Antisipasi Kerawanan Pungut Hitung

kpfmpalangkaraya.com, PALANGKA RAYA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) memetakan potensi kerawanan pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024, untuk mengantisipasi gangguan/hambatan di tempat pemungutan suara (TPS) pada hari pemungutan nanti. Hasilnya, terdapat 6 indikator TPS rawan yang paling banyak terjadi, 5 indikator yang banyak terjadi, dan 13 indikator yang tidak banyak terjadi tetapi tetap perlu diantisipasi.
“Pemetaan kerawanan tersebut dilakukan terhadap 8 variabel dan 25 indikator, diambil dari sedikitnya 1.114 kelurahan/desa di 14 kabupate/kota se-Kalimantan Tengah yang melaporkan kerawanan TPS di wilayahnya,” ungkap Komisioner Bawaslu Kalteng, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Hj Siti Wahidah, Kamis (21/11/24).
Siti menjelaskan, pengambilan data TPS rawan dilakukan selama 6 hari, sejak tanggal 10 sampai dengan 15 November 2024. Ada beberapa variabel dan indikator potensi TPS rawan. Pertama, penggunaan hak pilih (DPT) yang tidak memenuhi syarat, DPTb, potensi DPK, penyelenggara pemilihan di luar domisili, pemilih disabilitas terdata dalam DPT, dan/atau riwayat PSU/PSSU). Kedua, keamanan (riwayat kekerasan, intimidasi dan/atau penolakan penyelengaraan pemungutan suara). Ketiga, politik uang. Keempat, politisasi SARA dan ujaran kebencian. Kelima, netralitas (penyelenggara pemilihan, ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa). Keenam, logistik (riwayat kerusakan, kekurangan/kelebihan, dan/atau keterlambatan). Ketujuh, lokasi TPS (sulit dijangkau, rawan konflik, rawan bencana, dekat dengan lembaga pendidikan/pabrik/pertambangan, dekat dengan rumah paslon/posko tim kampanye, dan/atau lokasi khusus). Terakhir, jaringan listrik dan internet.
Lebih lanjut dikatakan Siti, ada enam indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi. Pertama, 912 TPS yang terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar dalam DPT. Kedua, 666 TPS yang terdapat pemilih pindahan. Ketiga, 656 TPS yang terkendala jaringan internet. Keempat, 559 TPS yang terdapat pemilih DPT yang sudah tidak memenuhi syarat (meninggal dunia, alih status menjadi TNI/Polri). Kelima, 341 TPS yang terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS. Keenam, 247 TPS yang terdapat potensi pemilih memenuhi syarat, tetapi tidak terdaftar dalam DPT (potensi DPK).
“Kemudian ada lima indikator potensi TPS rawan yang banyak terjadi. Pertama, 196 TPS yang terdapat penyelenggara pemilihan yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas. Kedua, 140 TPS yang didirikan di wilayah rawan bencana (misal: banjir, tanah longsor, gempa, dll). Ketiga, 135 jumlah TPS sulit dijangkau (geografis dan cuaca). Keempat, 60 TPS di dekat wilayah kerja (pertambangan, pabrik). Kelima, 45 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih),” terang Siti.
Selanjutnya, terdapat 13 indikator potensi TPS rawan yang tidak banyak terjadi tetapi tetap perlu diantisipasi. Pertama, 29 TPS yang berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon. Kedua, 27 TPS yang memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilihan. Ketiga, 23 TPS yang memiliki riwayat logistik pemungutan dan penghitungan suara mengalami kerusakan di TPS saat pemilu. Keempat, 23 TPS yang memiliki riwayat kekurangan atau kelebihan dan bahkan tidak tersedia logistik pemungutan dan penghitungan suara saat pemilu. Kelima, 23 TPS yang terdapat riwayat pemungutan suara ulang (PSU) dan/atau penghitungan surat suara ulang (PSSU). Keenam, 20 TPS yang terdapat riwayat praktik pemberian uang atau materi lainnya yang tidak sesuai ketentuan pada masa kampanye di sekitar lokasi TPS. Ketujuh, 20 TPS di lokasi khusus. Kedelapan, 16 TPS yang memiliki riwayat keterlambatan pendistribusian logistik pemungutan dan penghitungan suara di TPS (maksimal H-1) saat pemilu. Sembilan, 15 TPS yang didirikan di wilayah rawan konflik. Sepuluh, 13 TPS yang memiliki riwayat terjadi kekerasan di TPS. Sebelas, 7 TPS yang terdapat petugas KPPS berkampanye untuk pasangan calon. Dua belas, 6 TPS yang terdapat ASN, TNI/Polri, kepala desa dan/atau perangkat desa melakukan tindakan/kegiatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon. Tiga belas, 2 TPS yang terdapat riwayat praktik menghina/menghasut di antara pemilih terkait isu agama, suku, ras, dan golongan di sekitar lokasi TPS.
Menurut Siti, pemetaan TPS rawan ini menjadi bahan bagi Bawaslu, KPU, pasangan calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau pemilihan, media dan seluruh masyarakat di seluruh wilayah Kalteng untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar, tanpa gangguan yang menghambat pemilihan yang demokratis.
“Terhadap data TPS rawan di atas, Bawaslu Kalteng melakukan strategi pencegahan, di antaranya melakukan patroli pengawasan di wilayah TPS rawan, koordinasi dan konsolidasi dengan pemangku kepentingan terkait, sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat, kolaborasi dengan pemantau pemilihan, pegiat kepemiluan, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif, dan menyediakan posko pengaduan masyarakat di tiap level yang bisa diakses masyarakat, baik offline maupun online,” ungkapnya.
“Bawaslu Kalteng bersama seluruh jajaran Bawaslu kabupaten/kota, panwas kecamatan, pengawas kelurahan/desa (PKD), hingga pengawas TPS melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” imbuhnya.
Ia juga menyampaikan, berdasarkan pemetaan TPS rawan, Bawaslu Kalteng merekomendasikan KPU untuk menyampaikan hal-hal tersebut kepada jajaran. Di antaranya, melakukan antisipasi kerawanan sebagaimana yang telah disebutkan di atas, berkoordinasi dengan seluruh stakeholder, baik pemerintah daerah, aparat penegak hukum, tokoh masyarakat, dan stakeholder lainnya untuk melakukan pencegahan terhadap kerawanan yang berpotensi terjadi di TPS, baik gangguan keamanan, netralitas, kampanye pada hari pemungutan suara, potensi bencana, keterlambatan distribusi logistik, maupun gangguan listrik dan jaringan internet.
“Kami juga memastikan proses distribusi logistik sampai ke TPS pada H-1 secara tepat (jumlah, sasaran, kualitas, waktu), melakukan layanan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan dan memprioritaskan kelompok rentan, serta mencatat data pemilih dan penggunaan hak pilih secara akurat,” ujarnya. (kom/hms/aza/ce/ktk/kpfm)