Diduga Cemari Sungai dan Danau, PT MUTU Angkat Bicara
PALANGKA RAYA-Terkait keberadaan beberapa perusahaan tambang batu bara di Barito Selatan (Barsel) yang diduga mencemari lingkungan, mendapat respons dari organisasi lingkungan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng). Pihaknya menyebut perlu adanya upaya pemulihan terhadap kerusakan lingkungan yang terjadi di wilayah tersebut.
Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Bayu Herinata mengungkapkan, kasus pencemaran sungai dan danau oleh perusahaan batu bara yang beroperasi di wilayah Barsel merupakan salah satu indikator buruknya tata kelola sumber daya alam (SDA) di Kalteng. Karena itu perlu dilakukan evaluasi.
“Yang pertama, harus dilakukan evaluasi, baik itu auditor pertambangan, perkebunan sawit, dan hutan, karena indikasi pencemaran lingkungan di Kalteng saat ini makin marak,” tutur Bayu kepada Kalteng Pos, Kamis (15/6).
Menurut Bayu, tiga sektor industri yang paling banyak menyebabkan pencemaran lingkungan di Kalteng adalah perkebunan sawit dengan buruknya pengelolaan limbahnya, industri pertambangan dengan dampak dari pembukaan lahan dan ekstraksi SDA-nya, lalu HTI dan HPH yang merupakan dampak dari pembukaan hutan yang dilakukan.
“Kami melihat bahwa sudah saatnya pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota melakukan evaluasi atas pemberian izin industri ekstraktif SDA,” ujar Bayu seraya menyebut bahwa pemerintah juga perlu melakukan audit lingkungan terhadap proses berjalannya perusahaan ekstraktif SDA selama ini.
Dampak dari adanya pencemaran lingkungan oleh aktivitas industri itu, lanjut Bayu, adalah rusaknya komponen-komponen lingkungan yang menjadi pendukung kehidupan atau sumber penghidupan masyarakat.
“Pendukung kehidupan yang saya maksud seperti sumber air bersih, lahan tempat mereka beraktivitas itu bisa rusak dan hilang, itu yang menurut kami dampak paling dirasakan masyarakat dari industri ekstraktif,” jelasnya.
Faktor terpenting agar persoalan ini dapat selesai adalah peran dari masyarakat sendiri. Menurut Bayu, masyarakat setempat harus menyuarakan dan melakukan upaya-upaya pelaporan atau pengaduan kepada pihak terkait, jika ada kerusakan atau pencemaran lingkungan di daerah masing-masing.
“Masyarakat dapat melapor ke Dinas Lingkungan Hidup kalau ada perusahaan-perusahaan yang terindikasi melakukan pencemaran lingkungan,” tuturnya.
Bayu mengatakan, makin hari jumlah perusahaan di Kalteng yang mencemari lingkungan karena aktivitas industrinya makin meningkat. Ia menilai tindakan pemerintah untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum masih sangat lemah.
“Dalam hal perizinan, izin-izin industri ekstraktif dari pertambangan dan kehutanan mulai kembali aktif sejak tidak ada lagi kebijakan yang memoratorium atau menunda praktik atau operasional perusahaan,” tuturnya.
Lebih lanjut ia menyebut, pemberian izin oleh pemerintah kepada perusahaan tidak diiringi dengan upaya pengawasan yang mumpuni dan reguler. Keadaan ini, lanjut Bayu, juga diperparah dengan lemahnya penegakan hukum.
“Dari sini dapat kita lihat, pemerintah hanya tanggap ketika kerusakan lingkungan sudah terjadi, ini karena lemahnya monitoring, diperparah lagi dengan lemahnya tindakan hukum,” ujarnya.
Dari kasus pencemaran lingkungan karena limbah perusahaan akhir-akhir ini, lanjut Bayu, pemerintah menempati peran yang sangat urgen di dalamnya.
“Pemerintah perlu segera melakukan evaluasi perizinan dan melakukan audit lingkungan terhadap perusahaan-perusahaan bersangkutan, jika ditemukan pelanggaran yang parah, pemerintah perlu mengambil langkah tegas seperti pencabutan izin,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Bayu, perusahaan dan pemerintah juga harus melakukan pemulihan atas kerusakan lingkungan akibat pencemaran limbah industri.
“Penting bagi perusahaan bersangkutan untuk melakukan pemulihan lingkungan, jangan hanya membebankan pemerintah, karena mereka yang harusnya bertanggung jawab atas pencemaran itu,” tandasnya.
Sementara itu, menanggapi pemberitaan terkait pencemaran air Sungai Ayuh dan Danau Tarusan di Desa Muara Singan, Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan, PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) memberikan klarifikasi terkait dugaan kontribusi perusahaan terhadap penurunan kualitas air. Raditya Prangbuana selaku Dept. Head External Relation & Community Development PT Multi Tambangjaya Utama menyebut perlu ada pemahaman yang jelas demi menghindari kesalahpahaman.
“Tanggal 9 Juni 2023, kami diundang oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Barito Selatan untuk menghadiri diskusi publik bersama beberapa perusahaan lain, pihak pemerintah kabupaten, Kecamatan Gunung Bintang Awai, perangkat desa, dan tokoh masyarakat Muara Singan. Dalam diskusi itu, masyarakat menyampaikan kekhawatiran terkait kualitas air Sungai Ayuh dan Danau Tarusan yang tidak layak lagi dikonsumsi, yang didukung oleh hasil uji laboratorium Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Barito Selatan,” ujarnya dalam rilis yang dikirim ke Kalteng Pos, Kamis (15/6).
Lebih lanjut Prangbuana menjelaskan, dugaan adanya kontribusi limbah operasional beberapa perusahaan termasuk PT Multi Tambangjaya Utama, yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air, perlu diklarifikasi.
“Saat ini lokasi kerja PT Multi Tambangjaya Utama tidak berada di sekitar aliran Sungai Ayuh maupun lingkungan Danau Tarusan, sehingga dampak operasional pertambangan kami tidak bersentuhan langsung dengan kedua sumber air itu,” jelasnya.
Dia juga menegaskan perlu adanya uji lanjutan untuk menentukan komponen pencemaran dan sumber asal pencemaran jika memang benar ada penurunan kualitas air. Sebagai pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang diatur oleh Pemerintah Republik Indonesia, PT Multi Tambangjaya Utama tunduk pada peraturan yang mengatur terkait pengelolaan lingkungan sebagai dampak dari kegiatan pertambangan.
Prangbuana menambahkan, pemerintah pusat melalui Kementerian Energi Sumber Daya dan Mineral secara rutin melakukan pengawasan terhadap kegiatan operasional pertambangan oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kontrak karya. “PT Multi Tambangjaya Utama juga menerapkan prinsip-prinsip penambangan yang baik (good mining practice) untuk meminimalkan dampak lingkungan dan sosial, baik di area pertambangan maupun wilayah sekitar, demi menjaga keberlanjutan ekosistem,” terangnya.
Selain itu, berdasarkan hasil diskusi publik yang telah terekam dalam Berita Acara Nomor: 660.2/345/VI/DLH/2023, perusahaan-perusahaan yang diduga berkontribusi terhadap penurunan kualitas air Sungai Ayuh dan Danau Tarusan diminta untuk memenuhi permohonan warga Desa Muara Singan RT 01 hingga RT 05. Permohonan tersebut berisi permintaan untuk menyediakan tandon air berkapasitas 1.200 liter beserta pompa air.
“PT Multi Tambangjaya Utama akan mempertimbangkan permohonan ini melalui program tanggung jawab sosial perusahaan, sebagai komitmen kepedulian kepada masyarakat. Dengan demikian kehadiran perusahaan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar,” pungkasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD Barsel Raden Sudarto mengaku prihatin dan meminta perusahaan yang diduga telah mencemarkan anak Sungai Singan di wilayah Kecamatan Gunung Bintang Awai (GBA) agar berhenti beroperasi sementara waktu.
Sebagai anggota legislatif, Raden meminta agar pihak perusahaan sebaiknya terlebih dahulu menyelesaikan keluhan dan tuntutan masyarakat seperti yang sudah dilakukan mediasi beberapa waktu lalu bersama Pemkab Barsel. Bahkan sudah beberapa tahun belakangan masyarakat mengeluhkan hal yang sama, yakni tercemarnya air sungai yang diduga dampak aktivitas penambangan.
“Saya menyarankan untuk segala aktivitas di sana kalau bisa istirahat dahulu, selesaikan tuntutan masyarakat, karena ini sudah bertahun-tahun, warga di sana jadi korban, harusnya pihak perusahaan mengedepankan itu, supaya tidak berlarut-larut dan malah jadi polemik besar,” ungkapnya.
Raden sangat menyayangkan jika perusahaan mengabaikan apa yang menjadi tuntutan masyarakat. Sudah sepatutnya tuntutan itu dipertimbangkan dan aktivitas perusahaan dihentikan sementara waktu hingga permintaan masyarakat itu direalisasikan.
“Pada dasarnya jangan sampai hal ini menambah polemik, kasihan masyarakat di sana, saya tegaskan secepatnya permasalahan ini dicarikan solusi, jangan mengabaikan begitu saja hak masyarakat,” cetusnya. (dan/ena/ce/ala/kpfm)