PALANGKA RAYA – Lagi-lagi aktivitas penambangan yang diduga ilegal terjadi di sekitar Pantai Kubu, Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah (Kalteng). Pengerukan menggunakan alat berat itu dilakukan oleh PT BK 16 dan PT BK 18.
Gerah melihat aktivitas tersebut, puluhan warga Desa Kubu melaporkan PT BK ke Bareskrim Mabes Polri, Senin (6/11). Mereka menilai aktivitas perusahaan tidak sesuai dengan perizinan yang dimilki serta melakukan penambangan di luar izin usaha pertambangan (IUP) yang dikantongi.
“Kami juga menduga kuat perusahaan melakukan pengerukan dan penambangan pasir di lahan milik warga dan penambangan di area yang masih masuk dalam kawasan HPK,” ungkap Jupri, salah satu warga, dalam rilis yang diterima Kalteng Pos.
Pada dasarnya, warga keberatan jika sumber daya alam yang dimiliki Desa Kubu dikeruk tanpa dasar dan perizinan yang jelas. Terlebih mempertimbangkan ancaman dampak buruk terhadap lingkungan ke depan.
Ia berharap laporan yang disampaikan masyarakat Desa Kubu tersebut mendapat perhatian dan tindak lanjut, baik oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun aparat penegak hukum.
Senada diutarakan Aliansyah. Laporan ke Bareskrim Mabes Polri tersebut ditandatangani oleh 48 warga Desa Kubu. Suratnya sudah dikirim dengan tembusan ke Pemkab Kobar maupun Polres Kobar. “Salah satu dasar pelaporan itu karena PT BK tidak terbuka kepada warga dalam menjalankan aktivitas.
Aryo Nugroho selaku Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya juga angkat bicara. Namun ia tidak mau mengomentari legal tidaknya aktivitas PT BK. Menurutnya, ada sejumlah tahapan untuk memastikan benar atau tidaknya PT BK melakukan pelanggaran dalam aktivitas.
“Jika memang melakukan pelanggaran, tentu ada sanksi, baik administrasi maupun pidana,” jelas Aryo dalam rilis yang diterima Kalteng Pos.
Ia menyebut, aktivitas pertambangan berhubungan erat dengan dampak lingkungan. Karena itu, harus dilihat apakah perusahaan tersebut sudah mengantongi Amdal atau belum. Terkait Amdal, lanjutnya, sebelum izin diterbitkan pihak berwenang, seharusnya masyarakat setempat sudah mengetahui dan menyetujui.
Pria yang juga menjabat Manajer Advokasi dan Pengampanyean Walhi Kalteng itu menjelaskan, apabila area yang ditambang masih termasuk dalam kawasan HPK, maka harus terlebih dahulu ada pelepasan kawasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Untuk pengajuan pelepasan kawasan HPK sendiri, dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.
“Jika benar melakukan penambangan di wilayah HPK dan belum ada pelepasan kawasan dari KLHK, maka sudah jelas tindakan tersebut merupakan pelanggaran,” tegasnya.
Terkait dugaan pelanggaran aktivitas perusahaan tersebut, ketika dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp, pihak perwakilan manajemen PT BK justru enggan berkomentar. (ram/ce/kpfm)