Empat Daerah Tertinggi Temuan Kasus TBC

Proses Pengobatan Enam Bulan

SUMBER : DINKES PROVINSI KALTENG

“Selama enam bulan itu mesti rutin minum obat, enggak boleh putus, mungkin karena itulah orang malas mengobati TBC, bahkan di seluruh dunia tidak ada yang sekali minum obat, seminggu, atau tiga hari, enggak bisa, harus enam bulan”

Riza Syahputra

Kepala Bidang P2P Dinkes Kalteng

PALANGKA RAYA-Penyakit tuberkulosis atau TBC yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang biasanya menyerang paru-paru, tulang, dan sebagainya masih menjadi perhatian serius. Di Kalteng masih ditemukan empat daerah dengan jumlah kasus tertinggi. Keempat daerah itu yakni Kota Palangka Raya, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kotawaringin Timur (Kotim), dan Kapuas. Kondisi ini mendorong pemerintah untuk lebih serius dalam melakukan penanganan.

“Daerah-daerah itu yang paling banyak penyebaran kasus TBC, terutama di daerah yang padat penduduk. Di empat kabupaten itu kasus TBC lumayan tinggi,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng dr Suyuti Syamsul melalui Kepala Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Riza Syahputra, Selasa (6/12).

Penyakit TBC ini tidak boleh dianggap remeh, karena sifatnya yang mudah menyebar. Dijelaskan Riza, seseorang yang dalam tubuh terdeteksi atau terdapat kuman TBC, berpotensi menularkan ke orang lain. Terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Apalagi pada daerah-daerah padat penduduk, makin mudah penularan TBC.

“Sifatnya yang mudah menyebar ini cukup berbahaya. Apalagi kalau seandainya seseorang pengidap TBC tinggal di daerah padat penduduk. Misalnya di asrama, dalam suatu kamar yang ventilasinya tidak bagus, terdapat 10-15 orang dan di antaranya ada pengidap TBC, kemungkinan besar menular ke yang lain, itulah mekanisme penularan TBC, salah satu cara penularan melalui ludah,” jelasnya.

Gejala utama pada pengidap TBC adalah batuk yang terus-menerus dan berkepanjangan dalam waktu yang lama. Misalnya selama dua minggu. Proses pemeriksaan untuk mengetahui seseorang mengidap TBC atau tidak adalah dengan menggunakan alat TCM atau tes dahak. TCM merupakan alat yang sering digunakan untuk memeriksa penyakit TBC di daerah perkotaan. Sementara tes dahak banyak digunakan di daerah-daerah pedalaman yang tidak punya fasilitas kesehatan memadai.

“Memang lebih akurat adalah metode TCM. Misalkan tinggal di pedalaman, lalu mengalami batuk yang berkepanjangan, maka segeralah ke puskesmas terdekat untuk pemeriksaan, memastikan apakah positif mengidap TBC atau tidak,” tuturnya.

Seseorang yang terindikasi mengidap TBC diimbau untuk selalu memakai masker agar meminimalkan terjadinya penularan melalui ludah. Segera menuju sarana pelayanan kesehatan terdekat jika mengalami batuk dalam jangka waktu yang cukup lama. “Ketika mengalami batuk, lalu minum obat, tapi tidak juga sembuh, maka ada kemungkinan TBC,” ucapnya.

Proses pengobatan TBC ini, lanjut Riza, tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Perlu waktu selama enam bulan untuk pengobatan. “Selama enam bulan itu mesti rutin minum obat, enggak boleh putus, mungkin karena itulah orang malas mengobati TBC, karena bahkan di seluruh dunia tidak ada yang sekali minum obat, seminggu, atau tiga hari, enggak bisa, harus enam bulan,” jelasnya.

Penyakit yang bersumber dari kuman Mycobacterium tuberculosis ini bersifat menular. Upaya pencegahan dan penanganan pun harus terus diupayakan. Meski demikian, temuan kasus TBC di Kalteng saat ini masih terbilang rendah dibandingkan daerah lain. Salah satunya karena banyak kendala yang dihadapi selama proses pendataan di lapangan, sehingga capaian target daerah untuk temuan kasus TBC di Kalteng saat ini terhitung masih sangat rendah. Belum mencapai target yang ditetapkan secara nasional.

Pemerintah pusat telah menetapkan target nasional untuk temuan kasus TBC sebesar 75 persen. Sementara itu, target minimal yang harus dicapai Provinsi Kalteng untuk temuan kasus TBC adalah 45 persen.

Menurut data terbaru penemuan kasus TBC Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng TBC per November 2022, capaian target temuan kasus TBC di Kalteng baru mencapai 31,0 persen dari target minimal yang dibidik sebesar 45 persen.

Riza pun membenarkan bahwa temuan kasus TBC di Kalteng belum memenuhi target. “Untuk temuan kasus, kalau secara nasional adalah 75 persen, tapi kita (Kalteng) masih di angka 32 persen, padahal targetnya 45 persen, tapi realisasi masih 32 persen, jadi masih kurang,” beber Riza.

Dikatakan Riza, penyebab kekurangan temuan kasus TBC dikarenakan sulitnya menjangkau daerah-daerah yang agak sulit disambangi.   

“Misalnya seperti Seruyan ya, daerah yang ter-cover di Seruyan itu hanya Kuala Pembuang sampai ke Hanau, sementara daerah lainnya, terutama di wilayah hulu, tidak ada tenaga kesehatan yang bisa menjangkau,” tuturnya.

Untuk mengatasi itu, pihaknya sudah menyiapkan relawan yang bertugas memberikan pelayanan kesehatan ke daerah-daerah yang sulit dijangkau.

Kendala lain yang dihadapi yakni petugas yang sering dipindahtugaskan, sehingga memerlukan waktu untuk adaptasi bagi petugas baru.

“Kadang-kadang petugas-petugas yang sudah dilatih untuk pelayanan TBC itu sering di-rolling atau dipindah ke daerah lain. Contohnya, di suatu kabupaten sudah kami latih para petugas, beberapa bulan kemudian orangnya sudah tidak di situ lagi, ganti orang baru. Butuh adaptasi lagi, kemudian dilatih lagi, itu juga jadi kendala,” jelasnya.

Dalam upaya mengatasi masalah ini, sudah beberapa kali memanggil pihak kabupaten/kota untuk mengimbau agar mengurangi kebijakan yang demikian. “Supaya jangan terlalu sering merotasi staf, terutama para petugas yang sudah dilatih,” ucapnya.

Berkaca dari kendala-kendala tersebut, Riza mengatakan, pihaknya akan terus mengusahakan agar pendataan yang dilakukan dapat menyeluruh, sehingga bisa mencapai target nasional dalam upaya penanganan kasus TBC lewat temuan kasus TBC di masing-masing daerah.

“Mudah-mudahan tahun depan targetnya bisa melebihi 32 atau 35 persen, masih ada waktu beberapa minggu lagi untuk mencapai itu sebelum memasuki tahun yang baru,” ungkapnya. (dan/ce/ala/kpfm)

380 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.