Mencicipi Risoles Ubi Bawang Dayak Karya SMKN 3 Palangka Raya

Risoles ubi bawang dayak (bayak) berhasil mencuri perhatian pengunjung pameran yang dilaksanakan di Gedung Eka Tingang Nganderang, Senin (10/7). Karya tangan guru dan siswa-siswi SMKN 3 Palangka Raya itu terbuat dari pangan lokal yakni ubi singkong dan bawang dayak. Soal bentuk dan rasanya, tidak kalah dengan risoles pada umumnya.
DHEA UMILATI, Palangka Raya
RIUH tepuk tangan menggema mengiringi kegiatan pembukaan panen hasil belajar di Gedung Eka Tingang Nganderang. Sebanyak 36 calon guru penggerak (CGP) dari berbagai sekolah di Kota Palangka Raya memamerkan produk dan hasil karya mereka bersama peserta didik masing-masing. Berbagai olahan makanan dan hasil kerajinan menghiasi setiap stan. Salah satu yang cukup menarik perhatian para pengunjung adalah risoles ubi bayak yang terbuat dari ubi singkong dan bawang dayak yang lebih dikenal sebagai obat tradisional.
Dyah Hendrastuti, CGP dari SMKN 3 Palangka Raya memamerkan hasil karya tangan para siswa binaannya. “Karena sesuai dengan tugas dari calon guru penggerak untuk menuntun siswa-siswi,” ucapnya, Senin (10/7).
Sembari memegang mika di tangan, ia menyebut jajanan yang dipamerkan pihaknya kali ini dinamai risoles ubi bayak. “Untuk risoles ini, kami buat kulitnya dari tepung ubi, sementara isinya pakai ayam dan bawang dayak,” jelasnya.
Bawang dayak atau yang disebut juga bawang lemba dipercaya oleh masyarakat lokal sebagai obat tradisional. Dyah mengatakan, ide awal pembuatan produk itu bermula dari sebuah pertanyaan yang terlintas di benaknya. Selain sebagai obat, mungkinkan bawang lemba bisa dijadikan sebagai bahan makanan. Akhirnya terbit ide bertema lokal untuk mengolah makanan dengan bahan bakar singkong.
“Karena saya tidak bisa sendiri, saya coba berkolaborasi dengan guru kuliner untuk berinovasi, hingga jadilah produk risoles ubi bayak,” lanjutnya.
Mengenai rasa, guru bahasa Inggris itu berani menjamin tidak mengecewakan penikmatnya. “Rasanya tidak diragukan, boleh diadu dengan risoles mayo yang saat ini digandrungi masyarakat,” terangnya.
Untuk nama produk, memang sengaja dibuat unik. “Biar terlihat mahal, kami beri nama yang menarik agar dapat bersaing dengan jajanan lain,” ucapnya.
Risoles karya tangan Dyah dan siswa-siswi binaannya sudah mulai dipasarkan, meski terkendala sumber daya manusia untuk pemasarannya. Apalagi ada full day school. Meski demikian, Dyah mengaku masih terus menerima orderan.
“Sejauh ini kami memasarkan lewat media online seperti Instagram, Tik Tok, dan lainnya,” tuturnya.
Risoles ubi bayak produk mereka dijual Rp10.000 per mika. Kalau frozen bisa tahan 2 sampai 3 minggu di dalam kulkas pun tidak masalah. Proses pembuatan atau pengolahannya, tutur Dyah, tidak memakan banyak waktu.
“Satu hari selesai, karena prosesnya tidak lama,” tambahnya.
“Saya ingin membuat mereka (siswa-siswi binaan, red) lebih percaya diri dan melatih mereka untuk memiliki produk sendiri,” ujar guru yang mengajar jurusan perhotelan, kuliner, dan pariwisata itu.
SMKN 3 Palangka Raya memiliki kurikulum dengan pusat keunggulan. “Kalau SD, SMP, dan SMA menggunakan nama sekolah penggerak, tetapi kalau kami namanya SMK PK, SMA Pusat Keunggulan,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya Jayani mengapresiasi pameran sekolah inovatif yang digelar itu. Karena semua peserta tampil beda dan luar biasa. Peranan guru penggerak sangat vital dalam memajukan pendidikan.
“Mudah-mudahan calon guru penggerak lainnya jadi tergugah,” katanya.
Begitu pula para pengawas serta kepala sekolah yang hadir, diharapkan dapat mendorong guru-guru lain untuk mendaftar program guru penggerak. “Diharapkan nanti terwujud dengan berbondong-bondongnya para guru yang mendaftar, karena hasilnya sangat jelas sekali dan luar biasa,” lanjutnya.
CGP angkatan ketujuh terdiri dari 36 orang, yang dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok terdiri dari 5 sampai 6 orang dari sekolah berbeda. “Tidak ada yang satu sekolah, mereka dipisah-pisah, ada 12 orang dari SD dan SMP dan 24 orang dari SMA dan SMK,” lanjutnya.
Mengingat tugas guru penggerak cukup penting untuk memajukan mutu pendidikandi Kalteng, Jayani berharap melalui kegiatan-kegiatan serupa dapat mendorong guru-guru lain agar berpartisipasi dalam program tersebut.
“Alhamdulillah di Kota Palangka Raya ini program guru penggerak berjalan baik. Terbukti dari kemeriahan kegiatan itu, kita bisa melihat ada banyak inovasi yang dihasilkan peserta, harapan saya ke depannya jumlah para guru penggerak makin banyak,” ungkapnya. (*/ce/ala/kpfm)