Kisah Fahriansyah Menjadi Penghulu Pernikahan

Fahriansyah, salah satu penghulu di Palangka Raya yang memiliki agenda supersibuk. Selain sebagai penghulu, ia juga bertugas sebagai Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Sebangau. Kisah tentang profesinya itu diceritakan kepada Kalteng Pos.
MUTOHAROH, Palangka Raya
KOTA Palangka Raya tidak kekurangan atau berlebihan penghulu. Ada 12 orang penghulu yang tersebar di lima kecamatan. Salah satunya Fahriansyah. Sosok yang menjadi penghulu sejak 2015 lalu itu, kini bertugas sebagai kepala KUA sekaligus penghulu di Kecamatan Sebangau.
Selain menjadi penghulu, ayah dari lima orang anak itu juga mengisi keseharian dengan menjadi guru ngaji di rumahnya. Setelah selesai salat Magrib, lulusan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya itu mengajari anak-anak mengaji.
Menjadi guru memanglah keinginannya sejak lama. Namun jalan takdir tidak membawanya ke profesi sebagai guru. Meski tidak bergelar sarjana, Fahriansyah tetap ingin menjadi guru sesuai dengan cita-citanya, meski sekadar menjadi guru ngaji biasa.
“Dari dulu memang maunya jadi guru, tetapi pas mau daftar kuliah jurusan guru, tidak dapat jalurnya, tidak tahu daftarnya ke mana dan jalur apa, terus ada yang bantu mengarahkan saya untuk daftar di Fakultas Syariah sampai akhirnya lulus dan bekerja, dulu bekerja tidak langsung jadi penghulu, jadi staf biasa yang ngurus keuangan pondok, saya kan lulusan syariah, masa ngurusin keuangan, akhirnya saya coba cari suasana baru dan mengajukan diri menjadi penghulu, alhamdulillah diterima oleh atasan,” ungkap Fahriansyah.
Dikarenakan kurangnya informasi pada saat itu, pria berusia 45 tahun itu akhirnya menempuh pendidikan di Fakultas Syariah jurusan Hukum Islam. Meski begitu, laki-laki yang saat ini menjabat kepala KUA Kecamatan Sabangau itu berhasil lulus tahun 2005. Kemudian tahun 2007 bekerja sebagai staf di KUA Kecamatan Pahandut hingga 2011.
Sejak saat itu pria kelahiran tahun 1971 itu melanjutkan kariernya sebagai kasi pengelolaan keuangan pendidikan madrasah di Kantor Kementerian Agama Kota Palangka Raya, yang mengurusi keuangan serta masalah guru maupun santri. Merasa tidak sesuai dengan jurusan dan melihat ada kesempatan mencari pengalaman baru, mengajukan permohonan menjadi penghulu.
Pengajuan itu disambut baik oleh Kepala Kemenag Kota kala itu. Januari 2015 ia mengajukan untuk menjadi penghulu, lalu bulan April tahun yang sama surat keputusan (SK) penghulu disahkan. Terhitung sejak Mei 2015, Fahriansyah menjadi penghulu dan mendapat penempatan tugas pertama di KUA Kecamatan Tangkiling. Setahun berselang, ia dipindahkan ke Kecamatan Sebangau dan bertugas hingga Oktober 2019. Kemudian, pria yang juga sering mengisi ceramah di pengajian ibu-ibu itu menjadi kepala KUA Kecamatan Bukit Batu, sampai akhirnya dipindahkan lagi ke KUA Sebangau pada April 2023.
“Jadi, sebenarnya saya baru sekitar empat bulan di sini (Sebangau, red) sebagai kepala KUA,” tuturnya.
Meski saat ini bekerja sebagai penghulu merangkap kepala KUA, bukan berarti Fahriansyah melupakan cita-cita awalnya. Sembari mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai penghulu, ia juga mengajar sebagai guru ngaji untuk anak-anak dan para santri pada malam hari.
Menjadi penghulu, kata Fahriansyah, tentu memiliki banyak momen lucu yang mengundang tawa. Ada kisah yang tak terlupakan saat menikahkan pasangan pengantin. Fahriansyah bercerita, pada suatu momen pernikahan, ia membacakan ijab kabul sembari menjabat tangan pengantin pria. Namun saat tiba giliran sang pengantin menjawab, suara lantang ijab kabul justru terdengar dari mulut ayah pengantin perempuan atau calon mertua. Seketika pecah tawa dari para tamu yang hadir.
Tak hanya itu, sekitar seminggu yang lalu, ada pengalaman lain yang tak terlupakan. Saat itu, setelah mengucap ijab kabul dan dinyatakan sah menjadi pasangan suami istri, mempelai pria spontan berdiri, lalu berteriak mengucapkan kata sah berulang kali dengan raut wajah bahagia.
“Yang namanya pernikahan itu momen indah yang tentu tidak akan terlupakan. Namun yang paling saya ingat itu setahun yang lalu, saya pernah menikahkan adik sepupu istri saya. Setelah membacakan ijab kabul, lalu tiba saatnya mempelai pria menjawab, yang jawab malah ayah mempelai wanita, seketika orang-orang yang hadir di ruangan itu tertawa,” ceritanya.
Fahriansyah bukanlah sosok ayah yang mengharuskan putra-putrinya mengikuti jejaknya. Ia membiarkan anak-anak memilih jalan hidup masing-masing. Namun ayah dari lima orang anak itu berharap ada salah satu anaknya yang mau mengenyam pendidikan di pondok pesantren. “Namun ini bukan paksaan atau keharusan, hanyalah sebuah harapan seorang ayah untuk anak-anaknya,” tutupnya. (*/ce/ala/kpfm)