BMKG
PALANGKA RAYA – Cuaca panas yang melanda Indonesia akhir-akhir ini, membuat aktivitas masyarakat di luar ruangan terasa sangat tidak nyaman. Masih banyak yang beranggapan bahwa kondisi cuaca yang panas itu terjadi karena gelombang panas. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) pun meluruskan pemikiran itu. BMKG menyebut cuaca panas itu tidak berasal dari gelombang panas.
Prakirawan cuaca BMKG Palangka Raya, Lian Adriani mengungkapkan, cuaca panas yang terjadi di Indonesia belakangan dipastikan bukan karena fenomena gelombang panas, sehingga tidak berdampak ke wilayah Indonesia, termasuk Kalteng.
“Yang terjadi di Indonesia sekarang ini adalah kondisi suhu panas harian yang umum terjadi yang dikarenakan cuaca yang cerah pada siang hari, kemudian beberapa hari ini relatif lebih panas karena posisi matahari berada tepat di ekuatorial, sehingga panasnya terasa lebih menyengat,” jelas Lian saat diwawancarai Kalteng Pos, Kamis (2/5).
Menurutnya, cuaca panas yang melanda Kalteng akhir-akhir ini disebabkan oleh siklus harian cuaca yang normal. Sebab, pada bulan April-Mei matahari mulai bergerak ke arah utara, sehingga posisi matahari berada di sekitar wilayah ekuator bagian utara.
Adapun suhu udara di Kalteng sejak sepekan terakhir adalah 32-35°C. Memang pernah terjadi beberapa hari terakhir suhu panas mencapai 35°C. Suhu demikian terbilang normal.
“Suhu udara bisa dikatakan panas ekstrem jika berada di atas 3° dari rata-ratanya, kalau suhu udara berkisar 37-38°C barulah bisa dikatakan ekstrem,” jelasnya.
Saat ini wilayah Kalteng sudah memasuki musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Sehingga kondisi cuaca tidak menentu dan dapat berubah signifikan dalam waktu singkat. Dengan kondisi itu, tidak tertutup kemungkinan suhu udara akan makin meningkat, tetapi tidak sampai dalam kategori ekstrem.
“Kalau untuk sampai suhu ekstrem itu kecil kemungkinannya, tetapi kalau untuk suhu maksimum tinggi seperti 35°C mungkin saja,” tuturnya. Seperti yang terjadi pada beberapa hari lalu, di mana kondisi suhu udara di Kalteng berkisar 34-35°C.
Kalteng diprediksi akan memasuki musim kemarau pada pertengahan Juli hingga Agustus 2024. Tahun ini, lanjut Lian, musim kemarau diprediksi lebih pendek. Artinya, tidak sekering tahun sebelumnya.
Tak hanya itu, bersamaan dengan masuknya musim kemarau, juga terjadi fenomena La Nina yang berdampak pada peningkatan curah hujan. La Nina diprediksi akan aktif pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Sifat fenomena La Nina adalah lemah. Jika La Nina aktif pada musim kemarau, maka membuat musim kemarau menjadi tidak signifikan.
“Walaupun memasuki musim kemarau, wilayah Kalteng masih dipengaruhi oleh fenomena La Nina sehingga meningkatkan curah hujan. Walaupun tidak menimbulkan banjir, tetapi jika La Nina aktif pada musim kemarau, maka bisa berpotensi terjadi hujan,” tuturnya. (dan/ce/ala/kpfm)