Hendri Jayadi Minta Polisi Periksa Andre Rosiade Terkait Penggerebekan Prostitusi Online

Ketua Migrant Care dan Advokasi Hukum Depimnas Relawan Jolowi (ReJO) Dr. Hendri Jayadi. Foto: Dokpri for JPNN.com

jpnn.comJAKARTA – Ketua Migrant Care dan Advokasi Hukum Depimnas Relawan Jolowi (ReJO) Dr. Hendri Jayadi meminta Kepala Kapolri Jenderal Idam Aziz agar memerintahkan Kapolda Sumatera Barat Irjen Toni Harmanto untuk memeriksa orang-orang yang terlibat dalam skenario penjebakan prostitusi online atau daring di kamar 606 Hotel (Kyriad) Bumi Minang, Padang pada Minggu (26/1/2020).

“Penggrebekan itu terlihat over acting,” kata Hendri Jayadi saat konfirmasi JPNN pada Jumat (7/2/2020) pagi dalam rangka merespons ikhwal penggrebekan PSK di Padang, Sumbar.

Menurut Jayadi, penggrebekan itu hanya untuk membuat pencitraan diri dengan mengangkangi hukum yang berlaku di Indonesia. Langkah tersebut merupakan pembodohan hukum kepada masyarakat.

“Kita sepakat bahwa prostitusi adalah sesuatu pelanggaran terhadap hukum, tetapi penegakan hukum tidak boleh dengan cara melanggar hukum. Semua orang sama di mata hukum dan harus tajam untuk semua. Jadi saya berharap dan meminta Kapolri segera memerintahkan Kapolda Sumbar untuk memeriksa orang-orang yang terlibat dengan kasus itu,” kata Hendri Jayadi.

Menurut Dosen Pasca-Sarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini, metode undercover buying atau pembelian terselubung yang dilakukan anggota DPR RI Dapil Sumbar I Andre Rosiade tidak sepatutnya dilakukan olehnya. Karena, kata dia, Andre Rosiade bukanlah aparat penegak hukum atau pun orang yang diperbantukan di kepolisian.

“Undercover buy, hanya berlaku di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Itupun syaratnya sangat ketat. Apalagi Andre Rosadie bukan aparat penegak hukum,” kata Jayadi.

Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 pasal 79 jelas diatur yang bisa melakukan tindakan itu adalah informan/anggota polisi/orang lain yang diperbantukan pada polisi.

“Jadi tidak bisa sembarang orang untuk melakukan cara demikian itu. Ini sudah salah kaprah penafsirannya,” ujar Jayadi.

Alumni Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta ini menduga, langkah penggrebekan yang dilakukan Andre Rosadie bersama petugas kepolisian dari Polda Sumbar dan menangkap PSK berinisial NN dan seorang muncikari adalah cacat hukum atau ilegal.

“Kalau OTT prostitusi itu tidak sesuai prosedur undercover buying di UU 35 Tahun 2009 dan ada dugaan mall admistrasi kami minta bebaskan perempuan itu. Menegakkan hukum harus sesuai prosedur hukum. Itu sudah prinsip!,” tuturnya.

Lebih lanjut, Jayadi mengatakan orang yang melakukan penjebakan itu bisa terkena jeratan hukum pidana. Pasalnya, proses penggrebekan itu tidak berdiri sendiri. Ada yang sudah menyewa kamar, ada pelaku, penjaja seks dan muncikari. Bisa jadi, awalnya NN tidak sedang beraktivitas, kemudian masuk pesan yang membuat dia tertarik kemudian sampai bertransaksi. Apalagi kini NN dan sang muncikari sudah mendekam di penjara dan dijadikan tersangka.

“Tindakan demikian itu sudah sistematis. Semestinya semua yang terlibat bisa kena jeratan hukum. Ada pasal 55 KUHP yang mengatakan turut serta. Dalam pasal 55 Ayat (1) KUHP berbunyi: Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut melakukan perbuatan itu. Menurut saya Andre Rosiade sudah memenuhi unsur pasal 55 KUHP itu,” tegas Jayadi.

Tidak hanya itu, Andre juga harus diperiksa secara etik oleh Mahkamah Kehormatan Dewan, karena dengan jabatannya sebagai anggota DPR telah melakukan serangkaian kegiatan yang diduga melanggar etika.

Untuk itu, Jayadi meminta siapa pun yang terlibat dalam kasus itu harus diperiksa. Tak terkecuali Andre Rosiadi dan ajudannya yang bernama Bimo.

“Kami minta semua diperiksa tanpa terkecuali. Polisi jangan tumpul ke atas dan tajam ke bawah,” pungkas Hendri Jayadi.

Sebelumnya, Andre Rosiade bersama kepolisian dari Polda Sumbar melakukan penggrebekan prostitusi online yang dilakukan di dalam kamar 606 Hotel (Kyriad) Bumi Minang pada Minggu (26/1/2020). Dalam penggrebekan itu petugas menangkap perempuan bernisial NN sebagai pelaku prostitusi online dan seorang muncikari. Namun, petugas tidak menangkap penyewa jasa prostitusi itu.

Keduanya, kini mendekam dipenjara dan dijerat dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 ayat (1), serta pasal 296 jo pasal 506 KUHP.

Dari dokumen yang beredar, nama Andre Rosiade memesan kamar 606 hotel tersebut pada tanggal 26 Januari dan berakhir pada 27 Januari.(fri/jpnn)



214 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.