olahan produk rumahan yang sudah banyak dikenal. Bahkan, informasinya pun pernah mengalami kecelakaan hingga lumpuh tetapi usahanya pun tidak terhenti.

“Betul, saya hanya ibu rumah tangga yang tidak memiliki kelebihan apapun selain mengurus rumah dan keluarga. Sehari-hari saya dulunya hanya ngobrol bersama tetangga hingga akhirnya saya memiliki ide bagaimana caranya membantu suami mencari nafkah tetapi tidak meninggalkan tugas saya sebagai ibu rumah tangga,” kata perempuan bernama lengkap Ruth Jediya Mariyatmi ini.

Semula berawal dari ngobrol bersama tetangga. Memandang dua tanaman rosella yang ia tanam pada 2009 di samping rumahnya, waktu itu ia berdiam di rumah dinas tepatnya di Kelurahan Bereng Bengkel pada tahun 2010. Beberapa tetangganya bertanya. “Tanaman apa itu bu Emi,” kata tetangganya.

“Itu rosella, kata saudara saya bisa dibudidayakan bahkan katanya sudah dilakukan penelitian bahwa rosella bisa digunakan untuk minuman dan baik untuk kesehatan,” kata Emi saat itu.

Sepulang tetangganya, ia merasa bahwa yang dikatakan saudaranya itu perlu dicoba. Ia pun mencoba mengonsumsi olahan rosella dengan mengambil kelopak dan menyeduhnya dengan air panas. Dicampur sedikit gula rasanya enak. Sejak saat itu pula, ia memiliki ide untuk memproduksi rosella dan menjualnya.

“Setelah saya berpikir demikian saya kemudian menanam rosella di seluruh lahan kosong di sekitar rumah saya. Kelopak rosella saya keringkan dan dikemas menggunakan mika dan menjualnya di beberapa toko. Rosella basah saya buat manisan dan biji rosella saya buat kopi,” kata perempuan paruh baya ini.

Berawal dari dua tanaman rosella hingga akhirnya seluruh lahan sekitar rumah bahkan di ladangnya saat itu (sekarang menjadi tempat tinggal sekarang,red) penuh tanaman rosella. Aktivitas Emi pun berubah, tidak lagi ngobrol bersama tetangga tetapi lebih sibuk dengan aktivitasnya produksi rosella.

“Saya berpikir daripada ngerumpi mending saya menciptakan produk yang bisa dijual,” katanya saat dibincangi Kalteng Pos di rumahnya.

Semakin sibuk dan penjualan semakin bertambah bahkan hingga luar Kota Palangka Raya. Omset saat itu hanya Rp500 ribu dengan modal hanya mika plastik saja. Tetapi senangnya luar biasa. Aktivitas ini terus berjalan hingga 2013. Terjadi perubahan pada tahun itu dengan kemasan produk lebih elegan. Menggunakan plastic standing pouch (tidak lagi gunakan mika).

Tetapi, kisah suram menimpa perempuan dua anak ini. Pasca menghadiri salah satu acara dengan tumpukan kotak dagangan. Ia kecelakaan pada tahun 2017. Sempat lumpuh. Tidak bisa aktivitas. Dagangan mulai renggang tak ada yang meneruskan. Untung tidak berlarut, secepatnya ia bangkit. Otaknya bukan kakinya.

Kondisi lumpuh ia masih berfikir bagaimana cara agar produk-produknya bisa berkembang dengan kondisi kaki tak bisa berdiri, apalagi berjalan. Tidak selincah dulu. Kini ia harus melincahkan otak daripada raganya. Ia panggil beberapa teman dan mengajak teman-temannya itu bergabung menciptakan produk lokal yang ia geluti tahunan itu.

“Saya tidak bisa jalan mbak. Hanya tidur. Saya panggil teman-teman saya, saya ajarkan mereka dengan membuka wawasan bahwa perempuan bisa berdaya dengan memanfaatkan alam sekitar. Saya meminta mereka mencari kelakai yang mudah di dapat di sekitar rumah. Saya arahkan mereka membuat keripik kelakai dan dikemas serta dijual seperti saya menjual kelopak rosella,” ungkapnya sembari mengingat-ingat kisah dua tahun lalu itu.

Tidak lama, datang rombongan dari Universitas Mulawarman (Unlam) dari Porivinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Mahasiswa lengkap dengan dosennya, saat itu. Mereka datang bertujuan melakukan penelitian produk-produk milik Emi. Menjadi ajang kesempatan, ketika rombongan ini usai melakukan penelitian dan menyampaikan hasil penelitiannya ia memiliki kembali ide cemerlang.

“Saya memiliki hasil penelitian dari rombongan Unlam ini, kebetulan saya pernah kenal salah satu dokter di Jawa yang berhubungan dengan produk-produk. Saya sampaikan hasil penelitian itu dan saya bertanya apakah kelakai ini bisa dijadikan teh?,” katanya.

Ketika dokter tersebut mengatakan bisa, saat itu juga Emi meminta kepada kawan untuk memproduksi teh. Selain membuat keripik kelakai akhirnya juga membuat teh kelakai. Dokter itu pun mengajari Emi bagaimana cara mengolah daun kelakai tersebut menjadi teh.

“Ternyata caranya mudah, daun kelakai dipotong-potong dan dikeringkan selanjutnya diopen kemudian ditambah sedikit teh hijau. Akhirnya saya berfikir bahwa rosella pun dapat digunakan teh. Ternyata bisa dan caranya pun muda juga, cukup di potong dan dikeringkan kemudian dimasukkan ke kantong celup, selesai,” kisahnya dengan tangan mempraktikkan.

Tidak hanya berhenti di rosella dan kelakai. Ia pun berfikir bahwa kelor dan katuk pun dapat dimanfaatkan menjadi teh. Tidak lama pun ia menciptakan olahan stik kelor dan stik bawang dayak. Lantaran, selama ini kelor memiliki mitos yang ada hubungannya dengan orang meninggal. Bawang dayak pun, lanjutnya, selama ini disebut sebagai obat.

“Saya berpikir bagaimana caranya kelor ini dapat dikonsumsi tanpa terlihat kelornya, dan bagaimana bawang dayak ini dapat diolah tidak hanya sebagai obat minum tetapi juga cemilan,” tegasnya.

Saat ini, lanjut perempuan kelahiran Sragen, 23 Juni 1968 ini, produk-produk miliknya meliputi keripik kelakai, stik bawang dayak, stik daun kelor, bubuk jahe, teh rosella, teh kelor dan teh katuk. Lantaran kecelakaan, hingga kini ia tidak dapat sepenuhnya beraktivitas seperti sedia kala. Ia mengandalkan teman-teman untuk berbagi tugas, tetapi tetap koordinatornya dirinya sendiri.

“Saya jalan masih sedikit sempoyongan, teman-teman bagi tugas. Ada yang bagian cari kelakai, ada yang mengantarkan produk dan ada yang membantu saya di rumah mengolah,” tegasnya.

Untuk saat ini, produk olahannya masih dipasarkan di wilayah Kalteng saja, hanya saja untuk teh katuk sudah beberapa kali mengirim pesanan ke Pulau Jawa. Khasiat teh katuk ini, lanjutnya, dapat membantu memperlancar asi untuk ibu menyusui. Ada orang di Jawa membeli dan merasakan khasiatnya akhirnya semakin banyak yang pesan dari Jawa.

“Untuk merek sudah kami daftarkan, sementara nama merek sendiri ide istri mantan Wali Kota Palangka Raya, istri Bapak Riban. Disarankan untuk membuat Rosemi yang merupakan singkatan dari rosella bu Emi,” pungkasnya. (*/ala)

342 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.