Mereka yang Bangkit dari Keterpurukan setelah Bergabung di Tim Garuda INAF

Aditya Gagal Masuk Persib, Yudi Ditinggal Kekasih

SALMAN TOYIBI/JAWA POS
Timnas Garuda INAF kembali menggelar latihan setelah vakum selama 3 bulan karena pandemi Covid-19. latihan tersebut digelar dalam rangka persiapan pra Piala Asia Amputee Football 2020 Malaysia dan Piala Dunia Sepak Bola Amputasi 2022 di Polandia.

DENGAN tongkat besi sebagai tumpuan di kedua tangan, Aditya lincah menggiring bola. Kaki kirinya berhasil mengelabui dua tiga pemain lawan sekaligus.

Ketika bola sampai ke pertahanan lawan, kaki kirinya menyepak bola keras-keras ke arah gawang. Dan golll….

Sorak-sorai kegirangan pun pecah. Para pemain saling menyilangkan tongkat sebagai simbol salaman dan pelukan di tengah lapangan.

Suasana tidak kalah heboh dari luar lapangan. Para wartawan yang meliput ikut memberikan tepuk tangan meriah setiap kali tercipta gol-gol ciamik.

Begitulah keseruan di lapangan Rumah Sakit (RS) Suyoto, Bintaro, Jakarta Selatan, akhir bulan lalu. Mereka adalah pemain Tim Garuda INAF (Indonesia Amputee Football) atau perkumpulan sepak bola amputasi Indonesia yang sedang menjalani sesi latihan.

Sejak 18 Juli lalu, mereka mulai latihan kembali setelah tiga bulan terhenti karena pandemi. ”Lumayan bisa cetak enam gol,” kata Aditya kepada Jawa Pos seusai latihan.

Aditya adalah striker di Tim Garuda INAF. Selain striker, Adit –sapaan karibnya– sering kali dipasang di sejumlah posisi yang berbeda. Kadang di sayap kiri, kadang sebagai gelandang.

Pemuda 23 tahun itu piawai mengolah si kulit bundar hanya dengan mengandalkan kaki kiri. Kaki kanannya diamputasi pada Maret 2019.

Sebelumnya, pada 2014–2015, pemuda 23 tahun itu pernah menjadi bagian dari Persib Bandung U-17.

Namun, hanya sebentar dia di klub kebanggaan warga Jawa Barat tersebut. Itu setelah dia kuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung.

Kecelakaan itu bermula ketika Aditya tampil membela kampusnya dalam ajang Torabika Campus Cup 2017. Saat itu dia turun dalam laga persahabatan.

Sebagai striker yang menonjol, Aditya selalu menjadi incaran lawan sejak awal. Suatu ketika dia berhasil menggiring bola sampai ke depan mulut gawang lawan.

Sebelum berhasil menceploskan bola, kiper lawan lebih dulu maju dengan menjatuhkan badan. Sedangkan ujung sepatu kiper menyodok betis Aditya hingga mengenai tepat di tulang kering.

Kontan saja, pemuda asal Bandung itu ambruk. Seketika itu juga dia merasakan sakit dan linu yang luar biasa pada tulang kering.

Setelah dicek petugas medis pertandingan, ternyata tulang di bagian dalam sudah patah. ”Sebenarnya tidak ada luka luar. Luka dalam semua,” tuturnya.

Sayang, Aditya tidak cepat mendapat penanganan yang memadai. Bukannya dibawa ke rumah sakit, dia justru dibawa ke sangkal putung di daerahnya di Bandung.

Buntutnya, dia harus kehilangan kaki kanan. Pihak keluarga menyadari bahwa sejak awal memang sudah salah penanganan.

Cerita yang menyayat hati juga dialami Yudi Yahya. Kaki kanannya terpaksa diamputasi pada 2010 setelah mengalami kecelakaan di Ciputat, Tangerang Selatan.

Dia ditabrak truk dari belakang sehingga tulang paha kanannya patah. Saat itu juga dokter menyarankan untuk dilakukan amputasi. Sebab, jika tidak, bakteri bisa menyerang bagian tubuh yang lain.

”Saya down. Benar-benar merasa di titik nol,” ungkapnya.

Bak jatuh tertimpa tangga. Setelah diamputasi dan kehilangan kaki kanan, kekasih yang dicintai pun pergi meninggalkannya. Padahal, dalam hitungan hari mereka akan segera lamaran waktu itu.

”Setelah amputasi itu, penerimaannya sudah berbeda. Sampai dia benar-benar meninggalkan saya,” kenangnya.

Perkumpulan Sepak Bola Amputasi Indonesia resmi berdiri pada 3 Maret 2018. Sebetulnya, para inisiator sudah mulai mendiskusikan wadah tersebut jauh sebelum itu.

Persisnya mulai 2015. Namun, waktu itu belum ada keberanian untuk memulai. ”Saat itu kami masih pertimbangkan baik dan buruknya,” tutur Yudi Yahya yang juga salah seorang inisiator.

Kini organisasi itu benar-benar menjadi wadah bagi mereka yang kurang beruntung secara fisik, tetapi memiliki hobi dan kecintaan yang sama dengan sepak bola.

Mereka makin percaya diri setelah mendapat undangan dari timnas olahraga disabilitas Malaysia. Event itu berlangsung pada 29-30 Juni 2019.

Selain Indonesia dan Malaysia, pesertanya juga tim dari Nepal. Dalam ajang tersebut, Tim Garuda INAF berhasil menjadi juara II. ”Dari sana kami makin termotivasi untuk terus berlatih dan berlatih,” sambung humas Tim Garuda INAF Vicente Mariano.

Hingga kini, pihaknya sudah memiliki 25 anggota. Sebagian besar dari wilayah Jabodetabek. Juga, dari Bandung, Medan, Palembang, dan Riau. Bahkan, beberapa daerah seperti Bali dan Jember sudah membentuk tim daerah sendiri yang terafiliasi dengan Tim Garuda INAF di Jakarta.

Saat ini mereka terus menggencarkan latihan. Tim kali ini akan dipersiapkan untuk mengikuti ajang Pra Piala Asia Amputee Football di Malaysia. Kompetisi itu awalnya dijadwalkan berlangsung 2020.

Namun, karena Covid-19, diundur menjadi 2021. Kompetisi itu akan diikuti Indonesia, Malaysia, Jepang, Nepal, dan Iran. ”Target kami adalah juara,” ujar Vicente.

Yang membanggakan, kiprah Timnas Garuda INAF juga sudah diakui sebagai dalam keanggotaan World Amputee Football Federation (WAFF). Dengan menjadi anggota WAFF, Tim Garuda INAF berhak ikut dalam kontestasi di ajang piala dunia sepak bola amputasi yang digelar di Polandia pada 2022.

”Kami sangat bersyukur dengan pengakuan ini. Ternyata kehilangan anggota tubuh bukan berarti kiamat,” kata Vicente Mariano seraya tersenyum. (jawapos/kaltengpos/KPFM-101)

518 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.