Kisah Yusuf Abdurrahman, Penghafal 30 Juz Al-Qur’an yang Penuh Inspirasi (23)

Penghafal 30 juz Al-Qur’an yang dibahas kali ini berasal dari Kabupaten Kapuas. Namanya Yusuf Abdurrahman. Sejak duduk di bangku Taman Kanak-Kanak (TK), ia sudah mengenal huruf hijaiah. Setelah memutuskan masuk pondok pesantren (ponpes), Yusuf mulai tekun menghafal Al-Qur’an.
GAZALI, Kuala Kapuas
YUSUF Abdurrahman merupakan pelajar asal Desa Anjir Serapat Km 6,7, Kecamatan Kapuas Timur, Kabupaten Kapuas. Dia adalah salah satu pelajar yang berprestasi dalam bidang keagamaan di Kabupaten Kapuas.
Pelajar yang lahir di Anjir Serapat 11 Mei 2006 lalu itu pernah meraih juara I MTQ tingkat Kabupaten Kapuas kategori 20 juz, juara III MTQ tingkat Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) tahun 2023 kategori 20 juz.
“Alhamdulillah itu (prestasi, red) bisa dicapai dengan terus belajar dan belajar,” kata Yusuf Abdurrahman mengawali perbincangan dengan Kalteng Pos, pertengahan Maret lalu.
Yusuf menuturkan, ia mulai belajar mengenal huruf hijaiah sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK). Kemudian ia belajar mengaji saat kelas 1 sekolah dasar (SD), lalu mulai menghafal Al-Qur’an sejak masuk ke pemondokan. Dimulai dari juz 30. Prosesnya menghafal adalah selama 6 tahun mengenyam pendidikan di ponpes.
“Tantangan yang paling sering muncul adalah rasa malas, ketika tengah berjuang untuk lebih mengenal dan mendalami Al-Qur’an, rasa malas itu selalu menghantui, itu disebabkan karena dosa atau maksiat yang kita lakukan, karena itu beristighfarlah untuk menghilangkan rasa malas itu,” ungkapnya.
Yusuf memang suka menghafal, karena menurutnya menghafal merupakan sebuah kenikmatan dan kesabaran. Nikmat dalam ketaatan dan sabar dalam menghadapi godaan setan. Sebab, tujuan sebenarnya menghafal bukan untuk menyelesaikan hafalan, tetapi istikamah dalam mengamalkan itu dalam kehidupan sehari-hari dan menghayatinya dalam hati.
“Di pondok, alhamdulillah tiap tahun saya ikut perlombaan MTQ, dan tiap tahun juga ponpes mengirim utusan ke perlombaan tingkat provinsi,” beber remaja yang kini tengah mengenyam pendidikan di salah satu pondok pesantren di Kalimantan Selatan (Kalsel) itu.
Dikatakan Yusuf, metode yang diterapkan di ponpes lebih mengutamakan kualitas hafalan dibandingkan kuantitas. Tiap hari ia dan para santri lainnya dituntut mengulang hafalan sebanyak 2,5 hingga 5 juz khusus untuk hafalan di atas 10 juz.
Murojaah hafalan baru dari awal bulan sampai tanggal 25 sebanyak 5 kali sehari untuk program setoran hafalan. Pagi hari menyetor murojaah hafalan baru, lalu siang hari menyetor murojaah hafalan lama. Pada sore hari menyetor murojaah hafalan baru, kemudian malamnya menyetor hafalan baru lagi. Tiap murojaah harus tepat waktu, yaitu bersamaan dengan kelima waktu salat.
“Saya menghafal Al-Qur’an memang arahan orang tua dan minat dari diri saya, sebagai umat muslim saya juga seharusnya bisa hafal Al-Qur’an,” ungkap remaja yang bercita-cita menjadi orang bermanfaat untuk umat itu.
Pada akhir perbincangan, Yusuf memberikan pesan bagi siapa saja yang berkeinginan menghafal 30 juz Al-Qur’an. Apabila menghafal tanda cinta, maka murojaah adalah tanda setia. “Kesuksesan dalam menghafal Al-Qur’an bukan pada berapa banyak ayat yang dihafal, tetapi seberapa lama kita mampu istikamah bersama Al-Qur’an,” pungkasnya. (*bersambung/ce/ala/kpfm)