UMKM Laporkan EO di Kobar ke Polisi

LBH Dorong Aparat Selidiki Kasus Dugaan Penipuan Tiket Konser

PANGKALAN BUN – Sekelompok pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Kobar melaporkan salah satu event organizer (EO) ke polisi. Pelaku UMKM dijanjikan bisa mendirikan stan saat konser NDX AX berlangsung. Namun hingga kini pelaksanaan konser itu tak kunjung ada kepastian.   

“Benar kami melaporkan salah satu EO ke Polres Kobar karena diduga melakukan penipuan, kami sudah menyetor uang, tetapi tidak ada informasi lebih lanjut,” kata Andreansyah, Rabu (24/4).

Andreansyah mengaku sudah punya kesepakatan dengan EO untuk mendapatkan tiga lapak, dengan membayar Rp3 juta. Awalnya komunikasi berjalan baik dan lancar. Bahkan dimasukkan dalam grup WA bersama pedagang lainnya. Saat mengetahui akun resmi NDX AXA merilis bahwa konser di Kalteng batal, para pedagang pun panik.

“Kami akhirnya mengkonfirmasi pihak EO melalui grup WA, kami minta uang yang sudah disetor dibalikkan,” ujarnya.

Namun sampai hari ini komunikasi buntu tanpa ada hasil. Padahal mereka sendiri masih aktif dan berada dalam grup WA. Para pedagang yang berjumlah 17 orang itu akhirnya bersepakat melaporkan ke kepolisian. Kerugian yang diderita bervariasi.

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palangka Raya mendorong agar aparat penegak hukum melakukan penyelidikan kasus di balik dua konser yang batal terselenggara di Kota Palangka Raya akhir-akhir ini. Mereka menilai, aparat penegak hukum seperti kepolisian dapat memastikan apakah ada unsur penipuan dari kedua kasus konser yang batal tersebut. Sejumlah konser batal yang dimaksud ada Bajenta Fest dan Wara Wiri Fest.

Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye LBH Palangka Raya, Sandi Jaya Prima Saragih menyebut pihaknya sangat menyayangkan kasus ini. Sebab, konser yang sudah dijanjikan akan terselenggara, justru mendadak batal tanpa ada kejelasan dari pihak panitia untuk mengembalikan uang tiket (refund).

Menurut Sandi, apabila konser yang dimaksud memang harus dibatalkan, pihak penyelenggara atau promotor harus menjamin dan mengganti biaya pembelian tiket kepada masyarakat. Karena secara hukum hubungan penyelenggara dengan masyarakat adalah produsen dan konsumen. Dalam Pasal 4 huruf h Undnag-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tertera bahwa konsumen berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

“Dalam Pasal 7 huruf F juga dipertegas bahwa promotor dalam hal ini adalah yang bertanggung jawab sebagai pelaku usaha wajib membayarkan kerugian atau penggantian barang atau jasa yang tidak sesuai dengan kesepakatan atau perjanjian,” ujar Sandi kepada Kalteng Pos, Rabu (24/4) dini hari.

Namun, pihaknya juga sempat melihat bahwa pihak promotor atau panitia sempat membuat klarifikasi di media sosial untuk mengarahkan atau menghubungi ketua panitia untuk bertanggung jawab atas mengganti kerugian konsumen. Menurut Sandi, hal ini dapat makin membuat masyarakat tidak mendapatkan kepastian haknya akan dikembalikan. Dalam kondisi tersebut, panitia seolah berusaha untuk lari dari tanggung jawab.

“Kalau pun ketua panitia membawa kabur atau melarikan uang, pihak panitia seharusnya melaporkan ke kepolisian atas kasus penggelapan, bukan menjadikan itu alasan untuk tidak bertanggung atas kerugian masyarakat,” tuturnya.

Di satu sisi, ujar Sandi, pihak kepolisian harus berani mengambil langkah untuk melakukan penyelidikan atas kasus itu untuk memastikan ada tidaknya unsur penipuan. Tak hanya pada Bajenta Fest, kejadian serupa juga pernah terjadi oleh promotor konser bertajuk Wara Wiri Fest.

“Sudah berbulan-bulan berlalu, tapi penanggung jawab Wara Wiri Fest itu juga belum melakukan kewajibannya untuk mengembalikan pergantian atau ganti rugi kepada masyarakat, perlu diselidiki apakah panitia Bajenta Fest dan Wara Wiri Fest merupakan orang yang sama atau tidak. Apabila terbukti merupakan kelompok yang sama, patut diduga bahwa itu adalah kejahatan yang direncanakan,” ujarnya.

Sementara di sisi lain, pihaknya berpendapat, pemerintah juga harus bisa mengawasi pelaku usaha atau promotor yang melakukan kegiatan konser atau penyelenggara hiburan lainnya untuk bisa menjamin hak-hak masyarakat terpenuhi, tanpa ada unsur penipuan atau kemungkinan-kemungkinan lain. (son/dan/ce/ala/kpfm)

335 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.