Produksi Sayur Berkurang, Petani Terpaksa Menaikkan Harga

Melihat Dampak Karhutla terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat Kalteng (2/Selesai)

MENANAM: Salah satu petani sayur di Kelurahan Kalampangan, Robiati (49) tengah berada di kebun sayurnya yang ditanami jagung, Minggu (15/10). Foto: AKHMAD DHANI/KALTENG POS

Petani hortikultura turut terkena imbas kabut asap karhutla yang terjadi di Kalteng akhir-akhir ini. Karena kabut asap, para petani terpaksa mengurangi aktivitas berkebun. Produksi sayur-mayur pun menurun. Otomatis harga jual di pasar meningkat. Kondisi tersebut dialami petani sayur di Kelurahan Kalampangan.

AKHMAD DHANI, Pulang Pisau

DAIHATSU Xenia putih yang saya (penulis) tumpangi berjalan santai melewati lalu lintas yang lengang di Jalan Trans Kalimantan, dalam perjalanan dari Pulang Pisau menuju Palangka Raya, Minggu petang (15/10). Di sisi kiri dan kanan jalan berdiri rumah-rumah minimalis yang sebelah-menyebelah terdapat sepetak dua petak kebun sayur seluas dua rumah tipe 36. Terlihat begitu hijau. Ditanami jagung, bayam, kangkung, kacang panjang, cabai, dan lainnya.

Sebagian masih ada tanah kosong yang tengah digarap, tetapi sudah dibuat gundukan. Di pojok kirinya ditanami singkong kristal. Robiati nampak membungkuk sembari memegang penggaruk rumput. Membersihkan akar-akar yang masih menempel di antara gundukan-gundukan tanah untuk menanam bibit jagung di atas gundukan itu.

Rumah dan kebun sayur milik Robiati persis berada di sisi kiri Jalan Trans Kalimantan arah Pulang Pisau-Palangka Raya. Masuk wilayah Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sebangau, Kota Palangka Raya. Lima meter dari jalan, berdiri rumah Robiati. Pada sisi kanan dan kiri rumahnya ada kebun sayur yang ditanami kangkung, bayam, jagung, dan singkong.

“Kabut asap yang menutupi cahaya matahari menyebabkan tanaman susah tumbuh karena proses fotosintesis terganggu,” ungkap Robiati kepada wartawan saat dikunjungi di sela-sela membersihkan kebun, Minggu (17/10).

Karhutla yang menyebabkan pekatnya kabut asap beberapa waktu lalu tak hanya mengganggu produktivitas tanaman. Wanita 49 tahun itu mengatakan, kabut asap pekat karhutla memaksa mereka mengurangi aktivitas menggarap lahan.

“Lahan di sini memang enggak ada yang terbakar, cuman asapnya sampai ke sini, jadi kami terpaksa mengurangi aktivitas berkebun,” ujarnya.

Pada kondisi normal, ia biasanya menggarap lahan tiap hari. Namun semenjak muncul kabut asap, harus menyesuaikan keadaan. Jika kabut asap sangat pekat, maka aktivitas berkebun dikurangi.

Selain karena kabut asap karhutla, kesulitan lain yang dialami adalah minimnya air. Sebelum musim kemarau, air tidak sulit didapatkan. Apalagi tak jarang turun hujan. Namun ketika memasuki musim kemarau, Robiati harus bekerja ekstra menyiram tanaman menggunakan mesim pompa air.

“Dulu-dulu enak saja menyiram tanaman, tidak perlu pakai mesim pompa air, karena ada hujan. Namun sekarang mesti pakai mesin pompa air, harus lebih ekstra bekerja, tagihan listrik juga naik,” ungkap wanita anak dua itu.

Hasil kebunnya berupa bayam, kangkung, dan singkong dijual ke Pasar Besar. Ia juga sempat menanam jagung. Hanya saja gagal panen akibat banjir yang terjadi awal tahun lalu. Robiati terpaksa menaikkan harga karena produksi yang terganggu.

“Ada kenaikan, kangkung biasanya Rp1.000, kalau kemarau naik jadi Rp2.000-2.500, naik sejak tiga bulan terakhir, begitu juga dengan bayam,” sebutnya.

Selain itu, tak jarang ditemukan tanaman mati akibat kekurangan air. Tanaman tidak bisa tumbuh semestinya. Pertumbuhan tanaman pun tidak merata.

“Ada tanaman yang tinggi, ada yang rendah, seperti kangkung, bayam, dan tanaman lain yang berbunga, kabut asap menutupi matahari sehingga tanaman susah tumbuh,” jelas istri dari Tuwuh Gunawan itu.

Robiati berharap pemerintah memastikan harga pupuk urea tetap stabil, sehingga tidak menambah beban produksi petani pada musim kemarau seperti sekarang ini.

“Pupuk-pupuk (harga, red) jangan sampai naik, supaya para petani gampang belinya, kalau bisa disubsidi untuk mencegah kenaikan,” tandasnya.

Kenaikan harga komoditas sayur akibat kemarau, sebelumnya pernah diungkapkan oleh Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Provinsi Kalteng Sunarti. Ia mengatakan, komoditas hortikultura khususnya sayur-mayur sangat terdampak saat musim kemarau.

“Komoditas hortikultura seperti kangkung, bayam, sawi, timun, kacang panjang kena dampak. Akibat kabut asap, fotosintesis tanaman terganggu, di bawahnya juga tidak ada air, makanya harga jual mahal,” beber Sunarti kepada wartawan, Kamis (5/10).

Disebutkan Sunarti, kacang panjang di pasaran kini tembus Rp30 ribu. Sementara saat musim panen, harga normalnya tak sampai Rp10 ribu. Kondisi seperti itu dialami oleh para petani hortikultura sejak pertengahan September lalu.

“Komoditas hortikultura terdampak sejak pertengahan September, saat ini pertanaman masih terus jalan, tetapi membutuhkan energi ekstra, seperti harus memompa air untuk menyirami tanaman,” jelasnya.

Adapun komoditas hortikultura di Kalteng saat ini banyak diproduksi di Kota Palangka Raya, khususnya daerah Kelurahan Kalampangan dan Bukit Tangkiling. Saat ini petani di wilayah setempat memang tetap berproduksi. Hanya saja harga jual komoditas naik drastis, karena para petani membutuhkan tenaga ekstra untuk merawat tanaman.

“Biaya produksi meningkat. Mereka (petani, red) perlu memompa air dan memerlukan tambahan BBM, sehingga tak heran kalau harga jual pun naik,” ujarnya. (*/ce/ala/kpfm)

254 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.