Mediasi Ketiga Gagal Total

SUKAMARA-Mediasi antara warga Desa Kenawan, Kecamatan Permata Kecubung, Kabupaten Sukamara dengan pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Menthobi Makmur Lestari (MMaL) hingga kini belum menemui kata sepakat. Pertemuan ketiga yang digelar di Balai Desa Kenawan, Kamis (15/6) berujung buntu tanpa penyelesaian, karena pihak perusahaan Grup Maktour keberatan dengan sanksi  yang diminta pihak ahli waris.

Effendi Buhing yang ditunjuk sebagai kuasa pihak ahli waris menyampaikan, pihaknya tetap menuntut tanggung jawab perusahaan terkait perusakan makam leluhur warga setempat. Berdasarkan hasil kesepakatan para ahli waris, satu makam leluhur yang rusak akibat pembukaan lahan oleh perusahaan diganti rugi sebesar Rp200 juta. Nilai tersebut dihitung berdasarkan sanksi untuk biaya perbaikan makam, ritual adat, dan ketentuan adat lainnya yang berlaku di wilayah Desa Kenawan.

“Kami minta pertanggungjawaban PT MMaL atas penggusuran 13 makam, berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Kenawan, kami sampaikan tuntutan awal cukup besar, jumlahnya sekitar Rp2 miliar lebih,” kata Effendi Buhing, yang juga merupakan keluarga ahli waris.

Setelah dilakukan mediasi dengan pihak perusahaan, keluarga pun menyepakati untuk menurunkan tuntutan menjadi Rp706 juta lebih. Nilai tersebut sesuai dengan aturan adat Desa Kenawan. Perusahaan didenda sebanyak 40 losa, yang jika dirupiahkan senilai Rp1 juta per 1 losa.

Dengan demikian, PT MMaL diminta pertanggungjawaban dengan membayar 40 losa dikalikan dengan 13 makam yang rusak, sehingga bernilai Rp520 juta. Sementara Rp186 juta lagi merupakan tuntutan untuk acara adat dan ritual selama beberapa hari, termasuk membeli kebutuhan bahan-bahan ritual seperti babi, ayam, dan lainnya. Total keseluruhan denda senilai Rp706 juta.

“Kalau kita berbicara adat, sebenarnya tidak ada tawar-menawar lagi, mau tidak mau, suka tidak suka harus menghormati adat istiadat yang berlaku, kalaupun ada kesepakatan lain, itu hanyalah kebijakan dari ahli waris di luar tuntutan hukum adat,” jelasnya.

Effendi menegaskan bahwa nilai pertanggungjawaban yang diminta pihak ahli waris sudah final. Tidak akan ada tawar-menawar lagi dengan perusahaan. “Sebenarnya tidak ada tawar-menawar lagi, dalam hukum adat tidak ada istilah tawar-menawar, ini hanya kebijakan dari kami, bahkan kami sudah banyak mengalah dengan nilai seperti itu, artinya sudah final,” tegasnya

Menanggapi hal tersebut, pihak perusahaan menolak untuk membayar ganti rugi dengan nilai pertanggungjawaban yang disampaikan ahli waris, mereka berdalih bahwa sanksi tersebut tidak sepadan dengan yang terjadi di lapangan.

Mewakili direktur PT MMaL, Taufiq menyampaikan bahwa perusahaan belum bisa melihat titik temu penyebab kasus ini, sehingga menimbulkan kesalahpahaman atau perbedaan persepsi. Menurut mereka, kejadian yang sebenarnya adalah ketidaksengajaan yang dilakukan oleh perusahaan saat membuka lahan, bukan ada unsur kesengajaan seperti yang dituduhkan.

“Perusahaan hanya mencoba mencari kebijaksanaan terkait hal itu, karena tidak ada sedikit pun yang mendasari pihak perusahaan untuk sengaja menggusur makam tersebut, artinya kami hanya ingin mendudukkan persoalan ini atas ketidaktahuan kami, bukan kesengajaan,” sebut Taufik.

Kendati demikian, pihak perusahaan mengakui kalalaian dalam kejadian tergusurnya makam leluhur warga setempat dan meminta maaf atas kejadian itu. Persoalan ini yang sedang dicarikan titik temu penyelesaiannya antara kedua belah pihak. “Inilah yang sedang kami cari titik temu penyelesaiannya, tanpa sedikit pun niat kami untuk menawar-nawar hukum adat yang ada, hanya kami minta agar aturan itu disesuaikan dengan fakta di lapangan,” jelasnya.

Junjung Tinggi Adat Istiadat Lokal, PT MMaL Berkomitmen Merehabilitasi Makam Adat

Head of Legal PT MMaL, Ilhamd Fithriansyah berterima kasih dan mengapresiasi para pihak yang membantu menjembatani penyelesaian persoalan yang terjadi antara perusahaan dengan pihak ahli waris, baik para pemangku adat, perangkat desa, maupun para ahli waris.

“Kami meyakini upaya ini dilandasi atas rasa hormat dan pentingnya melestarikan adat istiadat, yang dalam hal ini ditemukan makam adat pada area perkebunan yang lahannya sedang dibuka oleh perusahaan,” ujarnya.

Menurutnya, pihak perusahaan punya dua prinsip utama dalam penyelesaian persoalan ini. Pertama, perusahaan beriktikad baik untuk tetap merawat dan merehabilitasi seluruh makam adat di lokasi dimaksud dalam masalah ini. Menjadi bagian dari tanggung jawab perusahaan untuk tetap melestarikan dan bahkan membuat makam-makam itu menjadi lebih layak.

Kemudian, lanjut Ilhamd, perusahaan tidak merasa dalam posisi jual beli lahan makam, terlebih makam adat, sehingga tidak sedang dalam tawar-menawar harga dengan para pihak yang mengaku sebagai ahli waris, dalam rangka meminta ganti rugi atas rusaknya permukaan makam akibat pembukaan lahan oleh perusahaan menggunakan peralatan berat.

”Kami meyakini para ahli waris juga tidak dalam posisi jual beli makam adat para leluhur yang kita hormati bersama, sehingga tidak semestinya terjadi tawar-menawar harga atas nama ganti rugi. Sebab, yang jauh lebih penting adalah makam-makam itu diberikan penghormatan setinggi-tingginya sebagai bagian dari jejak perjalanan masyarakat setempat, sehingga yang diperlukan adalah rehabilitasi supaya tetap di tempatnya sebagaimana mesti,” tutur Ilhamd.

Dalam mediasi yang dihadiri Kapolsek Permata Kecubung, Badan Permusyawaratan Desa, Dewan Adat Dayak, damang, dan kepala desa setempat, Didik selaku Camat Permata Kecubung meminta agar kedua belah pihak bisa menyelesaikan permasalah ini secara kekeluargaan tanpa harus menempuh jalur hukum positif maupun hukum adat.

“Harapan kami, permasalahan ini diselesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi seperti ini, sehingga tidak melebar ke mana-mana,” ucap camat.

Senada disampaikan Kades Kenawan, Eben Nahan. Pihaknya mendorong agar penyelesaian masalah ini dilakukan secara langsung oleh ahli waris dan pihak perusahaan. “Mediasi ini bukan satu-satunya cara, kalaupun dalam pertemuan ini tidak tercapai kesepakatan, kedua belah pihak harus bisa saling membuka diri untuk silaturahmi dan duduk bersama, karena kalau kita bicara di tempat formal seperti ini, mungkin saja tetap terbawa emosi, jadi saya minta kedua belah pihak untuk menjalin komunikasi guna membahas solusi untuk masalah ini,” tutur Eben. (lan/ce/ala/kpfm)

225 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.