Risky Dwiyan, Mencoba Bangkit setelah Terancam Lumpuh dan Gantung Sepatu di Usia Muda  

Latihan pada 14 Agustus lalu di Lapangan THOR nyaris mengakhiri karier Risky Dwiyan di lapangan hijau. Gelandang Persebaya Surabaya itu cedera tulang belakang akibat salah mendarat setelah heading.

JawaPos.com – Latihan pada 14 Agustus lalu di Lapangan THOR nyaris mengakhiri karier Risky Dwiyan di lapangan hijau. Gelandang Persebaya Surabaya itu cedera tulang belakang akibat salah mendarat setelah heading.

’’Ini kesempatan terakhir. Coba digerakkan semua bagian tubuhnya.’’ Begitu kata dokter yang menangani Risky Dwiyan di Rumah Sakit Premier, Surabaya. Jika tidak ada satu pun anggota tubuh yang bisa digerakkan, operasi besar harus dilakukan.

Hasil operasi itu hanya ada dua. Pertama, lumpuh dan tidak bisa bermain bola. Kedua, lumpuh tapi bisa sembuh dalam beberapa bulan. Mendengar itu, Gok –sapaan Risky– yang terbaring di kasur mencoba menggerakkan semua anggota tubuhnya. Takdir baik masih menaunginya.

’’Alhamdulillah telunjuk kanan saya bisa digerakkan. Operasi besar kemudian tidak jadi dilakukan,’’ ungkap pemain kelahiran 1 April 1999 itu. Gok sendiri merasa kaget. Sebab, sebelumnya, hampir semua anggota tubuhnya tidak bisa digerakkan.

’’Sampai leher pun nggak bisa gerak. Saya hanya bisa berteriak saja,’’ beber pemain 24 tahun itu.

Saking kakunya tubuh, Gok merasa tersiksa ketika dibawa ke ruangan MRI (magnetic resonance imaging). ’’Pas posisi di dalam (alat MRI) itu, saya rasanya betul-betul seperti orang yang mau meninggal. Sudah nggak bisa gerak. Sampai mata pun nggak bisa kedip,’’ ungkap Gok.

Dia sudah pasrah. Gok tidak menyangka kalau salah mendarat pada latihan 14 Agustus lalu bisa berakibat fatal. Tulang belakangnya bermasalah.

’’Pikiran saya sudah macam-macam. Apa saya bakal pensiun akibat cedera ini? Sampai waktu saya dibawa ke rumah sakit, saya minta agar orang tua saya tidak diberi tahu,’’ bebernya.

Tapi, tim medis tetap memberi tahu kedua orang tua Gok yang tinggal di Surabaya. Mereka datang dini hari (15/8). Atau selang sekitar delapan jam setelah Gok masuk Rumah Sakit Premier.

’’Pas mereka (orang tua) datang, saya menangis. Takut kalau nggak sembuh. Tapi bapak selalu menguatkan saya. Beliau yakin kalau saya bisa pulih,’’ jelas Gok.

Dukungan juga datang dari tim medis Green Force. Mereka meminta Gok untuk tetap kuat mental. ’’Teman-teman satu tim juga men-support saya. Coach Uston (Nawawi) bahkan sering telepon,’’ tutur pemain jebolan tim internal Maesa tersebut.

Dukungan itulah yang membuat Gok termotivasi untuk sembuh. Sampai-sampai dia bisa menggerakkan telunjuk kanan sekaligus menghindari operasi besar. ’’Tapi, tetap ada operasi kecil yang dilakukan,’’ ungkap pemain yang membawa Persebaya U-20 juara Elite Pro Academy (EPA) 2019 itu. Operasi langsung dilakukan pasca telunjuknya bisa digerakkan.

’’Saraf nyeri saya dimatikan. Kemudian langsung dilakukan penanganan. Alhamdulillah operasi kecil berjalan lancar,’’ terang Gok. Pascaoperasi kecil itulah, kondisinya makin membaik. Dia bisa berjalan setelah 10 hari dirawat di rumah sakit. Gok kemudian pulang ke rumah pada Selasa (29/8) lalu.

’’Kata dokter, saya tidak boleh lama beristirahat. Harus fokus penguatan agar bisa segera pulih dan kembali normal,’’ bebernya.

Karena itu, dia sudah berlatih pada Rabu (30/8) lalu. Cuma, Gok masih berlatih secara terpisah. Tim dokter terus memantau kondisi Gok. ’’Sudah mulai membaik, tapi kondisinya harus di-update terus setiap dua pekan sekali,’’ kata dokter tim Persebaya Ahmad Ridhoi.

Kini, Gok sudah bisa kembali tersenyum. Semua anggota tubuhnya bisa digerakkan dengan normal. Tapi, apakah ada rasa trauma yang dirasakan?

’’Trauma sih pasti ada ya. Tapi, saya berpegang teguh pada apa yang dibilang dokter: asal wani dan tatag, serta rutin terapi dan penguatan, saya pasti bisa pulih lagi,’’ pungkas Gok.  (jpc/kpfm)

182 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.