Melihat Karya Siswa-siswi SMAN 2 Palangka Raya Peraih Medali Emas di Korea Selatan

Siswa-siswi SMAN 2 Palangka Raya kembali mengharumkan nama bangsa. Olahan pangan lokal berbahan bawang dayak berhasil menarik perhatian dunia pada ajang World Invention Creativity Olympic (WICO) di Korea Selatan (Korsel) pada 27-29 Juli. Inovasi pangan dari bawang dayak tersebut merupakan karya Livia Isabel Apriliani dan Ramadani Zein Abdullah.
MUTOHAROH, Palangka Raya
WICO merupakan ajang olimpiade kreativitas penemuan tingkat dunia. Olimpiade itu diikuti siswa-siswi sekolah menengah atas dan mahasiswa serta perusahaan besar di dunia. Satu dari beberapa perwakilan Indonesia adalah siswa-siswi SMAN 2 Palangka Raya.
Pada ajang WICO kali ini, sekolah yang beralamat di Jalan Ahmad Yani, Palangka Raya itu mengirim Livia Isabel Apriliani dan Ramadani Zein Abdullah. Keduanya mempresentasikan penemuan mereka berupa camilan yang terbuat dari salah satu sayuran endemik Kalteng, yakni stik bawang dayak yang memang memiliki banyak manfaat. Stik bawang dayak merupakan camilan (snack) yang dapat menekan atau mengurangi rasa sakit asam urat, karena memiliki banyak kandungan flavonoid atau zat glycoside. Namun, mengonsumsi stik bawang dayak bukan berarti dapat menghilangkan asam urat yang diderita seseorang. Hasil penelitian sejauh ini, mengonsumsi stik bawang hanya dapat mengurangi dan menekan asam urat.
“Awalnya enggak kepikiran mau bikin stik bawang dayak, cuman kebetulan salah satu anggota keluargaku terkena asam urat, jadi banyak pantangan makan. Karena itulah saya pengen buat suatu makanan ringan yang bisa dimakan penderita asam urat tanpa takut penyakitnya kambuh,” ucap Livia saat ditemui di Kafe Yomi, Jalan Sisingamangaraja.
Livia mengaku berkali-kali gagal selama proses pembuatan. Namun baginya, itulah tantangan yang membuatnya makin bersemangat. Ia juga menceritakan garis besar proses pembuatan stik bawang dayak penemuannya itu. Bawang dayak yang telah dicuci bersih dipotong tipis-tipis, lalu dijemur di bawah sinar matahari. “Jika cuaca cukup panas, maka penjemuran hanya perluk waktu satu minggu. Namun jika tidak terlalu panas bahkan mendung, maka proses penjemuran bisa memakan waktu hingga dua minggu,” ujarnya.
Setelah kering, lanjut Livia, maka selanjutnya diproses hingga menjadi tepung. Bagian ini terbilang cukup melelahkan. Untuk mendapatkan tepung yang sempurna, potongan bawang dayak yang telah kering itu harus diblender hingga halus, lalu diayak beberapa kali untuk mendapatkan tepung yang benar-benar halus tanpa ada gumpalan.
“Untuk menghilangkan rasa pahit pada tepung bawang dayak, maka harus ditambahkan jenis tepung lain serta penyedap rasa untuk mengimbangi rasa pahit bawang dayak,” terangnya.
Livia juga menambahkan daun seledri untuk menambah rasa manis dan harum pada stik olahan itu. Meski telah dicampur dengan bahan lain, rasa pahit bawang dayak akan tetap terasa.
“Selama proses pembuatan sering gagal, tetapi setelah beberapa kali mencoba, akhirnya berhasil juga. Prosesnya pun cukup lama. Mulai dari menjemur, dihaluskan, lalu diayak sampai menjadi tepung,” bebernya.
“Proses penggorengan juga cukup menguras tenaga. Kalau bawang yang dijemur sekitar 15 kilogram (kg), maka kalau sudah kering kemungkinan beratnya jadi 8 atau 9 kilgramo. Belum lagi kalau sudah dicampur dengan bahan lain. Apalagi kompor yang kami pakai cuman dua, jadi perlu tenaga ekstra,” kata Livia.
“Beruntung bahan baku bawang dayak tidak kami beli, karena kebetulan orang tua Livia punya kebun yang ditanami bawang dayak. Karena bawang dayak rasanya lumayan pahit, jadi untuk mengimbangi kami tambahkan jenis tepung lain, penyedap rasa, dan daun seledri. Kan seledri itu, selain wangi, juga ada rasa manis. Jadi rasa stik bawang yang kami hasilkan akan gurih serta ada rasa manis dan pahitnya, karena emang kami enggak mau hilangin rasa pahit bahan dasarnya, baunya lumayan wangi karena sudah ditambahkan seledri,” timpal Rama.
Livia dan Rama tidak pernah membayangkan bisa menjadi yang terbaik pada perlombaan itu. Sebab, 30 menit sebelum dewan juri memulai penilaian, kondisi stan mereka cukup kacau. Dengan waktu yang terbatas itu, Livia dan Rama dibantu guru pendamping mereka Helita serta dua pendamping lainnya berupaya sebisa mungkin untuk merapikan stan. Rama yang saat itu merasa kecewa, memilih keluar dari stan setelah juri melakukan penilaian. Hingga akhir perlombaan, hasil tak kunjung diumumkan. Livia pun berpikir bahwa mereka telah gagal.
Namun tak disangka, pihak Indonesian Young Scientist Association (IYSA) sebagai lembaga yang memfasilitasi pelajar Indonesia mengembangkan potensi di bidang keilmuan di dalam negeri maupun luar negeri memanggil Livia, lalu menyerahkan medali emas kepadanya. Seakan sedang bermimpi, Livia melihat medali emas itu. Begitu pun dengan Rama.
Rama yang merupakan anak kedua dari empat bersaudara, menduga salah satu poin yang menjadi kelebihan produk tim mereka adalah keunikan stik bawang dayak. Meski hanya makanan ringan, tetapi bermanfaat menurunkan dan menekan asam urat.
Bagi Livia dan Rama, bisa mengikuti perlombaan tingkat internasional di Korea Selatan merupakan pengalaman sangat berharga dan menjadi momen yang tak terlupakan. Namun tertinggal sedikit rasa sedih di hati Livia dan Rama karena merasa ada perbedaan perlakuan yang didapatkan dibandingkan perwakilan lain dari Indonesia. Rama menceritakan, perwakilan dari provinsi lain yang mengikuti ajang ini mendapatkan perhatian sejak berangkat. Saat pulang pun disambut langsung gubernur masing-masing. Sementara mereka berangkat mengikuti lomba dengan mengandalkan dana pribadi. Sejak penelitian hingga pulang dari Korea Selatan, biaya yang sudah dikeluarkan kurang lebih Rp32,5 juta. Beruntung keduanya memiliki orang tua yang selalu mendukung, meski harus berjuang ke sana kemari untuk mendapatkan dana yang tak sedikit itu.
Namun Rama dan Livia berkeyakinan, dengan mengikuti berbagai olimpiade, kelak akan mempermudah mereka mendapatkan beasiswa dan menempuh pendidikan di universitas dan jurusan yang diminati. Apalagi saat ini mereka juga tengah mempersiapkan diri untuk masuk ke dunia pendidikan tinggi, di samping terus melakukan penelitian lebih lanjut terkait stik bawang dayak, agar bisa menjadi makanan yang benar-benar sehat dan dapat diperjualbelikan kepada masyarakat. (*/ce/ala/kpfm)