
Jamaah Umrah PT Attintur Cabang Palangka Raya menginap tepat di pintu utama Masjid Nabawi, sehingga nyaman beribadah. Berkeliling Madinah pun dilakukan untuk mengenang jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW. Seperti apa ulasan perjalanan umrah kali ini?
ROBY CAHYADI, Madinah
GEDUNG itu berkonstruksi khas Jazirah Arab. Dengan luas 465.000 meter persegi, wajar saja Bandara King Abdul Aziz Arab Saudi bisa menampung ratusan ribu penumpang. Bus bertuliskan Dallah berwarna putih sudah menunggu di parkiran.
Rombongan jemaah umrah PT Attintur tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah sekitar pukul 22.15 waktu setempat. Setelah terbang menggunakan pesawat Garuda dengan nomor penerbangan GA 978.
Tengah malam ini lingkungan bandara masih ramai, namun tidak sesibuk siang hari. Terlihat jejeran lampu, sebagian terlihat samar-samar.
Malam itu, dari Jeddah jemaah umrah Attintur Cabang Palangka Raya langsung menuju Kota Madinah. Jarak tempuh memakan waktu empat jam lebih, karena sempat singgah untuk salat. Sepanjang jalan tampak penerangan jalan umum. Bentuknya menjulang tinggi dengan empat sisi lampu. Jumlahnya mungkin ribuan, karena dipasang sepanjang jalan Jeddah-Madinah.
Selama di Madinah, jemaah diinapkan di Hotel Andalus yang posisinya persis di depan gerbang utama Masjid Nabawi. Tepatnya pintu 22 dan 21 Masjid Nabawi. Suhu udara pada tanggal 6 Februari pagi mencapai 17 derajat celcius. Karena memang musim dingin, apalagi ketika tengah malam sampai subuh.
Hari pertama Kamis (6/2), jemaah umroh reguler Attintur Cabang Palangka Raya, langsung salat subuh di Masjid Nabawi. Setelah sarapan, dilanjutkan menuju tempat raudah dan ziarah Makam Rasulullah SAW. Jasad nabi ini berada di dalam Masjid Nabawi tepatnya sebelah Raudah, yang merupakan tempat salat paling favorit, sehingga menjadi rebutan umat Islam.
Selama perjalanan, jemaah dibimbing Ustaz Amirudin dan Putra Sadiq Rahman. “Kondisi menuju Raudah memang begini antreannya. Begitu juga saat kita ziarah. Masjid Nabawi ini didirikan langsung oleh Nabi Muhammad,” terang Amir kepada jamaah umrah ketika membawa ke Raudah dan berkeliling sekitar masjid.
Menuju ke Raudah memang tak mudah. Selain tempat terbatas, petugas juga memberlakukan sistem buka tutup. Jika mendekati waktu salat pasti ditutup lama. Seperti yang saya alami sendiri pada Jumat (7/2). Waktu salat di Madinah pukul 12.36 waktu setempat.
Namun, kami bersama rombongan sudah mulai antrean menuju Raudah, sekitar pukul 10.30 baru bisa mendapat tempat. Karena hari jumat dan dua jam lagi dilaksanakan salat. Maka jemaah yang sudah masuk tidak disilahkan keluar hingga salat jumat selesai. Biasanya jemaah salat di Raudah dibatasi hanya 15 menit.
Masjid Nabawi berada di tengah-tengah Kota Madinah, dengan beberapa hotel dan pasar-pasar yang mengelilinginya. Masjid ini menjadi tujuan utama para jemaah haji ataupun umrah. Salah satu fitur utama Masjid Nabawi adalah Kubah Hijau. Di sini rombongan Attintur sempat berpose bersama dengan latar Kubah Hijau.
Ustaz Amirudin dan Putra Sidiq Rahman menceritakan kisah kubah hijau dan pintu Jibril. “Kubah hijau adalah sebuah kubah yang diwarnai hijau dibangun di atas makam Nabi Muhammad dan Sayidina Abu Bakar serta Umar bin Khattab,” beber Amir.
Di samping makam nabi terdapat makam Khalifah Sayidina Abu Bakar dan Umar bin Khatab. Tiap detik, peziarah datang berduyun-duyun. Bahkan, untuk mendekati sisi pintu makam saja sulit. Terlebih ada petugas yang senantiasa menjaga di depan pintu makam.
Hampir setiap salat lima waktu, jemaah umrah menghabiskan di Masjid Nabawi. Mereka memperbanyak salat sunnat. Suasana salat lima waktu di sini sangat berbeda. Jemaah terlihat khusyuk salat bersama ribuan umat muslim dari segala penjuru dunia. Masjid ini tidak pernah sepi, tiap saat ribuan umat Islam tampak memenuhi bangunan megah itu. Jika satu jam menjelang salat lima waktu, jemaah pun terlihat meluber dan memadati jalan, sehingga harus berdesak-desakan.
Jemaah umrah juga bebas kapan pun mau berziarah ke makam Rasullullah. Kendati begitu, suasana ziarah tetap padat. Tidak pernah sepi, sehingga mesti bersabar untuk mencapai depan pintu makam.
Daya tampung Masjid Nabawi mencapai 600.000 jiwa, jika ditambah dengan halaman daya tampungnya mencapai satu juta lebih, hampir menyamai jumlah penduduk sebuah provinsi di Kalteng. “Umat Muslim berdatangan kesini, selain ziarah ke makam nabi, juga karena ada hadis nabi yang menyebutkan satu kali salat di Masjid Nabawi, pahalanya seribu kali,” tutur Ustaz Amir.
Tentu saja masjid ini sangat luas. Kini luasnya mencapai 135.000 meter persegi. Cukup membuat kaki pegal jika sekali berkeliling. Di sekeliling Masjid Nabawi bertambah ramai sebab dikeliling hotel dan pusat perbelanjaan. Harga barang di Madinah terbilang relatif lebih murah, jika pandai menawar.
“Kami membeli beberapa barang termasuk kurma Ajwa, sorban dan cokelat,” sebut H Sayuti Mastur yang berumrah dengan istri Hj Kamsiah Tapri. Pasangan yang sudah tidak muda ini merasa senang bisa umrah menggunakan Attintur Cabang Palangka Raya di bawah pimpinan Ustaz H Gazali Rahman.
Selain beribadah di Masjid Nabawi, jemaah umrah Attintur juga melakukan ziarah ke beberapa lokasi untuk lebih mengenal dan meyaksikan jejak nabi. Diantaranya Jabal Uhud, Masjid Quba dan Masjid Qiblatain.
Di Masjid Quba, jemaah melaksanakan salat sunnat tahayatul masjid. “Masjid Quba merupakan masjid pertama yang dibangun kanjeng nabi,” tukas Amir. Nyaris sama ramainya dengan Masjid Nabawi ketika siang hari. Karena rata-rata jamaah pasti dibawa ke masjid tersebut. Begitu memasuki masjid, peziarah melaksanakan salat tahiyatul masjid dan salat sunnat lainnya.
Rasa dahaga untuk mengenal lebih dekat jejak Nabi Muhammad pun tersalurkan, saat berkunjung ke Jabal Uhud. Disini Ustad Amir menjelaskan sejarah Perang Uhud yang menewaskan 70 syuhada. Termasuk paman nabi, Sayidina Hamzah dan Sayidina Musab.
Bukan hanya ke tempat yang bersejarah, jemaah umrah Attintur juga dibawa ke kebun kurma. Disini terdapat berbagai jenis kurma, termasuk kurma Ajwa yang merupakan kurma yang bibitnya ditanam nabi. (*/bersambung)