Bawaslu Sebut Pemberi dan Penerima Bisa Dipidana

kpfmpalangkaraya.com, PALANGKA RAYA – Serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin legislatif dan eksekutif.
Apakah ada serangan fajar? Menurut Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat dan Humas Bawaslu Kalteng Hj Siti Wahidah, berdasarkan data KPK tahun 2019, sebanyak 72 persen pemilih menyatakan pernah menerima money politik.
Kog bisa? Penerima politik uang atau seranagn fajar itu ternyata dengan berbagai alasan, diantaranya karena faktor ekonomi, tekanan, hingga lemahnya pencegahan hukum.
“Inilah menjadi alasan mengapa politik uang itu masih kuat saat penyelenggaraan pemilu atau pilkada yang menjadi momen penting bagi bangsa Indonesia untuk memilih gubernur, bupati, dan wali kota,” ungkapnya.
Namun demikian Siti Wahidah mengingatkan masyarakat Tambun Bungai untuk tidak melakukan ataupun menerima serangan fajar. “Siapa saja yang memberi dan menerima serangan fajar sanksinya adalah dipidana, jadi sama-sama pidana hukumannya,” katanya lagi.
Siti menegaskan, sejatinya praktik serangan fajar adalah ancaman serius yang dapat menghancurkan integritas demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, ia mengajak semua pihak untuk mencegah.
Jangan sampai masyarakat mau menerima uang atau melegalkan politik uang, dengan alasan yang tidak masuk akal, seperti masih banyak yang berekonomi menengah ke bawah.
“Masyarakat tidak butuh pemimpin yang menyogok rakyatnya dengan uang dan janji-janji. Jika suaranya sudah dibeli alias dikonversi dengan uang, maka kita sudah memberikan peluang pada calon untuk menjadi pemimpin yang korup saat dia berkuasa,” ucapnya. (aza/ce/ktk/kprol/kpfm)