Analisis Hironimus Hilapok Tentang Wacana Pemekaran Papua

Direktur Eksekutif Papua Circle Institute, Hironimus Hilapok. Foto: Friederich Batari/JPNN.com

jpnn.comJAKARTA – Direktur Eksekutif Papua Circle Institute, Hironimus Hilapok menyampaikan beberapa catatan dan analisisnya tentang wacana pemekaran Papua.

“Kalau berbicara Papua ini kan persoalan yang besar, tetapi kami mencoba membicarakan salah satu soal yang penting dengan kemunkinan, apakah Pemekaran ini menjadi jalan untuk mencapai kesejahteraan atau tidak,” kata Hiron sapaan Hironimus Hilapok mengawali pandangannya saat diskusi dialektika demokrasi bertajuk “Pemekaran Papua: Sebuah Keniscayaan atau Petaka?” di Media Center Parlemen, Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (5/3/2020).

Selain Hiron, diskusi ini juga menghadirkan tiga pembicara yakni anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI sekaligus mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron; Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan DPOD Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Andi Bataralifu, dan Peneliti LIPI dan Koordinator Jaringan Papua Damai, Adriana Elisabeth.

Menurut Hiron, ada tiga kemungkinan kepentingan terkait pemekaran daerah. Pertama, masyarakat memang menginginkan sebuah pemekaran sehingga masyarakat melakukan gerakannya sendiri dengan didorong oleh beberapa elite.

Kedua, pemekaran itu biasa datang dari kepentingan elite sendiri. “Dari elite yang  memperjuangkan pemekaran, tanpa melihat apakah itu menjadi kebutuhan masyarakat atau tidak,” kata Hiron.

Ketiga, ada kepentingan bisnis. Menurutnya, ada kemungkinan ide pemekaran karena ada kepentingan bisnis, apakah itu kemudian diperjuangkan melalui sebuah proses yang benar atau tidak. Mengenai hal ini, kata dia, adalah tugas DPR dan pemerintah untuk menilainya.

Hiron pada bagian akhir pemaparannya, menekankan bahwa yang lebih penting adalah bagaimana orang asli Papua itu menjadi tuan di negerinya sendiri, di Tanah Papua. Kemudian orang asli Papua menjadi subjek dalam pembangunan itu.

“Kalau ditanya apakah setuju atau tidak setuju tentang pemekaran, saya pikir setuju, tetapi melalui sebuah proses dalam kerangka otonomi khusus sehingga pemekaran betul-betul dirasakan manfaatnya oleh orang asli Papua,” tegas Hiron.

Sementara itu, Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan DPOD Ditjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Andi Bataralifu mengatakan dalam konteks pemekaran daerah terdapat tiga kondisi yang perlu mendapat perhatian sampai terjadinya daerah baru. Pertama, pendekatan melalui mekanisme usulan aspirasi masyarakat. Kedua, ada pendekatan teknokratis, untuk melihat regulasi mana, persyaratan-persyaratan mana yang dipenuhi sehingga daerah itu layak untuk menjadi sebuah daerah otonom. Ketiga, pertimbangan politis itu sendiri.

Andi juga menjelaskan tentang moratorium pemekaran daerah yang terjadi sejak tahun 2014. Moratorium pemekaran daerah merupakan hasil sidang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) yang dipimpin wakil Presiden dengan anggotanya sejumlah menteri berkisar antara 9 sampai 12 menteri.

“Sidang DPOD tidak melulu membahas tentang pemekaran daerah tetapi juga membahas tentang DAK  dan banyak hal. Tetapi salah satunya adalah penataan daerah, dalam putusan sidang DPOD oleh bapak Wapres yang saat itu bapak JK memutuskan untuk menghentikan penataan daerah dan kemudian agar mengonsolidasikan ulang, apa hasil pemekaran di 223 daerah baru tersebut,” katanya.

Menurut Andi, pada tahun tahun 2020 saat ini, DPOD akan menggelar sidang dalam waktu dekat. “Sidang DPOD itu sendiri yang memutuskan apakah nantinya mempertahankan moratorium ataupun membuka keseluruhan secara selektif, itu nanti disidang setelah mempelajari hasil review, evaluasi dan kemudian hasil capaian dari daerah otonom baru yang  dibentuk sampai tahun 2014 berjumlah 223,” kata Andi.

Menurut Andi, ada beberapa pilihan selain Pemekaran yaitu penguatan kecamatan, untuk mengoptimalkan pelayanan masyarakat, tetapi dari berbagai pertimbangan dan kondisi lapangan akhirnya dipilih pemekaran. “Nah ini ungkin perkembangan di Papua,” katanya.

Peneliti LIPI Adriana Elisabeth berpendapat bahwa pemekaran atau penggabungan daerah adalah tols untuk bagaimana mendekatkan pelayanan publik dan untuk mempercepat kesejahteran masyarakat dimanapun termasuk di Papua.

“Sebetulnya pemekaran ini bukan soal baru untuk Papua, tetapi ini menjadi ramai diperbincangkan setelah pertemuan 61 tokoh Papua dengan Presiden pada September 2019. Dalam pertemuan itu, salah satu permintaan yang disampaikan adalah soal pemekaran provinsi kemudian bergulir yang kemungkinan akan ada Provinsi Papua Selatan dan Papua Tengah,” kata Adriana.

Adriana mengingatkan bahwa pro dan kontra pemekaran Papua perlu dilihat dalam konteks Papua sebagai daerah konflik. “Hal itu akan berbeda dengan melihat daerah lain yang normal,” kata Adriana yang juga Koordinator Jaringan Papua Damai ini.

Lebih lanjut, Adriana juga mengingatkan bahwa wacana pemkaran sangat berdekatan dengan UU otonomi khusus  yang juga akan direvisi. “Jadi itu harus jelas dulu sebelum pemekaran ini nantinya akan dilakukan,” katanya mengingatkan.

Oleh karena itu, Adriana mendorong untuk melakukan kajian yang lebih lengkap mengenai situasi di Papua. “Karena kalau bicara seperti berdasarkan peraturan itu semuanya ideal sekali, itu menurut saya. Tetapi realita di lapangan itu tidak se-ideal itu, nah itu menurut saya yang harus menjadi catatan.”

“Jadi bagi saya pemekaran ini bisa menjadi sebuah keniscayaan untuk Papua tetapi dengan catatan yang sangat banyak, harus ada apa evaluasi atas otonomi khusus,” kata Adriana.

Di tempat terpisah, Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI sekaligus mantan Wakil Ketua Komisi II DPR Herman Khaeron mengatakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) alias pemekaran harus melalui pengkajian yang matang, bukan karena keputusan politik.

“Tujuan utama DOB itu adalah untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi rakyat dan tentu saja menyejahterakan rakyatnya,” kata Herman Khaeron.

Herman mengingatkan jangan sampai daerah yang baru dimekarkan rakyatnya tambah miskin, pendapatan asli daerahnya (PAD) menurun dan menghabiskan anggaran untuk infrastruktur.

Oleh karena itu, politikus Demokrat yang akrab disapa Kang Hero itu meminta agar daerah yang ingin membentuk DOB itu mengkaji secara matang.(fri/jpnn)

359 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.