Aipda Gunadi dan Serangkaian Pengalaman Menyelesaikan Persoalan Anjing

Di Hadapannya, Gukguk Galak Jadi Jinak, Yang Bermusuhan Jadi Kawan

PELATIH: Salah satu pelatih anjing K 9 AIPDA Gunadi berpose bersama Cavik di Pusdiklat Pol Satwa, Cikeas, Bogor, belum lama ini.

Aipda Gunadi menguasai kemampuan yang memungkinkannya bicara dengan satwa, khususnya anjing. Komunikasinya bisa pakai bahasa apa saja.  

ILHAM WANCOKO, Jakarta

MULA-MULA Rex menyalak berjam-jam dalam sehari. Belum lagi galaknya minta ampun. Ada yang mendekati kandangnya di Direktorat Polisi Satwa Ditsabhara Baharkam Polri, Jakarta, langsung saja si gukguk itu menunjukkan gelagat menyerang.

’’Hampir tidak ada instruktur (K9) yang berani mendekat,” kata Aipda Gunadi yang kemudian turun tangan dalam penuturannya kepada Jawa Pos pada akhir November lalu.

Tentu tidak langsung berhasil. Anjing jenis Belgian malinois itu masih menyalak dan galak. Setelah lewat seminggu bintara instruktur K9 Subditlat Ditpol Satwa Korsabhara Baharkam Polri itu berusaha mendekati, barulah Rex mulai mengurangi durasi menyalaknya. Dari berjam-jam jadi 30 menit.

Akhirnya, hanya menyalak selama lima menit. Namun, bukan berarti Rex sudah percaya. Malah saat Gunadi masuk ke kandang, Rex masih menunjukkan sikap menyerang.

Setelah lebih dari tiga bulan, barulah Rex mulai mau berkomunikasi. ”Dalam komunikasi itu, saya menerjemahkan bahwa Rex sakit hati dan tidak percaya manusia,” jelas instruktur K9 tersebut.

Gunadi berkomunikasi dengan menggunakan apa yang disebut linking awareness atau bahasa nonverbal hewan. Sebuah kemampuan berkomunikasi dengan satwa, khususnya anjing.

Kemampuan yang tak banyak orang bisa menguasainya. Gunadi sendiri butuh waktu empat tahun untuk  mempelajarinya. ”Saya belajar dari para senior, Pak AKBP Chaindraprasto Saleh, AKP Ida, dan lainnya,”  ujarnya.

Namun, Chaindra dan AKP Ida enggan untuk berbagi pengalaman terkait linking awareness. Sebab, keduanya merasa ilmu tersebut semacam pisau yang perlu terus diasah untuk bisa dipergunakan.

”Saya tidak lagi mempraktikkan linking,” ujar Chaindra. Begitu pula AKP Ida yang merasa juniornya, Gunadi, yang kini lebih memiliki kemampuan tersebut.

Gunadi menuturkan, linking awareness dipelajari dari para senior melalui semacam meditasi. Mencoba berkomunikasi menggunakan gelombang Alpha. Ada beberapa gelombang yang bisa digunakan berkomunikasi, dari Theta, Delta, Alpha, Beta, dan Gamma. ”Komunikasi dengan hewan dan tumbuhan itu menggunakan gelombang Alpha,” jelasnya.

Gunadi pun berlatih dengan meditasi dan mencoba menerjemahkan apa yang didapatkan otak dari gelombang Alpha. ”Saya juga tidak percaya awalnya. Tapi, jadi percaya karena membuktikan dengan pengalaman sendiri,” papar Gunadi.

Kasus Rex tadi contohnya. Setelah lebih dari tiga bulan, barulah Rex mulai mau berkomunikasi. Dalam komunikasi itu, dia menerjemahkan bahwa anjing tersebut sakit hati dan tidak percaya manusia.

Tapi, setelah dirayu dan menunjukkan perhatian Gunadi yang total, sikap Rex pun mulai mencair. Hingga akhirnya mau untuk kembali menjadi anjing operasional.

Gunadi dan Rex pun jadi sangat dekat. ”Sangat patuh kepada saya. Bahkan, kalau ingin main, tanpa saya berikan izin tidak akan main. Diam saja saking percayanya,” jelas Gunadi yang telah empat tahun berada di kesatuannya sekarang.

Kemampuan Gunadi ternyata membuatnya menjadi tumpuan untuk menyelesaikan problem hubungan antara instruktur dan K9. Dia mencontohkan, beberapa tahun lalu, ada salah satu K9 yang tidak mau makan.

Si anjing saat itu sudah di rumah sakit satwa. Dan, di sanalah Gunadi yang belum pernah mempraktikkan kemampuan linking awareness-nya dengan satwa selain anjing mulai menjalin komunikasi

Anjing tersebut dia terjemahkan ingin bersama instruktur yang sebelumnya. Kebetulan si gukguk itu sudah berganti instruktur dua kali.

”Instruktur pertamanya itu sangat klop di hati K9. Baik instrukturnya,” jelas Gunadi yang lupa dengan nama anjing yang dimaksud.

Menurut dia, anjing tersebut menginginkan dipasangkan dengan instruktur pertama. Padahal, instruktur keduanya juga sangat baik.

Tak ubahnya persoalan romansa orang-orang, kalau sudah menyangkut hati, tentu sulit dimengerti. Padahal, dalam kasus ini, si ”mantan” alias instruktur pertama anjing tadi tak mungkin lagi jadi pawang. Sebab, yang bersangkutan mengalami kecelakaan cukup parah.

Komunikasi terakhir Gunadi, si K9 sudah tidak ingin kembali ke rumahnya atau kandangnya. Inginnya berada di rumah sakit terus. Bisa bertemu dengan dokter dan perawat.

Dalam penerjemahan Gunadi, anjing tersebut ingin meninggal di rumah sakit satwa itu. Dan, benar saja, tidak lama kemudian gukguk tersebut meninggal di sana.

Dia mengakui, memang sungguh sulit menjelaskan linking awareness itu apa. Tapi, secara pengalaman, kemampuan tersebut terbukti membawa hasil.

Suatu waktu Gunadi juga pernah dimintai bantuan masyarakat karena anjingnya tidak akur. Ada tiga anjing yang awalnya biasa saja, tapi kemudian selalu berkelahi.

Gunadi menyebut mereka sebagai tiga anak mami. Yang pertama, Bootsy, merupakan anjing jenis Sitzu, lalu Wegle anjing jenis Corgi, dan Cuwie yang merupakan anjing Toys Poodle. ”Bootsy dan Wegle akur. Tapi, begitu muncul Cuwie jadi tidak akur,” urainya.

Gunadi pun mengajak tiga anjing itu keluar jalan-jalan. Lantas, berkomunikasi dengan ketiganya dalam batin. ”Ternyata, dua anjing yang lama itu cemburu karena kasih sayang majikan terbagi,” paparnya.

Namun, Cuwie sebagai anjing ketiga tidak peduli. Karena itu, Cuwie selalu diajak berkelahi. Gunadi pun berusaha meyakinkan bahwa kasih sayang mami, sang majikan, itu sama.

Tapi, ketiganya tetap tidak mau akur. Akhirnya, Gunadi menggunakan posisinya sebagai Alpha. Sebagai pemimpin di antara tiga anjing peliharaan itu.

”Mereka mau karena mereka anggap Alpha-nya saya,” urainya.

Lantas, bahasa apa yang dipakai Gunadi berkomunikasi dengan para anjing? Ternyata bisa menggunakan bahasa apa saja. ”Mau pakai bahasa Indonesia, jawabnya pakai Indonesia. Ditanya pakai bahasa Inggris, dijawab pakai bahasa Inggris,” jelasnya.

Meski demikian, Gunadi masih khawatir suatu waktu bakal salah dalam menerjemahkan. Sebab, linking awareness membutuhkan kepekaan tingkat tinggi dan vitalitas tubuh mumpuni. ”Kadang memang bisa salah, tapi kebanyakan tepat,” katanya. (*/c6/ttg/kpfm)

336 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.