
“Food estate jagung di Gumas itu masalah kecil, sepele, luasnya cuman 600 ha, sementara yang kami rawat se-Indonesia ada 7,3 juta ha, food estate di Gunung Mas itu hanya 0,008 persen saja dan itu masalah kecil”
Andi Amran Sulaiman
Menteri Pertanian RI
PALANGKA RAYA-Kalimantan Tengah (Kalteng) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang menjalankan program lumbung pangan atau food estate. Ada tiga kabupaten yang menjadi lokasi proyek tersebut, yakni Kabupaten Kapuas, Pulang Pisau (Pulpis), dan Gunung Mas (Gumas). Banyak kritikan tajam terkait megaproyek nasional untuk ketahanan pangan tersebut.
Menyikapi beragam kritik terkait food estate di Gumas, Menteri Pertanian (Mentan) RI Andi Amran Sulaiman menceritakan, sesaat usai dirinya dilantik menjadi Mentan RI, ia ingin agar lahan food estate di Gumas langsung ditanami komoditas jagung. Tidak perlu buang waktu untuk berdiskusi lebih lama.
“Ternyata sekarang berhasil, sekarang umur jagungnya satu bulan lebih atau 40 hari, tingginya kurang lebih 2,5 meter,” tutur Mentan RI Andi Amran Sulaiman saat melihat pameran pangan di halaman Kantor Gubernur Kalteng, Senin (11/12).
Ia menyebut, proyek food estate jagung di Gumas itu akan terus lanjutkan pihaknya. Ia mengklaim tanaman jagung di bekas lahan singkong itu tumbuh subur. Ia menegaskan bahwa masalah yang terjadi di food estate Gumas tak perlu diributkan.
“Food estate jagung di Gumas itu masalah kecil, sepele, luasnya cuman 600 ha, sementara yang kami rawat se-Indonesia ada 7,3 juta ha, food estate di Gunung Mas itu hanya 0,008 persen dan itu masalah kecil, jangan dibesar-besarkan,” tuturnya.
Amran menargetkan dalam waktu 3-6 bulan ke depan proyek food estate di Gumas berjalan baik. Komoditas yang ditanam di lahan itu bukan hanya jagung, tetapi juga ubi, sayur-mayur, dan sorgum,” bebernya.
Amran mengakui bahwa pengembangan food estate di Kalteng tidak mudah. Ada banyak tantangan. Meski demikian, ia meyakini bahwa proyek strategis nasional (PSN) itu berpotensi mampu menjadi penyangga kebutuhan pangan di ibu kota negara (IKN) Nusantara ke depannya.
“Food estate itu penting untuk mengantisipasi krisis pangan dunia. Ada yang mengatakan belum sempurna, iya. Kenapa? Karena lahan pertanian yang baru dibuka tidak bisa langsung sempurna,” ungkap Amran.
Amran menjelaskan, salah satu kendala yang dihadapi dalam pengembangan proyek food estate itu adalah pH atau derajat keasaman tanah yang rendah. Derajat keasaman dari tanah food estate di Pulpis, Kapuas, maupun Gumas sendiri memiliki pH 4. Itu terbilang rendah, karena seharusnya pH 6. Maka untuk meningkatkan pH tanah, dibutuhkan kapur dolomit.
“Hampir semua lahan di Kalimantan butuh dolomit untuk menormalkan atau menaikkan pH-nya. Sekarang yang kami tanami sudah stabil, makanya bisa bagus,” ungkap Amran.
Menurutnya, produksi beras dari Kalteng berpotensi mampu mencukupi target kebutuhan beras secara nasional. Indonesia pernah mengalami swasembada beras pada 2017, 2019, dan 2020. Karena itu, ia menargetkan Indonesia harus bisa mewujudkan lagi swasembada beras seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Kita kan sudah pernah swasembada beras, hanya saja langkah ke depan memang perlu kami tingkatkan kembali, kami kelola dengan baik, sehingga indeks pertanamannya naik,” ujar akademisi pertanian dari Universitas Hasanuddin itu.
Menurut Amran, jika proyek food estate di Kalteng tetap dilanjutkan dan digarap secara berkelanjutan, maka Indonesia bisa mencapai swasembada beras. Bahkan, di tahun keempat hingga kelima berjalannya proyek, beras dari Indonesia atas sumbangsih produksi dari Kalteng, mampu diekspor ke luar negeri.
“Targetnya tiga tahun mencapai swasembada beras, lalu tahun berikutnya kami ekspor. Tapi dengan catatan, lanjutkan program ini, kalau program food estate di lahan rawa dilanjutkan, mungkin kita sekarang sudah bisa ekspor,” ujarnya.
Terkait pengembangan food estate di Kalteng tahun depan, Amran menyebut saat ini sudah ditanami dan akan dilanjutkan. Food estate dianggap penting untuk menjaga ketahanan pangan nasional. “Bapak Presiden sudah memprediksi akan terjadi krisis pangan dunia, sehingga food estate sudah dirancang lebih awal,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran mengakui, dalam membangun kedaulatan pangan Indonesia di Kalteng, hampir pasti meninggalkan kerusakan lingkungan. Namun dampak kerusakan itu bisa diminimalkan untuk tujuan utama, yakni agar kebutuhan pangan Indonesia tidak bergantung pada negara-negara lain.
“Apapun alasannya, ada kritikan dari LSM atau NGO terhadap Pak Presiden dari kehadiran proyek itu, gubernur yang bertanggung jawab, kami ingin Kalteng ini berkontribusi bagi ketahanan pangan nasional,” katanya.
Sugianto menegaskan, selaku pemimpin daerah ia akan tegak lurus dengan keputusan Presiden RI Joko Widodo yang sudah meletakkan PSN food estate di Kalteng.
“Apapun perintah Pak Presiden, kami siap laksanakan, kami dampingi. Proyek nasional ini dibutuhkan agar pangan Indonesia berdaulat,” tambahnya.
Terpisah, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (DTPHP) Kalteng Hj Sunarti menuturkan, total lahan pertanian padi di Kalteng yang terdiri dua daerah PSN food estate, yakni Pulpis dan Kapuas, adalah seluas 62.000 ha. Puluhan ribu ha itu sudah meliputi lahan intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Sunarti menuturkan, konektivitas saluran irigasi lahan food estate padi di Kalteng, saat ini masih menjadi salah satu kendala dalam proses pengembangan food estate.
“Saluran irigasi yang jadi tanggung jawab Pemprov Kalteng belum konek dengan saluran irigasi yang jadi kewenangan Kementerian PUPR,” bebernya kepada Kalteng Pos, Senin (11/12).
Lebih lanjut ia menjelaskan, saluran irigasi yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah adalah saluran irigasi kuarter dan saluran cacing. Sementara saluran irigasi primer, sekunder, hingga tersier menjadi tanggung jawab Balai Wilayah Sungai (BWS).
“Jadi ada kalanya para petani kita butuh, tetapi mereka (BWS, red) tidak membuka pintu air dan sebagainya,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Poktan Karya Jadi, Suratman menyebut kendala dalam proses penggarapan atau penanaman padi pada lahan food estate di Pulpis sudah pasti ada. Sejauh ini petani juga menggunakan alat panen pribadi. “Itu pun jika sedang berbarengan, maka harus mengantre dan kadang kala mendapatkan giliran terakhir, terlebih lagi alat tersebut juga masih manual,” tambahnya.
Dikatakan Suratman, proyek tersebut datang tahun 2021. Yang kemudian mulai ditanami di 2022 hingga saat ini tahun 2023. “Sejauh ini sudah tiga kali penanaman. Hasil tanam pertama 1 ton per hektare, tanam kedua meningkat menjadi 1,5 ton per hektare, yang ketiga ini menjadi 2,5 ton per hektare,” bebernya. (dan/zia/ce/ala/kpfm)