Kader Harus Tunjukkan Loyalitas

Menangkan Paslon yang Diusung pada Pilkada

PALANGKA RAYA – Pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak menjadi ajang kader menunjukkan loyalitas maupun militansinya sebagai penggerak mesin partai politik (parpol) dalam memenangkan jagoan yang diusung.

Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR) Farid Zaky menjelaskan, para figur berpengaruh memiliki peran dalam menggerakkan mesin parpol. “Bisa kita lihat, misalnya Partai Golkar, ketika terjadi dinamika perebutan rekomendasi dan berhasil diamankan oleh Abdul Razak. Nah, dari situ sudah bisa dilihat mesin partainya bergerak,” kata Farid Zaky, Rabu (11/9).

Menurutnya, mesin Partai Golkar cukup solid, walaupun sempat ada goncangan dari pihak lain. Partai lain yang menurutnya cukup menarik adalah PDIP. Namun, apakah basis massa PDIP tetap akan setia bersama Nadalsyah Koyem, yang notabene merupakan figur luar partai, dan bersedia menempatan kadernya pada posisi wakil gubenur. Lantas, apakah kesolidan itu sampai ke akar rumput?

Apabila terjadi tidak kesolidan dalam mesin partai, maka menurut Farid, akan terjadi pertaruhan. Menurutnya, dengan adanya empat paslon yang maju, yakni Abdul Razak-Sri Suwanto, Agustiar Sabran-Edy Pratowo, Willy M Yoseph-Habib Ismail, Nadalsyah Koyem-Supian Hadi, membuktikan sudah ada konsistensi mesin partai pengusung dari masing-masing calon.

“Berbeda kalau hanya ada dua paslon, iman bisa goyah, dan menganggap banyaknya dukungan partai merupakan aksi borong partai, karena partai politik berani mengusung calonnya sendiri, tidak terpengaruh pihak mana pun,” tuturnya.

Farid melihat bahwa saat ini keyakinan parpol terhadap calon yang diusung dalam kondisi bagus. Tinggal bagaimana saat pencoblosan nanti. Selain banyaknya calon menjadi tolok ukur kesolidan partai, beberapa partai juga tidak tertarik dengan wacana KIM Plus di Kalteng. Itu juga bagian dari konsisten partai-partai dan mesinnya dalam mengusung calon sendiri.

Selain itu, menurut Farid Zaky, tiap parpol punya cara masing-masing untuk menjaga kesolidan. Seperti surat intruksi untuk tetap mendukung paslon yanh diusung dewan pimpinan pusat (DPP).

“Tentu masing-masing partai punya mekanismes tersendiri. Misalnya, berupa imbauan atau bersifat ancaman, karena partai punya dapur masing-masing, dan itu hak partai,” tegasnya.

Sementara itu, Ricky Zulfauzan selaku pengamat politik dari Universitas Palangka Raya (UPR) berpendapat bahwa akhir-akhir ini sebagian parpol tidak maksimal bergerak memenangkan paslon. Apalagi jika paslon yang diusung bukanlah kader partai sendiri. Kemudian, para paslon mau tak mau membangun organisasi relawan, yang terkadang tidak berhubungan langsung dengan parpol.

Menurutnya, hal ini adalah fenomena yang terjadi hampir di tiap pemilu. “Bagi saya, ini bisa dikurangi dengan mengembalikan kedaulatan partai di daerah. Artinya, rekomendasi parpol pengusung tidak lagi dilakukan terpusat di DPP,” tegasnya.

Seperti inilah fenomena yang terjadi di pemilu kita. Paslon dan parpol seperti membangun relasi “beli putus”, sehingga tidak ada kesinambungan kerja sama hingga tahap lanjutan. Menurutnya, paslon yang sudah memperoleh rekomendasi, tidak perlu lagi bekerja sama dengan parpol pengusung.

“Sementara parpol pengusung di daerah tidak bisa bergerak jika tidak ada logistik yang memadai. Jika mesin partai bergerak maksimal, maka jumlah total suara perolehan gabungan parpol akan berbanding lurus dengan jumlah suara paslon. Artinya, paslon yang diusung banyak partai punya peluang lebih besar untuk menang,” pungkasnya. (irj/ce/ala/kpfm)

292 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.