Ben-Ary Keberatan atas Dakwaan Jaksa KPK

DUKUNGAN PENUH: Terdakwa Ben Brahim dan Ary Egahni mendapat dukungan dari keluarga dan sahabat selama mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (24/8). Foto: ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Setelah pada persidangan sebelumnya diikuti secara daring, Bupati Kapuas nonaktif Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni Ben Brahim akhirnya bisa mengikuti sidang secara offline. Pasangan suami istri yang terjerat kasus korupsi itu duduk sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (24/8).

Sekitar pukul 09.20 WIB, mobil tahanan dari Kejaksaan Negeri Palangka Raya yang membawa Ben dan Ary memasuki halaman Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Kedatangan kedua terdakwa disambut keluarga dan kerabat yang telah menunggu di pintu belakang gedung pengadilan. Pelukan dan ciuman diberikan keluarga kepada keduanya sesaat setelah turun dari mobil tahanan. Momen haru tersebut diabadikan oleh para awak media yang sudah menunggu untuk meliput jalannya persidangan. Kemudian keduanya digiring petugas ke ruang tahanan sementara di Pengadilan Tipikor Palangka Raya.

Di dalam ruang tahanan itu, keduanya melepaskan rompi oranye untuk bersiap mengikuti sidang. Ben dan Ary kompak mengenakan baju kemeja putih dan celana panjang hitam. Tak berapa lama kemudian, Ben dan Ary dibawa petugas memasuki ruang sidang.

Sama seperti ketika keduanya tiba, saat menuju ruang sidang, Ben dan Ary kembali mendapatkan pelukan dan jabat tangan sekaligus ucapan dukungan dari keluarga dan kerabat yang menunggu di depan maupun dalam ruang sidang. Baik Ben maupun Ary tampak terharu dengan perhatian yang diberikan keluarga dan kerabat.

Adapun agenda sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Tipikor Palangka Raya Agung Sulistyono SH MHum yakni pembacaan nota eksepsi tim penasihat hukum kedua terdakwa.

Nota eksepsi setebal 25 halaman dibacakan secara bergantian oleh tim penasihat hukum terdakwa, yakni Regginaldo Sultan, Akmal Hidayat, dan Romandus Romli. Dalam eksepsi, tim penasihat hukum menyampaikan sejumlah keberatan atas dakwaan yang tertuang dalam nota dakwaan jaksa penuntut.

Tim penasihat hukum menyebut kasus korupsi yang menjerat kliennya itu bukan kasus korupsi yang berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK, melainkan hasil pemeriksaan kasus yang dilakukan oleh KPK terhadap beberapa pihak.

“Hampir seluruh uraian kesalahan yang didakwakan kepada para terdakwa yang didakwakan oleh jaksa penuntut dalam surat dakwaan tidak berdasarkan fakta dan bertentangan dengan hasil penyelidikan,” ucap Regginaldo.

Menurut pengacara berkacamata itu, suatu surat dakwaan secara hukum seharusnya berdasarkan hasil penyelidikan, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 1 ayat 1 KUHAP yang mengatur perihal penuntutan dan pembuatan surat dakwaan.

Tim penasihat hukum juga menyebut ada perbedaan terkait penerapan pasal yang disangkakan jaksa penuntut terhadap kliennya saat proses penyelidikan di KPK dengan yang tertuang dalam surat dakwaan. Regginaldo menyebut, saat penyelidikan KPK mempersangkakan kliennya dengan tuduhan telah melanggar Pasal 12 B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana dan Pasal 12 huruf f atau Pasal 11 UU Tipikor. Sementara dalam dakwaan saat ini, jaksa penuntut menerapkan pasal yang berbeda. Terdakwa 1 (Ben Brahim) bersama-sama dengan terdakwa 2 (Ary Eghani) didakwa dengan dakwaan telah melanggar pasal sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana, dan dakwaan subsider Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Atas dasar adanya perbedaan penerapan pasal saat penyelidikan dengan saat penuntutan, penasihat hukum terdakwa beranggapan bahwa dakwaan jaksa penuntut tidak sesuai dengan aturan yang tertuang dalam Kitab Undang-Undangan Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Kami berpendapat surat dakwaan tidak memenuhi persyaratan yang diatur dalam KUHAP,” tegas Regginaldo.

Penasihat hukum terdakwa juga menyebut ada kesalahan dalam penulisan identitas lengkap dari terdakwa 2 dalam surat dakwaan jaksa. Disebutkan oleh penuntut umum bahwa seharusnya di dalam surat dakwaan jaksa tersebut, identitas diri terdakwa 2 tidak boleh hanya ditulis Ary Egahni, melainkan harus ditulis lengkap Ary Egahni Ben Brahim. Nama lengkap Ary Egahni itu sesuai dengan data pada KTP-el.

“Ini sesuai dengan bukti diri resmi yakni KTP-el yang diterbitkan oleh Kementerian Dalam Negeri RI,” kata Regginaldo.

Karena ketidaklengkapan penulisan nama terdakwa 2 dalam nota dakwaan jaksa penuntut, penasihat hukum terdakwa menilai surat dakwaan jaksa telah bertentangan dengan aturan dalam Pasal 143 KUHAP dan Pasal 197 huruf b KUHAP.

“Kekeliruan penulisan nama lengkap  terdakwa 2 dalam surat dakwaan menyebabkan surat dakwaan itu cacat formil. Dilihat dari aspek yuridis formil, permasalahan mengenai identitas terdakwa di dalam perkara pidana, seperti ketidaksesuaian antara yang tertera dalam dokumen perkara pidana dengan identitas asli, dapat mengarah ke fenomena error in persona, atau lebih jauh lagi batal demi hukum,” jelasnya.

Penasihat hukum menilai pihak jaksa penuntut telah keliru menerapkan Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana dalam dakwaan terhadap terdakwa. Karena menurut mereka, pasal tersebut mengatur terkait aturan yang mewajibkan kepada terdakwa kasus pidana korupsi untuk mengganti kerugian keuangan negara akibat suatu kasus korupsi yang sudah terjadi.

“Pasal ini bertujuan agar kerugian keuangan negara yang terjadi dalam kasus pidana korupsi dapat dipulihkan,” kata Penasehat hukum maksud dari adanya pasal 18 tersebut.

Menurut mereka, tidak jelas disebutkan dalam surat dakwaan berapa nilai kerugian keuangan negara yang diakibatkan perbuatan korupsi yang dituduhkan kepada kedua terdakwa, yang nantinya harus diganti oleh para terdakwa sesuai dengan aturan dalam pasal 18 itu. Karena ada kesalahan penerapan pasal 18 UU Tipikor kepada kedua terdakwa sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut, maka dakwaan jaksa harus dinyatakan batal demi hukum.

Selain itu, penasihat hukum terdakwa juga menyebut ada kekeliruan dan ketidaklengkapan terkait fakta dan peristiwa pidana dalam uraian dakwaan jaksa.

Di akhir kesimpulan nota eksepsi, penasihat hukum terdakwa meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor Palangka Raya menolak dakwaan yang diajukan jaksa penuntut terhadap kedua terdakwa, dengan alasan surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum.

“Memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini berkenan memberikan putusan sela, menyatakan menerima nota keberatan yang diajukan penasihat hukum untuk seluruhnya dan menyatakan surat dakwaan jaksa batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima untuk seluruhnya,” ucap Rumandus Ramli membacakan kesimpulan eksepsi.

Menanggapi eksepsi penasihat hukum terdakwa, jaksa penuntut menyebut akan memberikan jawaban secara tertulis. “Kami akan menanggapi dengan jawaban tertulis, yang mulia,” ucap Ahmad Ali Fikri Pandela dan Zaenurrofiq selaku jaksa penuntut dari KPK.

Majelis hakim pun memutuskan bahwa pembacaan tanggapan jaksa penuntut dilakukan pada sidang selanjutnya yang akan digelar Senin pekan depan. Namun pihak jaksa justru meminta waktu hingga Kamis pekan depan. Setelah berembuk menyusun jadwal, majelis hakim memutuskan sidang ditunda selama dua pekan dan akan digelar kembali pada Senin (4/9). “Sidang dilanjutkan pada hari Senin tanggal 9 September 2023 untuk agenda pembacaan tanggapan jaksa penuntut,” ucap majelis hakim. (sja/ce/ala/kpfm)

238 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.