Tindak Tegas, Larang Penjualan Pakaian Bekas Impor

“Dari sisi kesehatan tidak baik. Pakaian bekas yang diimpor itu, sebenarnya di luar negeri, tempat asalnya merupakan sampah untuk direcycle, jadi bukan untuk dijual atau dipakai. Yang sebenarnya sampah di negeri asalnya, malah dijual di negeri kita”

Firman Yusuf

Plt Kepala Kantor Bea dan Cukai Palangka Raya

PALANGKA RAYA-Sejatinya penjualan pakaian bekas bermerek atau trifting dilarang menurut regulasi yang berlaku di Indonesia. Akhir-akhir ini masalah tersebut mencuat usai Presiden RI Joko Widodo melarang keras penjualan barang itu. Hal ini juga didukung dengan sejumlah regulasi yang melarang penjualannya. Atas hal itulah, pemerintah mulai gencar melakukan penindakan terhadap penjualan pakaian bekas bermerek di beberapa daerah di Indonesia. Tak terkecuali di Kalteng.

Plt Kepala Kantor Bea dan Cukai Palangka Raya Firman Yusuf mengatakan pada akhir tahun 2022 lalu, pihaknya bersama dengan instansi terkait, telah melakukan penindakan terhadap 27 karton pakaian bekas yang diduga merupakan hasil impor barang ilegal. Barang tersebut datang dari Bandung dan masuk dari pelabuhan-pelabuhan ilegal.

“Per bal atau karton itu bisa berisi sekitar 300 sampai dengan 500 pcs pakaian bekas, kalau dikalikan dengan 27 karton, mungkin sekitar 8.100 sampai 13.500 pcs pakaian bekas yang sudah kami lakukan penindakan terakhir sejak akhir tahun 2022 lalu,” beber Firman kepada Kalteng Pos via telepon Whatsapp, Senin (20/3).

Terakhir kali pihaknya melakukan penindakan terhadap pedagang pakaian bekas adalah pada bulan Juni tahun 2022 lalu itu. Meski sudah dilakukan tindakan tegas, Firman mengakui sampai saat ini penjualan pakaian bekas masih saja marak. Apalagi usai diberikan atensi oleh Presiden RI Joko Widodo kemarin. Saat ini pihaknya telah bekerja sama dengan Disdagperin Kalteng dan pihak Kepolisian untuk selanjutnya dapat melakukan penindakan terhadap fenomena perdagangan pakaian bekas tersebut.

Penindakan akan dilakukan ke depannya, meski demikian ia tidak dapat menyebut tanggal pasti kapan akan dilakukan mengingat masih perlu berkoordinasi dengan instansi terkait. Dalam melakukan penindakan itu, Firman menyebut akan menyesuaikan jumlah penjualan pakaian bekas tersebut.

“Penindakan ini sifatnya insidentil, kita lihat kondisi di lapangan. Kalau nanti ada yang kedapatan menjual dalam jumlah yang besar, misalnya puluhan karton, itu kemungkinan besar akan bersama-sama kami lakukan penegakan hukum, seperti penarikan barang dari peredaran,” jelasnya.

Untuk toko-toko pakaian bekas yang tidak menjual terlalu banyak, seperti satu katon atau 300-500 pcs saja, pihaknya tidak akan melakukan penindakan, melainkan pembinaan terhadap penjual. Para penjual pakaian bekas dalam jumlah kecil akan diberikan pembinaan agar tidak kembali menjual barang tersebut. “Karena sebenarnya penjualan thrift itu dilarang dari sisi undang-undang perlindungan konsumen atau undang-undang perdagangan,” tambahnya.

Penjualan pakaian bekas, dalam hal ini bisa dalam bentuk baju, celana, jaket, dan jenis pakaian lain yang merupakan bekas pakai. Penjualan pakaian bekas juga melanggar UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Baru-baru ini pihaknya telah melakukan pengecekan ke lapangan terkait beberapa penjual pakaian bekas. Berdasarkan tinjauan itu, karena belum menemukan penjual pakaian bekas dalam jumlah barang yang signifikan, misalnya seperti puluhan karton, pihaknya akan memberikan pembinaan atau sosialisasi saja.

“Untuk ke depan, berdasarkan hasil pengecekan itu, karena kita belum menemukan penjual yang jumlah stok jualan barang signifikan, kita akan lakukan pembinaan dulu supaya mereka tidak melakukan penjualan lagi, untuk sementara ya,” bebernya.

Mengenai ambang batas stok pakaian bekas oleh para penjual tersebut, dalam hal ini ada berapa karton pakaian bekas sampai bisa dilakukan penindakan secara hukum, Firman menyebut tidak ada pembatasan. Meskipun terdapat penjual satu pcs baju saja, sebetulnya tidak boleh secara regulasi sehingga bisa dikenakan sanksi hukum.

“Cuman dari sisi kebijakan kita, kan yang menjual dalam jumlah kecil ini kita lakukan pembinaan atau sosialisasi sebanyak dua kali, kalau misalkan sampai dua kali kita lakukan sosialisasi tapi masih melakukan penjualan, baru kita tarik barangnya,” tuturnya.

Tak bisa dipungkiri, meskipun thrifting melanggar regulasi dan sebagian pihak menilai tidak baik dari sisi kesehatan, sebagian masyarakat meminati pembelian itu. Firman mengatakan, untuk menanggulangi perdagangan pakaian bekas ini, tidak cukup dengan hanya melakukan upaya penegakan hukum. Namun juga perlu ada perubahan perilaku konsumen Indonesia.

“Sekarang ini perilaku konsumen kita itu lebih senang untuk menggunakan barang-barang bermerk, walaupun bekas. Yang bermerk baru itu kan mahal ya, itu jadi pilihan masyarakat kita. Padahal, kalau dipikirkan lagi, pakaian bekas itu tidak baik dari sisi kesehatan, kita sudah pernah uji lab, didapatkan bahwa pakaian bekas mengandung bakteri e coli yang berbahaya untuk pencernaan,” beber Firman.

Firman menjelaskan pakaian bekas yang diimpor dari luar negeri ke Indonesia itu, di luar negeri merupakan sampah untuk direcycle. Bukan untuk dijual dan dipakai. Masuk ke Indonesia dengan harga murah, pasti akan merusak industri pakaian dalam negeri.

“Dari sisi kesehatan tidak baik. Pakaian bekas yang diimpor itu, sebenarnya di luar negeri, tempat asalnya, merupakan sampah untuk direcycle, jadi bukan untuk dijual atau dipakai. Yang sebenarnya sampah di negeri asalnya, malah dijual di negeri kita,” pungkasnya.

Terpisah, Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kalteng Aster Bonawaty mengatakan pihaknya memiliki kewenangan dalam melaksanakan pengawasan terkait pelanggaran atas Permendag Nomor 40 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor saja.

“Perlu diketahui, tindakan ini merupakan bentuk pencegahan untuk menjaga serta mencegah hal-hal buruk yang bisa saja masuk menyertai pakaian-pakaian bekas impor seperti wabah virus maupun penyakit lainnya dari negara asal barang import tersebut,” ujar Aster kepada wartawan, Senin (20/3).

Aster menilai perdagangan pakaian bekas mengganggu vendor-vendor lokal dengan produk yang sama, bahkan bisa menggerus pasar lokal, tak terkecuali di Provinsi Kalteng sendiri. “Karena mengingat harganya di bawah pasar dan thrift store juga semakin menjamur baik store fisik maupun online melalui sosial media, ini juga akan mengganggu produk lokal kita,” tuturnya.

Untuk menyikapi masalah tersebut, Aster mengatakan pihaknya terus melakukan dan meningkatkan pengawasan terhadap peredaran impor pakaian bekas di pasaran, khususnya di wilayah Provinsi Kalteng. Bekerja sama dengan instansi terkait seperti pihak Bea Cukai dan pihak Kepolisian.

“Kami juga meningkatkan sosialisasi mengenai resiko penggunaan barang bekas ilegal sehingga masyarakat dapat lebih waspada dan mengurangi permintaan terhadap barang bekas yg diimpor dari negara lain, sekaligus juga menghimbau dan mendorong seluruh masyarakat untuk menggunakan barang produk dalam negeri,” tambahnya.

Tak sampai di situ, Aster mengatakan pihaknya juga akan melakukan razia secara berkala terhadap pihak yang melanggar regulasi tersebut. Dengan bekerjasama dengan pihak Bea Cukai, Kepolisian, dan dinas yang membidangi perdagangan di Kabupaten/Kota se-Kalteng untuk melakukan razia.

“Apabila ditemukan pelanggaran maka akan dikenakan sanksi, karena hal ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, dijelaskan bahwa barang bekas dilarang untuk diimpor, sehingga sepatu bekas ataupun baju bekas yang dibawa masuk ke Indonesia adalah barang ilegal dan tidak boleh diperdagangkan,” pungkasnya.

Sementara itu, Asrani salah satu pedagang baju bekas mengaku omzet yang didapatkan setiap harinya tidaklah menentu. Bahkan ia mengaku berjualan baju bekas ditujukan kepada masyarakat kalangan bawah.

“Kalo omzet tidak menentu, yaa adalah untuk kebutuhan sehari-hari, kan kami menjual pakaian bekas ini dengan target pembeli dari kalangan bawah aja,” tegas Asrani pemilik Tiko Baju Trifting Rajawali, Senin (20/3).

Ia mengaku sudah berjualan baju bekas ini sudah 10 tahun lamanya. Dimana ia mengaku bahwa ia dan pedagang baju thrifting yang ada di Kota Palangka Raya merupakan pihak ketiga, yang dimana mendapatkan baju-baju tersebut yakni dari jawa. Bahkan ia menjelaskan ia tidak memiliki relasi untuk mendapatkan baju tersebut dari luar negeri.

Asrani menjelaskan setiap baju-baju yang datang ia selalu mengantarkan baju tersebut untuk dilaundry. Setelah bersih baru ia pilih yang mana layak atau tidak untuk dijual. “Biasanya baju yang tidak layak, saya pakai untuk kain lap dan kasih ke tukang bengkel biasanya,” tegasnya.

Ia juga menginginkan solusi dari pemerintah terkait adanya larangan menjual baju bekas. Karena sebelum viral, ia telah didatangkan oleh pihak Beacukai dan Kapolda. Apabila diminta untuk berjualan baju lokal ia hanya meminta terkait bagaimana cara jalan yang harus ia gunakan.  

“Terkait itu, saya hanya meminta jalannya seperti apa, kemana saya harus mengambil barangnya, jujur saja kalau langsung saja berjualan barang lokal, itu tidak bisa, saya akan bertahap terlebih dahulu,” tegasnya Asrani.  

Asrani juga mengakui, bahwa selain mendapatkan barang-barang tersebut dari wilayah Jawa, ia juga sering mendapatkan tawaran dari orang-orang sekitar yang ingin menjualkan pakaian bekasnya. Hal ini dilakukannya karena rasa ingin membantu.  

“Jadi saya juga membeli pakaian bekas dari orang-orang sekitar, dan itu saya beli ya itung-itung membantulah, karena yang banyak menjualkan baju bekas itu dari mahasiswa,” tegasnya.

Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa banyak masyarakat yang tertarik dengan baju bekas. Bahkan baju-baju tersebut memiliki brand ternama, hal ini diburu oleh kalangan muda.

Hal ini disampaikan oleh Ridho salah satu mahasiswa yang mengaku sering membeli baju bekas. Menurutnya baju-baju yang dijual oleh pedagang itu memiliki merek ternama dan walaupun bekas tapi itu masih layak untuk dipakai.  

“Pertama itu karena bagus dan itu brand ternama, biar bekar tapi itu masih layak dipakai, jadi dengan harga miring kita bisa menggunakan pakaian brandit,” tegasnya.

Hal yang sama disampaikan oleh Hairul, ia mengaku baju thrifting itu merupakan baju dari kualitas terbaik. Walaupun bekas baju tersebut bisa bertahan lama karena dihasilkan dari bahan kualitas terbaik.

“Kita kebanyakan beli di pedagang Thrifting itu karena yang jual dari merek ternama, jadi itu bahannya bagus, jadi saya gak mau beli baju bekas dari merek entah berantah, kalo seperti itu mending beli baju biasa aja dan itu baru jadinya walaupun dari merek yang tidak ternama,” tegasnya Hairul. (dan/irj/ala/kpfm)

225 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.