Berbeda Cagub, Berkoalisi Usung Cabup

PALANGKA RAYA – 27 November 2024 Pilkada dilaksanakan secara serentak se-Indonesia. Termasuk di Kalimantan Tengah (Kalteng). Namun ada hal unik pada pengusungan calon kepala daerah. Yakni pengusungan calon kepala daerah pada tingkat kabupaten/kota oleh partai politik akan berbeda dengan apa yang diusung pada tingkat calon kepala daerah tingkat provinsi.

Sebagai contoh, bakal calon bupati Gunung Mas Jaya S Monong yang juga merupakan Ketua DPD Partai Golkar Gunung Mas. Selain diusung oleh Partai Golkar, Jaya juga mendapatkan rekomendasi dari Partai Demokrat sebagai calon bupati (cabup). Padahal diketahui Partai Demokrat pada pemilihan Gubernur Kalteng telah mengusung Nadalsyah sebagai calon gubernur (Cagub) berpasangan dengan Sigit K Yunianto. Sedangkan Partai Golkar telah mengusung Abdul Razak berpasangan dengan Perdie M Yoseph.

Dalam kasus ini bukan hanya terjadi di Gunung Mas saja. Ketua DPD Partai Golkar Kota Palangka Raya yang juga bakal calon wali kota Palangka Raya Fairid Naparin juga diusulkan oleh DPD Partai Demokrat Kalteng ke DPP Partai Demokrat untuk diusung. Selain itu DPP Partai Demokrat dan DPP Partai Golkar juga mengusung orang yang sama di Pilkada Sukamara. Yakni mantan Pj Bupati Sukamara Kaspinor.

Menurut pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR) Ricky Zulfauzan menyebutkan bahwa Pilkada kali ada keunikan tersendiri.

“Kalau kasusnya seperti Jaya S Monong atau dibeberapa daerah lain, mengusung calon bupati yang sama tapi berbeda pada Calon Gubenur. Dan hal itu tidak menjadi masalah karena itu domainnya berbeda,’” tegas Ricky kepada Kalteng Pos, Senin (19/8).

Namun ia menjelaskan bahwa akan terjadi permasalahan ada pada calon gubernur. Karena ada kesulitan saat koordinasi tim pemenangan. Karena adanya perbedaan partai. Sehingga menurutnya akan sulit posisi seperti Jaya S Monong untuk memenangkan calon dari partai lain.  

Sedangkankan menurut Farid Zaky pengamat politik dari Universitas Muhammad Palangka Raya (UMPR) menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan keberagaman dalam berdinamika.  Sehingga menurutnya tidak heran apabila di pusat berlawanan namun di daerah akan bergandengan.

Maka hal tersebut juga terjadi pada pemilihan gubernur dan bupati. Jadi ini merupakan implikasi terpusatnya instruksi parpol yakni DPP yang harus menentukan.

“Sehingga sampai ke bawah itu dinamikanya sangat cair, jadi para parpol itu masih sentralisasi. Kadang apa yang diinginkan oleh akar rumput itu. Sehingga Gunung Mas atau daerah lainnya juga terjadi dinamika seperti itu,” tegasnya.

Sehingga hal ini menurutnya hal yang lumrah terjadi. Bahkan daerah yang lain yang ada di Indonesia juga terjadi. Menurutnya yang terpenting adalah koalisinya jangan koalisi dangkal. Namun esensinya adalah siapapun koalisinya harus berbasis program dan kesamaan visi.

“Jangan sampai koalisi yang terbangun karena adanya kedekatan antar politikus. Tapi koalisi yang dibangun harus berdasar program dan visi yang dibangun,” tegasnya.

Terkair bagaimana pada saat kampanye berlangsung. Calon mana yang akan ditonjolkan lebih jauh lagi.

“Inilah yang dimaksud tidak ada lawan yang abadi yang ada hanya kepentingan. Jadi di level provinsi bertarung tapi di tingkat kabupaten berteman atau sebaliknya,” tegasnya. (irj/ala/kpfm)

332 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.