Pembeli Tiket Bisa Menggugat Pihak EO
PALANGKA RAYA – Citra wisata di Kalimantan Tengah (Kalteng) sedang tercoreng, imbas batalnya gelaran sejumlah event. Wara Wiri Fest dan Bajenta Fest, dua event yang mendadak dibatalkan panitia penyelenggara. Ratusan penonton yang telanjur beli tiket merasa kecewa dan melaporkan panitia ke pihak berwajib.
Kasus ini juga menjadi sorotan sejumlah praktisi hukum di Kalteng. Dalam persoalan ini, pembeli tiket berhak mendapatkan refund atau pengembalian uang. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen atau UUPK. Seperti diungkapkan praktisi hukum, Nugraha Kalista Marsetyo.
“Pada dasarnya, pembeli tiket konser dilindungi secara hukum, salah satunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ketika konser dibatalkan, para pembeli tiket konser berhak memperoleh pengembalian uang tiket,” ucap Nugraha kepada Kalteng Pos, Minggu (21/4).
Berdasarkan Pasal 4 huruf h UUPK, lanjut Nugraha, pembeli tiket konser sebagai konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Hal itu dipertegas lagi dalam Pasal 7 huruf g UUPK, bahwa pelaku usaha wajib memberi kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai perjanjian.
“Dengan demikian, ketika seorang konsumen beli tiket konser, maka ia berhak untuk bisa menyaksikan konser yang telah ditawarkan oleh penjual tiket (promotor),” sebutnya.
Jika konser dibatalkan, pembeli tiket berhak memperoleh penggantian kembali uang yang sudah dibayarkan. Promotor wajib mengembalikan uang pembayaran tiket kepada tiap pembeli. “Apabila pengembalian uang tiket atau refund tak kunjung dibayarkan promotor, maka berlaku Pasal 45 ayat (1) UUPK, bahwa tiap pembeli tiket yang dirugikan oleh promotor konser dapat menggugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau Pengadilan Negeri,” jelasnya.
Gugatan pelanggaran pelaku usaha dapat diajukan oleh sekelompok konsumen yang punya kepentingan yang sama (class action) atau lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat dan diajukan ke pengadilan negeri. Gugatan dapat berupa perbuatan melawan hukum yang didasarkan pada pelanggaran hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha dalam UUPK.
“Selain itu, kalau ditinjau dari hukum perdata, gugatan bisa juga berupa wanprestasi jika didasarkan oleh tidak dipenuhinya prestasi berupa penyelenggaraan konser oleh promotor,” sebutnya.
Praktisi hukum lainnya, Jeffriko Seran, memberikan sejumlah saran kepada para pembeli tiket yang dirugikan. Langkah pertama, pembeli tiket bisa melakukan somasi kepada pihak event organizer (EO). Kedua, pembeli tiket bisa melakukan gugatan secara kelompok yang bisa dibantu oleh pengacara, karena EO bisa dijerat dengan beberapa undang-undang.
“Pertama dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, di situ ada beberapa pasal yang melindungi hak konsumen. Lalu, kedua ada dalam Undang-Undang Perdata Pasal 1365. Kasus ini juga ada ancaman pidananya karena dalam KUHP juga diatur,” tambahnya.
Jeffriko menilai kasus tersebut termasuk penipuan, karena ada ajakan membeli, tetapi kemudian tidak ada produknya. Ia berharap perkara itu tidak sampai ke ranah hukum. EO bisa menyelesaikan kewajiban dengan mengembalikan uang tiket.
Terpisah, Dosen Fakultas Hukum Universitas Palangka Raya (UPR), Hilyatul Asfia mengatakan bahwa pihak penyelenggara wajib memberikan kompensasi kepada konsumen.
“Pembeli tiket konser sebagai konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya,” ungkapnya saat dibincangi Kalteng Pos, Minggu (21/4).
Hal tersebut tertera jelas dalam Pasal 7 huruf g UUPK. Promotor selaku pelaku usaha wajib memberi kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai perjanjian.
Dosen muda itu menjelaskan bahwa ganti rugi yang dimaksud dapat berupa pengembalian uang yang setara nilainya.
“Berdasarkan ketentuan itu, maka pembeli tiket berhak memperoleh pengembalian uang tiket yang sudah dibayarkannya secara penuh, tidak boleh dikurangi biaya administrasi,” tegasnya.
“Apabila kompensasi tersebut belum terpenuhi, maka berlaku Pasal 45 ayat (1) UUPK, bahwa tiap pembeli tiket yang dirugikan oleh promotor konser dapat menggugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) atau pengadilan negeri,” katanya.
Lebih lanjut ia menyebut, jika uang pembelian tiket konser yang dibatalkan tidak segera dikembalikan, maka penonton dapat melakukan gugatan terhadap penyelenggara secara perdata atas dasar dilakukannya suatu perbuatan wanprestasi.
“Begitu pula jika penjual tiket tidak mengembalikan uang konsumen, maka bisa masuk dalam tindak pidana penipuan atau penggelapan dana, konsumen bisa melapor atas dasar penggelaapann atau penipuan,” tambahnya.
Jika penyelenggara konser hanya mengembalikan setengah dari uang pembelian tiket, hal itu bisa masuk kategori hukum perdata. Lalu, apabila uang tiket tidak dikembalikan 100 persen, maka termasuk tindak pidana.
“Kasus-kasus pengembalian tiket konser lebih banyak mengarah pada hukum perdata. Sebab yang dijual sebenarnya tiket konser yang murni batal terlaksana, bukan tiket konser bodong yang sedari awal diniatkan untuk menipu. Hukuman untuk kasus seperti ini bisa saja lebih dari 5 tahun penjara,” tandasnya. (dan/zia/mut/ce/ala/kpfm)