Jika TSM Terbukti, Aparatur Terlibat Disanksi

Gubernur Kalteng Minta Paslon Hormati Putusan MK Terkait Gugatan Pilkada

kpfmpalangkaraya.com, PALANGKA RAYA – Pelanggaran Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) merupakan salah satu pelanggaran berat. Dimana sanksinya bisa mendiskualifikasi pasangan calon kepala daerah. Di Kalimantan Tengah (Kalteng) sendiri ada beberapa calon kepala daerah melaporkan ada tindak pelanggaran TSM di Mahkamah Konstitusi (MK).

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Palangka Raya Farid Zaky menjelaskan bahwa terstruktur sendiri telah merujuk pada suatu struktur. Dengan artian sudah ada sistem yang sudah ada. Yang digunakan untuk mensuport kemenangan.

Sehingga TSM didalilkan akan merujuk pada pasangan calon yang menggunakan struktur organisasi, misalnya kepemerintahan, penyelenggara, bahkan bisa menggunakan TNI-Polri untuk memenangkan kontestasi.

“Namun dalam gugatan pelanggaran Pilkada TSM sendiri hukumannya yang diberikan berat, namun pembuktiannya juga berat. Dimana unsur terstruktur, sistemastis, dan masifnya harus dibuktikan secara keseluruhan. Sehingga bisa dikabulkan oleh MK. Akan tetap selama in, TSM sangat sulit untuk dikabulkan,” tegas Farid Zaky, baru-baru ini.

TSM sendiri Farid Zaky jelaskan bahwa banyak orang berpandangan petahana maupun dinasti pemerintahan diduga kuat melakukan pelanggaran tersebut. Hal ini dikarenakan yang memiliki otoritas tersebut merupakan para petahana.

“Masyarakat sering berprasangka TSM sendiri dilakukan oleh calon kepala daerah petahana atau penerus kepemimpinan. Hal ini bukan tanpa alasan yang pasti hal ini terjadi karena paslon tersebut telah memiliki modal struktural yang telah dibentuk pada periode ia menjabat yang lalu atau periode kepemimpinan terdahulu yang diperuntukan untuk si Paslon,” tegas Farid Zaky.

Bagaimana sanksi terhadap para aparatur yang terbukti terlibat TSM. Praktisi hukum Hilyatul Asfia mengatakan sanksi bagi struktural yang terlibat dalam pembuktian TSM adalah kriteria pelanggaran pemilu yang melibatkan penggunaan struktur kekuasaan secara terorganisir untuk menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. Jika terbukti, sanksi bagi pihak struktural (seperti ASN, TNI, Polri, atau pejabat pemerintahan) tergantung pada tingkat keterlibatan aparatur tersebut.

Misalnyanya saja ASN akan mendapatkan sanksi administratif (pemecatan, penurunan pangkat) hingga pidana jika melanggar UU Pemilu atau UU ASN.  Lalu TNI/Polri akan penjatuhan sanksi sesuai aturan internal (seperti kode etik atau hukum militer), termasuk hukuman disiplin atau pidana. Dan pejabat pemerintah akan disanksi administratif dari Kementerian Dalam Negeri (penonaktifan hingga pemberhentian) dan pidana jika melanggar UU Pemilu. 

“Jika keterlibatan mereka memengaruhi hasil pemilu, sanksi dapat mencakup pembatalan kemenangan peserta yang terbantu,” tegas Asfia, Senin (30/12/24).

Pada sejarah pemilu di Indonesia menunjukkan adanya keterlibatan sejumlah pihak struktural dalam pelanggaran pemilu, termasuk ASN, TNI, dan Polri. Kasus yang pernah terjadi seperti kerap terlibat dalam kampanye terselubung atau mobilisasi massa, meski aturan melarangnya.  TNI/Polri: Secara hukum dilarang berpolitik, namun pernah ada kasus dugaan keberpihakan aparat keamanan dalam pemilu (meski sulit dibuktikan karena sifatnya cenderung implisit). 

“Laporan keterlibatan ini biasanya disampaikan ke Bawaslu, meski tidak semuanya berakhir dengan putusan TSM. Sanksi terberat bagi penyelenggara pemilu yang terlibat  Jika penyelenggara pemilu (seperti KPU, Bawaslu, atau DKPP) terbukti terlibat dalam pelanggaran TSM, sanksi yang diberikan bisa sangat berat,” tegas Dosen Hukum Universitas Palangka Raya (UPR).

Sanksi berat tersebut bisa berupa pemberhentian dari jabatan (sesuai keputusan DKPP).  Selanjutnya sanksi pidana jika terlibat tindak korupsi atau kecurangan yang melanggar UU Pemilu. Dan pencabutan hak politik dalam kasus-kasus tertentu.  “Contohnya penyelenggara yang memanipulasi hasil pemilu atau melibatkan diri dalam politik praktis,” tegasnya.

Terkait pembuktian pelanggaran TSM sangat kompleks, namun mungkin dilakukan jika ada bukti kuat seperti seperti dokumen tertulis (surat perintah, anggaran). Selain itu pihak penggugat mampu menunjukan rekaman suara/video yang menunjukkan keterlibatan.  Lalu ada saksi yang kredibel dan berani bersaksi di hadapan pengadilan atau Bawaslu dan audit forensik terhadap perangkat digital yang digunakan sebagai contoh: penyalahgunaan data. Meski demikian, pembuktian sering kali terhambat oleh kurangnya transparansi dan keberanian saksi untuk bersaksi karena adanya tekanan politik atau ancaman.

“Upaya maksimal sering dilakukan oleh Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi untuk memastikan keadilan,” tegasnya.

Sementara itu, pada malam perayaan tahun baru di Bundaran Besar Kota Palangka Raya, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran untuk calon kepala daerah untuk legowo atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

“Nanti kalau ada putusan lain dari Mahkamah Konstitusi. Hormati keputusan tersebut, jangan ada hiruk pikuk dan huru hara dan keributan. Sayangilah pembangunan yang telah kita bangun,” tegas Sugianto Sabra, Selasa (31/12/24).

Dalam kesempatan ini ia menyebut pemimpin yang terpilih inilah yang akan melanjutkan pembangunan. Baik itu gubernur dan wakil gubernur terpilih, bupati dan wakil bupati, serta Walikora dan wakil walikota terpilih inu nantinya.

Ia juga mangajak masyarakat untuk tetap menjujung persatuan. Hal ini diungkapkannya setelah melalu tahun politik pada 2024.

“Saat ini tidak ada lagi tim A dan B yang ada yang terpilih nanti yang akan melanjutkan pembangunan. Kita menaruh harapan pembangunan lebih maju lagi kepada gubernur terpilih. Dan saya meminta kepada forkopimda agar bisa turut membersamai pembangunan yang akan datang,” tegasnya.

MK akan mulai melakukan sidang terhadap permohonan sengketa pemilihan kepala daerah atau Pilkada serentak 2024 mulai 8 Januari pekan depan.

Pelaksanaan Pilkada 2024 yang digelar serentak di seluruh provinsi dan kabupaten kota, pihaknya menerima total 314 perselisihan sengketa pilkada. Dan di Kalteng sendiri ada 8 gugatan dari pemilihan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota, dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur ada satu gugatan.

Pengamat politik dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palangka Raya Hakim Syah mengatakan apapun keputusan MK atas gugatan hasil pilkada harus dihormati dan dipatuhi oleh semua pihak dengan lapang hati.

Selanjutnya ia menyebutkan paslon bisa mengambil peran lain dalam memajukan daerah. Tidak mutlak hanya jabatan eksekutif belaka.

“Apa yang akan dilakukan oleh para Paslon  setelah gagal pada konstetasi tentunya dikembalikan kepada yang bersangkutan,” tegas Hakim Syah.

Ia bermaksud menjelasja bahwa masih banyak ruang yang bisa dijadikan sebagai bentuk ikhtiar memajukan daerah. Proses pembangunan daerah yang berkelanjutan demi kesejahteraan warga Kalteng dan kemajuan daerah tentu bukan mutlak bergantung pada pemerintah daerah, namun dibutuhkan kebersamaan, komitmen, dan kolaborasi bersama multistakhikders.

“Pada calon kepala daerah yang gagal, bisa mengabdi pada hal lain. Bukan hanya terfokuskan pada jabatan kepala daerah. Karena masih banyak ruang untuk mereka turut membantu memajukan daerah,” tegasnya.

Pada konteks penyelenggaraan pemerintahan daerah tentu dibutuhkan check and balance. Hal itu baik yang dilakukan melalui fungsi-fungsi kelembagaan dewan perwakilan daerah maupun kekuatan kelompok masyarakat sipil. Sehingga koreksi terhadap kebijakan bisa diutarakan oleh mereka. (irj/ala/kpfm)

551 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.