Gelar Seni Budaya Gempita Semangat Merah Putih

GELOMBANG suara tabuhan gong berpadu alunan seruling menjalar ke seisi panggung dan tribun UPT Taman Budaya Kalteng, Rabu malam (30/8). Lima wanita berdiri di belakang lima miniatur pohon, menari dengan eloknya mengikuti irama musik.
Dari balik pohon, mereka beranjak sembari menari dan membawa botol kuning berbentuk tabung. Hentak-hentak yang dibuat mereka menimbulkan semacam bunyi gemerincing dari botol, diiringi petikan musik kecapi. Kelima penari remaja yang mengenakan baju kuning liris hitam itu lantas berteriak-teriak seraya saling berhadap-hadapan.
Para penari itu kemudian berkumpul di tengah panggung. Berdiri dengan posisi berbanjar. Menari ke kanan dan ke kiri. Menggerak-gerakkan tabung sembari menampilkan gerakan tangan dan kaki yang padu dan serasi.
Dua menit berselang, mereka membentuk lingkaran sembari tetap menari. Kemudian tiga di antaranya menuju ke belakang pohon, mengganti tabung kuning dengan tongkat berwarna kuning dan hitam. Lalu disusul dua penari lain. Lantas lanjut menari menggunakan tongkat itu.
Selain menari dengan memakai atribut tongkat dan tabung, juga diselingi teriakan ceria, erangan, sergahan, seruan, dan ekspresi tertawa. Sesekali terlihat menari murni. Tak jarang juga terlihat tertawa seperti sedang bermain dengan teman. Seakan memperlihatkan permainan anak-anak desa. Tak ayal, penampilan mereka pun mendapat sambutan baik dari penonton, ditandai dengan tepukan tangan yang meriah.
Itulah penampilan anak-anak Sanggar Seni dan Budaya Hagantang Tarung. Tarian yang dibawakan itu dinamai Bangang Batengkung. Bangang Batengkung merupakan salah satu permainan tradisional yang tumbuh dan berkembang di masyarakat suku Dayak Ngaju Kalteng, khususnya di Desa Tumbang Oroi, Kecamatan Manuhing Raya, Kabupaten Gunung Mas.
Permainan tradisional ini sering dimainkan oleh anak-anak dalam keseharian mereka mengisi waktu senggang. Mengumpulkan kaleng-kaleng bekas dan memilih kayu kecil yang dianggap layak untuk dijadikan tongkat sebagai media permainan batengkong.
Menurut keterangan dari pihak sanggar yang dibacakan oleh pembawa acara, melalui tarian ini mereka ingin mengajak masyarakat untuk bersama-sama melestarikan permainan tradisional sebagai salah satu warisan budaya.
Sanggar yang sama juga membawakan satu tarian lagi, dengan judul Kameloh Tambusu. Penampilan mereka begitu memukau penonton. Dibawakan oleh para penari dewasa. Lima orang penari laki-laki dan tujuh penari perempuan.
Empat laki-laki yang mengenakan kain duduk berjongkok zig-zag, khidmat menunggu alunan musik. Menghadap ke arah penonton. Alunan musik yang terdiri dari gong dan katambung pun dimulai. Lantas mereka menari seirama dengan alunan musik. Makin cepat alunan musik, semakin cepat pula ritme menarinya.
Di belakang penari, ada panggung bertingkat yang bisa terbuka di tengahnya. Tak lama, dari balik panggung bertingkat itu, muncul sosok laki-laki berperawakan kurus sembari berteriak. Sesaat kemudian, ritme tarian dari keempat laki-laki lainnya jadi makin cepat. Mereka berkali-kali, secara simetris, memecah dan melebur. Membentuk lingkaran, berpencar, dan kembali membentuk lingkaran.
Setelah beberapa menit, seiring dengan makin pelannya irama musik dan ritme menari, bagian tengah panggung bertingkat mulai dibuka oleh dua penari laki-laki. Pada bagian tengah yang dibuka itu, muncul seorang perempuan mengenakan baju bahalai dan berselendang merah. Ia mengepakkan selendangnya.
Setelah panggung bertingkat itu dibuka lebar-lebar, rupanya di balik panggung itu ada enam sosok perempuan dengan pakaian yang sama. Masing-masing mengenakan selendang beraneka warna. Ada yang memakai selendang biru, abu-abu, kuning, hijau muda, pink, dan putih.
Penampilan selanjutnya makin memukau. Tujuh orang penari perempuan itu pun mulai turun dari panggung dan melebur dengan penari laki-laki. Bergerak simetris dan berpadu padan. Penari perempuan menonjol dengan selendang dan kegemulaian tarian, sementara penari laki-laki menonjol dengan gerakan lincah dan seruan-seruan. Sungguh penampilan yang megah.
Tarian kedua ini diangkat dari legenda Kameloh Tambusu yang menurut cerita merupakan bungsu dari tujuh bidadari kayangan. Tarian ini menceritakan kegembiraan bawi Kameloh Tambusu bersama saudari-saudarinya saat turun ke bumi untuk mandi di sebuah pemandian bernama sumur Kameloh yang terletak di Bukit Batu, Kasongan, Kabupaten Katingan.
Diceritakan oleh pembawa acara, si bungsu bernama Kameloh Tambusu memiliki paras paling menawan di antara saudari-saudarinya, sehingga memikat seorang pria bernama Hatue Pangaji dari Desa Tumbang Liti.
Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran melalui Staf Ahli Gubernur Bidang Kemasyarakatan dan SDM Suhaemi mengatakan, dalam rangka mempertahankan eksistensi kebudayaan bangsa, dibutuhkan peran serta dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat, terutama para pegiat seni dan budaya.
“Pemprov Kalteng sendiri terus berupaya dengan memberikan perhatian yang cukup besar terhadap pembinaan dan pengembangan seni budaya daerah yang merupakan bagian integral dari kebudayaan nasional,” kata Suhaemi kepada wartawan usai kegiatan.
Sebagai salah satu agenda rutin yang dilaksanakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kalteng melalui UPT Taman Budaya Kalteng, kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka peringatan ke-78 hari kemerdekaan Republik Indonesia itu diharapkan mampu memantik semangat generasi muda untuk makin mencintai dan melestarikan budaya bangsa.
Di tempat yang sama, Kepala Disbudpar Kalteng Adiah Chandra Sari melalui Kepala UPT Taman Budaya Kalteng Wildae D Binti menyebut, ada tujuh penampil yang unjuk aksi pada pergelaran seni malam itu. Yakni dari Sanggar Seni dan Budaya (SSB) Hagatang Tarung, SSB Kahanjak Huang, SSB Tut Wuri Handayani, JBNP DPD Adwindo Kalteng, Leline Line Dance, Binar Modeling, dan Paguyuban Turonggo Anom Budoyo. Pembiayaan kegiatan tersebut dibebankan pada DPA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kalteng tahun anggaran 2023.
“Semoga kegiatan kesenian seperti ini bisa menjadi sarana yang dapat mendorong dinamisasi seni sehingga lebih bermakna, yang pada gilirannya mampu meningkatkan kontribusi dalam pembangunan daerah dan dalam koridor ekonomi kreatif, dengan menempatkan seni sebagai salah satu pilar utama,” ungkapnya. (dan/ce/ram/kpfm)