Kaleidoskop 2020: KPK OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan

Tersangka Komisioner KPU Wahyu Setiawan, usai diperiksa di Gedung KPK Merah Putih, Jakarta, Rabu (15/1). Selain menjalani pemeriksaan sebagai tersangka, Wahyu juga menjalani sidang kode Etik oleh DKPP terkait kasus suap yang menjeratnya. 

JAKARTA – Memasuki awal tahun 2020, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (8/1) melakukan Operasi tangkap tangan (OTT). Dalam operasi kedap itu, lembaga antirasuah meringkus Wahyu Setiawan selaku Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ini merupakan operasi senyap kedua pada awal tahun 2020, setelah lembaga antirasuah meringkus Bupati Sidoarjo Saiful Ilah.

OTT yang meringkus Wahyu Setiawan mengejutkan publik, karena mantan Anggota KPU RI itu diringkus tidak lama setelah Indonesia menggelar pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu) pada 2019. Wahyu lantas pada Kamis, 9 Januari 2020 ditetapkan sebagai tersangka penerimaan suap terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.

Selain Wahyu, KPK juga turut menetapkan mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, mantan calon legislatif DPR RI dari PDI Perjuangan, Harun Masiku dan seorang swasta, Saeful Bahri.

Dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis (9/1), Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menyatakan, Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful senilai Rp 900 juta. Diduga uang suap tersebut diberikan agar Harun ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDI Perjuangan atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019.

Dalam proses penanganan perkara ini, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sempat diperiksa dalam proses penyidikan dan persidangan. Saat dalam proses penyidikan, KPK meminta keterangan terhadap Hasto soal aliran uang atau barang bukti suap kepada Wahyu Setiawan.

Bahkan, elite PDI Perjuangan itu juga dicecar soal pengetahuannya mengenai proses PAW. Hasto usai dilakukan pemeriksaan penyidik KPK mengklaim tidak mengetahui aliran uang kepada Wahyu Setiawan.

“Sebaiknya kita percayakan proses penegakan hukum ini,” ucap Hasto, Jumat, 24 Januari 2020 lalu.

Usai menjadi tersangka KPK, Wahyu lantas dicopot dari jabatan Komisioner KPU oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Wahyu dinilai melanggar kode etik, karena menerima suap terkait pengurusan PAW politikus PDIP Harun Masiku.

Buntut dari operasi senyap ini, sempat menimbulkan gejolak di internal KPK. Karena pada Januari 2020, jaksa penuntut umum (JPU) Yadyn Palebangan yang sejak awal menangani kasus tersebut, harus ditarik ke lembaga asalnya ke Kejaksaan Agung, padahal masa tugasnya di KPK belum selesai.

Hal serupa juga sempat dialami oleh penyidik KPK Rossa Purbo Bekti. Rossa yang juga merupakan penyidik dalam kasus pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) yang melibatkan politikus PDIP harus dipulangkan secara sepihak Mabes Polri.

Pemulangan Rossa menuai polemik, karena dilakukan secara sepihak oleh pimpinan KPK, terlebih masa tugas Rossa sebagai penyidik KPK belum selesai. Hingga akhirnya, Rossa hingga kini masih bertugas sebagai penyidik KPK.

Dalam perjalanan kasus proses PAW Anggota DPR RI fraksi PDIP, Wahyu bersama Agustiani Tio telah divonis bersalah. Wahyu Setiawan divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, karena terbukti menerima suap dari kader PDI Perjuangan, Saeful Bahri senilai Rp 600 juta.

Selain pidana penjara, Wahyu juga dijatuhkan hukuman denda senilai Rp 150 juta. Apabila tidak dibayarkan maka diganti kurungan badan selama empat bulan.

Selain itu, mantan anggota Bawaslu yang juga kader PDI Perjuangan, Agustiani Tio Fridelina divonis empat tahun penjara. Agustiani Tio juga dijatuhkan hukuman denda sebesar Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.

Kendati demikian, Majelis Hakim tidak mencabut hak untuk dipilih dalam jabatan publik atau hak politik usai menjalani pidana pokok. Namun Wahyu dan Agustiani Tio hingga kini belum dieksekusi pidana penjara, karena lembaga antirasuah mengajukan kasasi untuk kedua terdakwa.

Sementara itu, pihak swasta yang juga mantan caleg PDI Perjuangan Saeful Bahri tengah menjalani pidana penjara di Lapas Sukamiskin selama satu tahun dan delapan bulan penjara. Selain itu, diwajibkan membayar denda Rp150 juta subsidair empat bulan kurungan.

Saeful Bahri selaku kader PDIP terbukti bersalah bersama-sama dengan Harun Masiku menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan melalui mantan anggota Bawaslu yang juga kader PDIP Agustiani Tio Fridelina. Namun hingga kini, semenjak ditetapkan sebagai tersangka, Harun Masiku masih buron. (jpc/101kpfm)

470 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.