Diketahui setelah Ada Hasil Uji Laboratorium

Kepala BBPOM Palangka Raya
“Untuk mengetahui apakah air isi ulang itu layak dikonsumsi atau tidak, harus melewati pengujian mikroba serta pengujian logam berat dan mineral”
PALANGKA RAYA-Kesehatan air minum yang diproduksi dan dijual oleh depot air isi ulang yang ada di wilayah Kota Palangka Raya dipersoalkan. Kendati kelayakan konsumsi atas air minum sangat penting untuk diperhatikan, tetapi kesadaran pelaku usaha depot isi ulang air minum untuk menjaga kualitas air masih minim. Pemerintah melalui instansi terkait pun rutin menguji sampel air dari sejumlah depot air isi ulang. Hasilnya, beberapa di antaranya ditemukan mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit.
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Palangka Raya, Safriansyah mengungkapkan, pengawasan mutu air minum isi ulang yang dijual depot-depot dilakukan oleh dinas kesehatan (dinkes) di tiap kabupaten/kota. Pelaku industri air minum isi ulang diwajibkan menguji produknya.
“Kalau tidak salah, pengujian itu dilakukan tiap tiga bulan atau enam bulan sekali, hasilnya harus memenuhi syarat dan dipajang di depot, sebagai jaminan kalau produk itu layak dibeli dan dikonsumsi masyarakat,” beber Safriansyah kepada wartawan, Kamis (23/11).
Namun Safriansyah mengakui bahwa program tersebut belum berjalan maksimal. Masih ada industri air minum isi ulang yang sudah sekian lama tidak melakukan pengujian kualitas air yang dijual.
“Sudah lama beroperasi, tetapi kualitas airnya tidak diperiksa juga, jadi kami lakukan pengawasan dengan cara uji sampel,” sebutnya.
Produk air minum yang dihasilkan dari depot tertentu akan dilakukan uji sampling oleh BBPOM. Hasil uji laboratorium itu kemudian disampaikan ke dinas terkait yang berwenang mengeluarkan perizinan dan mengawasi kualitas atau mutu, untuk kemudian dapat menindaklanjuti hasil uji sampel itu.
“Peran kami di sini hanya membantu dalam pengujian mutu air, karena kewenangan untuk penataan air minum isi ulang dan perizinannya dipegang oleh pemerintah kabupaten/kota masing-masing,” tuturnya.
Untuk mengetahui mutu air, BBPOM berpatokan pada sejumlah indikator yang menjadi acuan bahwa air yang dijual layak dikonsumsi atau tidak. Salah satu indikator yang diutamakan adalah kandungan mikroba dalam air.
“Keracunan-keracunan pangan biasanya disebabkan oleh cemaran mikroba patogen atau mikroba penyebab penyakit. Dalam air yang dijual tidak boleh ada kadar bakteri seperti e-coli, salmonella, atau kuman lainnya penyebab penyakit. Jadi harus lulus dulu syarat itu,” jelasnya.
Selain bebas dari kandungan bakteri, air isi ulang juga harus bebas dari kandungan unsur-unsur logam berat seperti timbal dan kadmium. Mengenai itu sudah ada persyaratan-persyaratan yang ditentukan.
“Secara umum, untuk mengetahui apakah air isi ulang layak dikonsumsi atau tidak, harus melewati pengujian mikroba serta pengujian logam berat dan mineral,” ungkapnya.
Ditanya terkait data jumlah depot air minum di Palangka Raya yang belum memenuhi standar kesehatan, Safriansyah mengaku belum mengetahui secara pasti. Namun dalam beberapa temuan saat uji sampel, air yang diproduksi oleh sejumlah depot masih mengandung cemaran mikroba penyebab penyakit, terutama bakteri e-coli.
“Bakteri e-coli itu bersumber dari air dan dipengaruhi oleh kebersihan. Bisa saja sumber airnya tidak tercemar, tetapi bakteri e-coli kan bersumber dari tinja manusia, bisa juga karena cuci tangan tidak bersih habis BAB,” bebernya seraya menyebut bakteri e-coli itulah yang sering ditemukan dalam pengujian sampel air minum isi ulang dari sejumlah depot.
Di samping menguji bakteri penyebab penyakit dan kadar logam berat, pH atau derajat keasaman atas air juga dilakukan uji laboratorium. “Kalau persyaratan air minum, pH itu harus netral, tidak asam dan tidak juga basa,” ucapnya.
Karena itu, Safriansyah mengimbau para pelaku usaha air minum di Kalteng, khususnya di Kota Palangka Raya, agar memperhatikan kualitas air isi ulang yang dijual. Sebab, air merupakan kebutuhan dasar manusia. Jika air yang dikonsumsi tidak berkualitas, maka bisa menimbulkan penyakit serius di masyarakat.
“Kualitas air menjadi syarat mutlak untuk dikonsumsi. Air yang tidak sehat menjadi penyumbang terbanyak terkait dengan kejadian penyakit akibat pangan, karena biasanya bersumber dari air yang tidak higienis,” sebutnya.
Terpisah, Kepala Dinkes Kota Palangka Raya Andjar Hari Purnomo mengatakan, pemeriksaan terhadap depot air minum isi ulang di wilayah kota terbagi menjadi dua. Pertama, pemeriksaan internal yang dilakukan rutin oleh pemilik usaha atau asosiasi pengusaha.
“Pada pengusaha air minum isi ulang bisa meminta ke puskesmas, dinkes, atau laboratorium untuk memeriksa atau menguji sampel air yang dijual mereka,” kata Andjar kepada Kalteng Pos, Kamis (23/11).
Selain pemeriksaan internal, juga bisa dilakukan pemeriksaan eksternal oleh puskesmas atau dinkes, minimal enam bulan sekali. Selain itu, lanjut Andjar, terdapat juga program dari puskesmas yang memeriksa depot-depot air minum tak berizin.
“Hal ini sesuai dengan Permenkes Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Kualitas Air Minum,” tandasnya. (dan/ce/ala/kpfm)