Soroti Kasus Sengketa Lahan Pelantaran

Eldoniel Mahar

PALANGKA RAYA-Peristiwa berdarah akibat dari sengketa tanah atau lahan pribadi yang terjadi di Pelantaran beberapa hari lalu mendapat perhatian dari kalangan politisi. Peristiwa yang menyebabkan korban jiwa tersebut sangat memprihatinkan dan menyedihkan. Hal tersebut disampaikan oleh Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kalteng Eldoniel Mahar, kemarin (17/9).

Dikatakan Eldoniel Mahar, sengketa tanah mulai marak sejak awal tahun 2000 an, dan telah berulangkali terjadi di daerah ini, di antaranya, seperti yang terjadi beberapa tahun silam, juga telah memakan korban jiwa, yaitu sengketa tanah di area Jalan G Obos dan Jalan Mahir Mahar Palangka Raya.

“Terjadinya sengketa tanah, sudah barang tentu, berawal dari adanya pihak yang berniat jahat merampas hak orang lain dengan cara melanggar perundangan yang berlaku yang umumnya dengan memanfaatkan dokumen abal abal tidak sesuai dengan peraturan, sehingga timbul konflik di masyarakat,” katanya.

“Terjadinya peristiwa yang memprihatinkan kita ini, tentu menimbulkan pertanyaan, kenapa demikian dan apa penyebabnya, menurut saya setidaknya, ada dua faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hal tersebut, pertama kelalaian dan keteledoran oknum aparat pemerintah. Salah satu biang kerok sengketa tanah adalah akibat perilaku oknum Ketua RT, Lurah, Camat yang terkesan begitu mudah menandatangani dokumen kepemilikan atas bidang bidang tanah yang sebelumnya telah lebih dulu memiliki atas hak berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) maupun sertifikat bahkan ada yang berupa putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, sebagaimana terjadi atas beberapa bidang tanah di bilangan jalan Mahir Mahar Palangka Raya,” ucapnya.

Intinya kata Eldoniel, akibat perbuatan atau keteledoran para oknum tersebut timbulah tumpang tindih surat kepemilikan tanah yang tentu sangat rawan konflik, benturan, bahkan pertumpahan darah di kalangan masyarakat.

Kemudian kedua, lemahnya proses penegakan hukum. Penyebab lain adalah penegakan hukum pidana yang lemah bagi pencuri, penjarah, penyerobot tanah yang memiliki dokumen abal abal, dimana proses hukum maupun vonis hukuman bagi para pemilik dokumen palsu tersebut relatif ringan, bahkan ada yg tidak berjalan sebagaimana mestinya, seperti terjadi pada kasus penyalahgunaan meterai dan tanda tangan pada surat tanah yang juga di bilangan Jalan Mahir Mahar, beberapa tahun lalu, dimana pemiliknya tidak pernah dihukum divonis alias tidak jelas penyelesaian hukumnya,”tuturnya.

“Ini semua berawal dari putusan sela Pengadilan Negeri yang memerintahkan agar pemilik dokumen palsu tersebut dibebaskan dan dikeluarkan dari tahanan, namun kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi yang memerintahkan melanjutkan persidangan atas kasus tersebut, namun pada kenyataannya, sampai hari ini, perintah Pengadilan Tinggi itu tidak pernah dijalankan, dan yang bersangkutan tidak pernah lagi disidang dan diadili serta tidak pernah dihukum ataupun divonis, singkatnya, dengan kata lain, pemilik dokumen palsu tersebut bebas berkeliaran meskipun Pengadilan Tinggi memerintahkan untuk mengadilinya,” ungkap Eldoniel.

Intinya kata Eldoniel, lemahnya proses penegakan hukum tidak memberi efek jera bagi kalangan pelaku kriminal pertanahan, sehingga potensi sengketa tanah akan terus bermunculan di masyarakat. Jika dua hal ini keteledoran aparat pemerintahan dan lemahnya penegakan hukum tidak segera dibenahi maka hampir dapat dipastikan sengketa tanah yang berpotensi menimbulkan pertumpahan darah akan terus marak terjadi di daerah ini.

“Untuk itu, negara dalam hal ini adalah Pemerintah Kabupaten kota, Badan Pertanahan Nasional setempat, serta aparat hukum keamanan setempat tidak boleh abai, tidak boleh lalai, tidak boleh berdiam diri, tidak boleh berpangku tangan,” tegasnya. (yan/ala/kpfm)

457 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.