Kesulitan Modal saat Banjir Pesanan

Berbagai macam ornamen khas Dayak diproduksi oleh Workshop Patra Craft di Kelurahan Sebaru. INSET: Abdullah Gampang menunjukkan hasil kerajinannya. (AGUS JAYA/KALTENG POS)

PALANGKA RAYA- Hasil kerajinan khas Dayak semakin terkenal dan banyak peminatnya. Mulai dari batik, ukiran kayu, maupun kerajinan lainnya. Hal ini menjadi angin segar bagi usaha pembuatan berbagai macam kerajinan khas Dayak, seperti yang ditekuni oleh Abdullah Gampang. Ia nekat beralih profesi dari buruh bangunan, lalu mengembangkan sayap usaha di bidang kerajinan ukiran kayu. 

Suara mesin bor yang dijalankan para pekerja di Workshop Patra Craft terdengar nyaring saat saya (penulis) bertandang ke bangunan yang beralamat di Perumahan Sri Rejaki II, Kelurahan Sabaru, Kecamatan Sebangau Palangka Raya, Sabtu (7/3).

Setelah bertanya tentang pemilik rumah kepada salah satu karyawan perempuan, penulis dipersilakan masuk ke ruangan tengah rumah itu. Langsung disambut oleh Abdullah Gampang selaku pemilik toko dan Workshop Patra Kraft.

“Tunggu sebentar ya Mas,” ucap pria berkacamata yang tengah sibuk membalas pesan WhatsApp yang masuk ke ponselnya. Saya pun dipersilakan untuk duduk.

Di dalam ruangan itu, tampak berbagai macam kerajinan ukiran kayu bermotif  khas Dayak. Ada kelawang, patung naga, gantungan kunci, asbak, mangkuk atau piring kayu, serta berbagai macam kerajinan kayu setengah jadi maupun yang sudah jadi. Bertebaran dan berjejer di lemari seta di ruang tengah itu.

Tak lama kemudian, pria yang biasa dipanggil Gampang ini pun selesai dengan urusannya. Pria 50 tahun itu menyambut saya dengan ramah. Obrolan pun mengalir.

Gampang menceritakan awal mula dirinya menekuni kerajinan kayu ornamen khas Dayak ini. Berawal dari mengikuti pelatihan kerajinan kayu yang diadakan oleh Pemerintah Kota Palangka Raya dan Pemerintah Provinsi Kalteng.

“Ikut pelatihan mulai tahun 2009 sampai 2011. Pada 2013 barulah mulai bisa bikin produk sendiri” kata Gampang memulai kisahnya. Dalam pelatihan itu, ia mendapat bimbingan dari instruktur asal Bali dan Jepara.

Awalnya Gampang menjalankan usaha kerajinan kayu ukiran khas Dayak dengan memanfaatkan waktu usai bekerja sebagai buruh bangunan. Saat malam hari atau saat memiliki waktu senggang, ia belajar membuat ukiran kayu khas Dayak. Lambat laun usaha ukiran yang dijalankannya semakin berkembang hingga saat ini.

Saat ditanya kenapa ia memilih menjalankan usaha kerajinan ukiran kayu motif  khas Dayak dibandingkan motif daerah lain, pria berdarah Jawa itu mengatakan bahwa pengetahuan itulah yang didapatkannya saat mengikuti pelatihan.

“Karena yang saya belajar memang motif Dayak. Kalau motif lain saya enggak tahu,” ujar pria yang mengaku tidak sempat menamatkan pendidikan SMA-nya ini sembari tertawa pelan.

Saat mengikuti pelatihan, tutur Gampang, ada instruktur yang mengatakan bahwa ukiran kayu dengan motif  lokal (khas Dayak), jika dibuat menjadi seni kerajinan, maka akan memiliki peluang besar untuk dipasarkan. Hal itulah yang memotivasinya untuk mengembangkan ukiran khas Dayak.

Diakui Gampang, saat ini kerajinan kayu yang banyak dipesan konsumen adalah berbagai bentuk  telawang, batang garing, miniatur rumah betang, ukiran bentuk  patung masyarakat Dayak, hiasan dinding khas Dayak, maupun plakat serta papan nama dengan ukiran khas Dayak.

“Terkadang ada juga pesanan furnitur dengan ukiran khas Dayak,” tambah ayah dua anak ini.

Dalam sekian tahun menjalani usaha di bidang kerajinan kayu ukiran khas Dayak, Gampang benar-benar menyadari bahwa salah satu yang menjadi kendala adalah persoalan modal usaha. Untuk menghidupi usahanya, Gampang masih mengandalkan modal hasil pembayaran dari para pemesan. Hingga saat ini pihaknya belum pernah mendapat sokongan dari dinas atau instansi terkait lingkup pemerintah daerah maupun pusat.

Dengan bermodal usaha pas-pasan, tak jarang Gampang mengalami kesulitan menghadapi pesanan konsumen dalam jumlah yang banyak.

“Kadang saya harus meminta pembayaran DP terlebih dahulu atau pelunasan untuk pengerjaan barang yang dipesan, terutama untuk membeli kayu,” ujar nya lagi.

Mengenai sumber bahan baku khusunya kayu, Gampang mengatakan, pihaknya telah memiliki galangan kayu yang menjadi langganan. Bahan baku yang diutamakan adalah kayu ulin dan benuas.

Meski masih terkatung-katung dengan urusan permodalan, Gampang tetap merasa bersyukur karena saat ini usahanya mulai dikenal luas. Selain sering mendapat pesanan perorangan dari warga Kalteng, pesanan juga datang dari luar daerah seperti Kalbar. Bahkan ada pula pesanan dari luar Pulau Kalimantan, seperti Jakarta, Bandung, dan daerah lainnya.

Untuk mengembangkan usahanya, Gampang memiliki keinginan membuka satu toko lagi. Dengan demikian, ia berharap bisa memperluas pemasaran dan penjualan produk kerajinan kayunya. “Karena dengan adanya toko, kami bisa mendapatkan informasi secara langsung dari konsumen soal kekurangan dari produk kami. Ini sangat penting untuk pengembangan usaha,” pungkasnya. (sja/ram/dar)

340 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.