Bappedalitbang Identifikasi Potensi Kolaborasi untuk Mendukung Penerapan Prosedur Remediasi dan Kompensasi

PALANGKA RAYA – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Provinsi Kalteng bekerja sama dengan The United States Agency for International Development Sustainable Environmental Governance Across Regions (USAID SEGAR) dan Sekretariat RSPO telah menyelenggarakan kegiatan identifikasi potensi kolaborasi antara pengelola perhutanan sosial dan sektor swasta untuk mendukung program remediasi dan kompensasi RSPO di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan. Acara ini diadakan di Best Western Hotel, Palangka Raya, pada Senin (7/8).
“Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung penerapan Prosedur Remediasi dan Kompensasi (RaCP) yang menjadi kewajiban bagi perusahaan anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO),” ungkap Kepala Bappedalitbang Provinsi Kalteng, Ir. Leonard S Ampung MM MT, kepada media setelah membuka acara tersebut.

Menurutnya, upaya ini sejalan dengan komitmen pemerintah dalam menjalankan pembangunan berkelanjutan, yang telah diatur khusus dalam Perda Nomor 6 Tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2021-2026, mengikuti visi Kalteng Makin Bermartabat, Elok, Religius, Kuat, Amanah dan Harmonis (BERKAH).
“Isu lingkungan merupakan salah satu bagian dari misi bapak gubernur, yaitu mewujudkan pembangunan berwawasan lingkungan dengan sasaran meningkatnya kualitas lingkungan hidup, dan kelapa sawit memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi di Kalteng,” tegasnya.
Dalam konteks ini, diharapkan kontribusi sub-sektor perkebunan terhadap perekonomian Kalteng semakin meningkat, dan industri kelapa sawit harus dibangun dengan pendekatan yang memprioritaskan keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
Tantangan dalam implementasi RaCP adalah kesulitan perusahaan dalam menemukan lokasi yang sesuai dan mitra yang tepat untuk mengimplementasikan kewajiban ini, serta kurangnya pengetahuan dan kapasitas perusahaan dalam menyediakan dokumen-dokumen yang memenuhi kriteria RaCP, sehingga berdampak pada proses pengkajian dan persetujuan yang memakan waktu cukup lama.
“Skema perhutanan sosial menjadi area potensial untuk mengimplementasikan RaCP dengan bekerja sama dengan kelompok pengelola perhutanan sosial,” ungkapnya.
Leonard juga berharap agar identifikasi lokasi dan mitra yang berpotensi untuk menjadi tempat penerapan RaCP oleh pengelola izin perhutanan sosial di Kabupaten Kotawaringin Barat dan Seruyan tetap dilakukan ke depan. Selain itu, ia ingin menyebarkan informasi tentang program remediasi dan kompensasi (RaCP) RSPO kepada anggota RSPO yang memiliki kewajiban RaCP, serta memfasilitasi kolaborasi antara mitra potensial dengan anggota RSPO yang memiliki kewajiban RaCP. (hms/mmc/nue/kpfm)