MAFIA TANAH
PALANGKA RAYA-Madi Goening Sius Alias Madi telah menjalani sidang perdana kasus mafia tanah. Madi didakwa bersalah dalam kasus pertanahan ini, karena menggunakan surat tanah berupa verklaring palsu untuk menguasai ratusan hektare (ha) tanah. Menanggapi dakwaan itu, penasihat hukum terdakwa mengutarakan keberatan terhadap dakwaan jaksa tersebut dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya, Rabu (12/4).
Jaksa penuntut mendakwa Madi dengan dakwaan melanggar pasal 263 ayat (1) KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat, pasal 263 ayat (2) KUHP terkait punggunaan surat palsu, dan pasal 385 ke-1 KUHP terkait perbuatan menjual tanah milik orang lain.
Menyikapi dakwaan jaksa penuntut terhadap kliennya, Mahdianoor menyatakan keberatan. Menurutnya nota dakwaan yang disampaikan penuntut umum tersebut tidak sesuai fakta hukum dan dipenuhi opini yang dibangun jaksa sendiri.
“Kami juga tidak mendapatkan uraian dalam surat dakwaan tersebut yang sesuai dengan pasal yang dituduhkan,” ucap Mahdianoor.
Yang dianggap Mahdianoor sebagai opini jaksa yakni terkait anggapan bahwa verklaring tersebut sengaja dipalsukan oleh kliennya. Padahal menurutnya, sudah jelas dalam dakwaan jaksa penuntut disebutkan bahwa veklaring tersebut didapatkan kliennya (Madi, red) dari orang tua.
“Surat veklaring itu didapat dari orang tuanya berdasarkan surat wasiat,” tutur Mahdianoor sembari menambahkan bahwa saat kliennya mendapatkan veklaring tersebut, juga sudah menempati tanah tersebut.
“Mereka sudah lebih 40 tahun tinggal di sana,” terang pengacara berkacamata ini.
Dikatakannya lebih lanjut, selama 40 tahun kliennya tinggal di wilayah Hiu Putih tersebut, tidak seorang pun yang mempersoalkan tanah di wilayah itu.
Karena itu Mahdianoor mempertanyakan mengapa baru sekarang ini, ketika wilayah Jalan Hiu Putih mulai ramai oleh permukiman warga, malah muncul banyak pihak yang mengaku sebagai pemilik tanah di wilayah tersebut.
“Ke mana saja orang yang hari ini komplain,” ucap Mahdianoor keheranan.
Mahdianoor juga menjelaskan, tanah yang diklaim kliennya berdasarkan veklaring nomor 23/1960 tersebut berada di antara Jalan Hiu Putih 21 hingga ke arah Jalan Lingkar Luar. Sedangkan tanah yang berada di wilayah Hiu Putih, yang sekarang ini dibangun perumahan pemda, serta tanah di wilayah Hiu Putih 10 sampai Hiu putih 21 yang berbatasan dengan tanah yang diklaim Madi, menurut Mahdianoor merupakan tanah milik warga atau masyarakat.
Sehingga Mahdianoor merasa heran terhadap isi dakwaan jaksa penuntut yang menyebut kliennya mengklaim tanah di wilayah kompleks perumahan pemda dengan menggunakan veklaring.
“Kalau dituduhkan terkait sertifikat di dalam kompleks perumahan pemda berdasarkan keterangan saksi mereka, itukan artinya jauh sekali dari tanah Pak Madi,” kata Mahdianoor.
Ia juga menyebut bahwa tanah yang diklaim oleh kliennya diduga masuk dalam kawasan hutan. Terbukti dengan adanya patok HPH yang dipasang persis di depan rumah anak kliennya yang bernama Nurlela.
“Kalau ada patok HPH di situ, artinya daerah itu masuk kawasan hutan produksi yang tidak dapat dikonversi,” ujarnya.
Menurut Mahdianoor, berdasarkan aturan yang berlaku, tanah-tanha yang berada dalam kawasan HPH tidak bisa diterbitkan sertifikat oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Terkait pernyataan jaksa yang menyebut bahwa sudah ada 24 sertifikat yang diterbitkan untuk tanah di kawasan HPH tersebut, Mahdianoor mengatakan pihaknya akan melaporkan kasus penerbitan sertifikat tersebut.
“Kami akan laporkan bila memang benar ada penerbitan sertifikat oleh pihak BPN untuk tanah-tanah di wilayah itu,” pungkasnya. (sja/ce/ala/kpfm)