Sidang Tipikor Ben Brahim dan Ary Egahni

PALANGKA RAYA-Sidang kasus perkara tindak pidana korupsi dengan terdakwa Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni terus bergulir. Sidang kali ini beragendakan pembuktian, mendengarkan keterangan saksi dari pihak jaksa penuntut umum (JPU). Sidang yang menghadirkan sejumlah saksi tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa (12/9), dari pagi hingga petang.
Tim jaksa KPK selaku penuntut umum menghadirkan tiga orang saksi. Mereka adalah Kristian Adinata, Ady Chandra (Direktur Utama PT Rafika Jaya Persada Nusantara), dan mantan Kadis PU Kapuas Teras. Persidangan kali ini dimulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB, diselingi kali dua skors oleh majelis hakim untuk istirahat dan menunaikan salat Zuhur dan salat Asar.
Ada sejumlah keterangan dari para saksi yang cukup menarik perhatian. Di antaranya, keterangan dari saksi Kristian Adinata, mantan sopir pribadi terdakwa Ben Brahim S Bahat. Dalam kesaksiannya, Kristian Adinata mengaku pernah diperintah oleh terdakwa Ary Egahni untuk memberitahukan kepada terdakwa Ben Brahim agar secepatnya membayar uang muka (DP) kepada dua lembaga survei, yakni PT Poltracking Indonesia dan Indobarometer, guna kepentingan Ben Brahim maju pada Pilgub Kalteng 2020 lalu.
“Saya disuruh Ibu (Ary, red) untuk menyampaikan ke Bapak (Ben, red) supaya secepatnya mengirim DP untuk lembaga survei,” terang Kristian Adinata.
Adinata juga menyebut, terdakwa Ben disuruh berkoordinasi dengan sejumlah kepala perangkat daerah (PD) di lingkup Kabupaten Kapuas untuk membantu mengumpulkan dana pembayaran DP tersebut.
“Ada disebutkan siapa saja nama kepala dinasnya yang disebut terdakwa I kepada saudara?” tanya ketua majelis hakim Ahcmad Peten Silli kepada saksi.
“Kepala Dinas Pendidikan Pak Suwarno, Direktur PDAM Pak Agus, sama Kepala Dinas Kesehatan Pak Tedy,” kata saksi menyebutkan sejumlah kepala dinas yang dimaksud.
Selain itu, Adinata juga mengaku bahwa rekening pribadinya di Bank BRI Kapuas pernah digunakan untuk menampung dana transfer dari dua perusahaan.
“Seingat saya tahun 2016, saya dipanggil oleh terdakwa I (Ben, red) ke rujab, beliau tanya saya punya rekening atau enggak, saya bilang; siap, ada pak,” kata Adinata.
“Jadi rekening saudara itu digunakan untuk menampung dana masuk?” tanya ketua majelis hakim.
“Betul pak,” jawab saksi.
Lebih lanjut dikatakan Adinata, terdakwa Ben lalu mengatakan bahwa pada awal Januari 2017 akan ada sejumlah dana yang dikirim oleh dua perusahaan perusahaan, yang kemudian diketahui adalah PT GAL dan PT Dwi Warna Karya.
Adapun dana yang ditransfer kedua perusahaan tersebut yakni Rp75 juta dan Rp40 juta tiap bulan, selama kurang lebih 7 hingga 10 bulan.
Dikatakan Adinata, setelah uang itu ditransfer, kemudian sebagian digunakan untuk beberapa keperluan pribadi terdakwa Ben dan Ary, sesuai dengan arahan terdakwa Ben lewat ajudannya saat itu, Eko Darmaputra.
“Lewat ajudan, beliau sampaikan kalau ada untuk keperluan keluarga dipotong dari situ,” terang Adinata.
Sementara, sisa uang lainnya diserahkan Adinata ke Ben Brahim melalui ajudannya. “Selainnya langsung dikasih ke ajudan,” terangnya.
Hakim sempat bertanya kepada saksi apakah pernah menyerahkan secara langsung uang tersebut kepada kedua terdakwa. Menjawab pertanyaan tersebut Adinata mengatakan bahwa proses penyerahan uang itu hanya dilakukan lewat sang ajudan.
“Jadi enggak ada sama sekali yang saudara serahkan langsung kepada terdakwa satu dan terdakwa dua,” tanya hakim lagi.
“Memang prosesnya seperti itu pak,” jawab saksi.
Akibat jawaban yang dianggap tidak tepat itu, Adinata pun mendapat teguran dari ketua majelis hakim.
“Saya tidak tanya prosesnya, saudara fokus dengan pertanyaan saya, jawab saja langsung, enggak pernah saudara menyerahkan langsung kepada kedua terdakwa,” tanya Achmad Peten Sili.
“Tidak pernah, pak,” ucap Adinata menjawab pertanyaan ketua majelis hakim yang juga menjabat Wakil Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya itu.
Selain mengungkap adanya penyerahan uang dari dua perusahaan, Adinata juga memberikan kesaksian terkait pertemuan antara terdakwa Ben dengan sejumlah pengusaha rekanan. Beberapa nama pengusaha rekanan, seperti Aciang (Gerson Halim), Segah, Hendri, Lim Nye Hien, dan Adi Chandra disebut saksi pernah melakukan pertemuan dengan terdakwa Ben.
“Pertemuan dilakukan di Jakarta dan rumah pak Ben di Palangka Raya,” kata Adinata menjawab pertanyaan jaksa KPK.
Adinanta juga membenarkan bahwa pertemuan antara Ben Brahim dengan sejumlah pengusaha adalah untuk membicarakan terkait pemberian fee proyek pekerjaan sebesar 10 hingga 15 persen yang diminta terdakwa Ben dari rekanan yang mendapat proyek pekerjaan di Kapuas.
Selain itu, Adinata juga mengakui bahwa terdakwa Ben dan Ary pernah menginstruksikan kepadanya serta Khairul Anam dan Eko Darma Putra, untuk menjawab tidak tahu dan tidak ingat saat diperiksa oleh penyidik KPK terkait perkara korupsi ini.
Saksi sempat ditegur majelis hakim karena ketidakkonsistenan keterangannya dengan keterangan yang termuat dalam BAP. Bermula saat penasihat hukum Ben mempertanyakan jawaban Adinata yang disampaikan di hadapan penyidik KPK, yang awalnya menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah diminta oleh terdakwa Ben untuk menerima sesuatu dari pengusaha atau pihak rekanan.
“Saudara menjawab bahwa saya dapat jelaskan bahwa saya tidak pernah diminta oleh Ben untuk menerima sesuatu dari pengusaha, rekanan, atau SKPD di lingkungan Kapuas,” kata Akmal Hidayat, salah satu penasihat hukum Ben, ketika membacakan jawaban Adinata dalam BAP.
Akmal mempertanyakan konsistensi Adinata dalam memberikan keterangan. Pertanyaan dari penasihat hukum itu memancing majelis hakim untuk bertanya kepada saksi.
“Yang benar yang mana, pernah diminta atau tidak,” tanya hakim kepada saksi.
Dalam jawabannya Adinata mengaku bahwa dalam pemahamannya, dirinyalah yang tidak pernah meminta uang kepada para rekanan atau pejabat SKPD di lingkungan Kapuas.
“Pemahaman saya, maksudnya saya tidak pernah meminta kepada siapa pun,” kata Adinata kepada majelis hakim.
Mendengar jawaban saksi ketua majelis hakim mengatakan dirinya tidak mengerti dengan maksud jawaban dari saksi tersebut. Ketua majelis hakim bahkan sempat menyuruh Adinata untuk membaca kembali isi keterangannya yang termuat dalam BAP penyidik KPK.
Saksi tetap mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak menerima uang tersebut adalah dirinya. “Maksudnya itu, saya sendiri yang tidak menerima uang,” katanya.
Kesaksian dari Adinata dibantah keras oleh terdakwa Ben dan Ary. Saat mendapatkan kesempatan untuk menanggapi kesaksian dari mantan sopirnya itu, Ben menyanggah jika dirinya pernah meminjamkan rekening bank milik Adinata.
Bahkan Ben mengaku bingung bagaimana bisa dua perusahaan perkebunan itu mengetahui nomor rekening milik mantan sopirnya itu dan kemudian mengirim sejumlah uang.
“Saya bingung, kok dua perusahaan ini bisa tahu nomor rekening pribadi dia, saya enggak pernah lihat rekening pribadinya,” bantah Ben.
Terdakwa Ben juga menyanggah kalau ia pernah meminta sejumlah fee dari para pengusaha dan kontraktor. Ia mengaku bingung, Adinata yang merupakan seorang sopir bisa mengetahui detail isi pembicaraan dalam pertemuannya dengan para pengusaha dan kontraktor.
“Anda saja tahu, kalau saya (lagi) terima tamu, istri saja tidak boleh mendekat, apalagi orang luar, kok Anda bisa tahu,” ungkap Ben membantah seluruh keterangan saksi.
Bantahan atas keterangan Adinata juga disampaikan terdakwa Ary. Ia secara tegas menolak kesaksian Adinata terkait pembayaran untuk lembaga survei yang diduga menggunakan dana dari beberapa PD dan pengusaha, yang dikatakan berdasar perintah dirinya.
“Saya tidak pernah memerintahkan saksi untuk menyampaikan ke SKPD seperti keterangan tadi,” kata Ary.
Namun Adinata tetap bersikukuh pada keterangannya dalam persidangan itu.
Saksi berikutnya yang memberikan keterangan adalah Adi Candra selaku Direktur Utama PT Rafika Jaya Persada Nusantara dan PT Karya Hemat Persada Nusantara dan Teras ST selaku mantan Kadis PU Kapuas.
Sidang kasus tipikor yang menjerat terdakwa Ben dan Ary akan digelar kembali hari ini atau Kamis (14/9), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan penuntut umum.
Massa Gelar Aksi di Depan Pengadilan
Persidangan kali ini mendapat penjagaan ketat dari petugas kepolisian. Sebab, ada sekelompok warga yang mengaku dari Aliansi Solidaritas Masyarakat Kalteng, menuntut keadilan untuk Ben Brahim. Mereka melakukan aksi dan orasi di depan Gedung Pengadilan Tipikor Palangka Raya.
Mereka datang dengan membawa serta berbagai spanduk. Di antaranya bertuliskan keprihatinan terhadap kasus korupsi yang dituduhkan kepada Ben Brahim dan Ary Egahni, serta tuntutan agar KPK dan pengadilan membebaskan kedua terdakwa.
Massa juga meminta agar KPK tidak tebang pilih dalam proses penanganan kasus perkara korupsi di Kalteng.
Koordinator aksi, Minun mengatakan aksi itu merupakan bentuk spontanitas sekelompok masyarakat menanggapi terkait proses penegakan hukum terhadap Ben dan Ary.
Menurut mereka, dalam kasus ini Ben dan Ary telah mendapatkan perlakuan yang tidak adil dibandingkan dengan kasus perkara korupsi lain di wilayah Kalteng, yang lebih besar nilainya dan juga ditangani KPK, tetapi tidak berlanjut ke penangkapan dan pengadilan terhadap tersangka.
“Jelas tidak adil, bila dibandingkan dengan kasus lain seperti kasus di Kotawaringin Timur yang juga sudah dinyatakan sebagai tersangka, tetapi nyatanya sampai hari ini (dia) bebas,” kata Minun.
“Jangan tebang pilih. Jangan sampai karena menganggap kedua orang ini adalah orang Dayak, lalu dibedakan kasus hukumnya,” tambahnya.
Aksi massa itu mendapat tanggapan dari pihak pengadilan. Humas Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Hotma Edison Sipahutar yang menemui para peserta aksi, mengatakan bahwa pengadilan menjamin terdakwa Ben dan Ary akan disidangkan secara adil.
Dikatakan Edison, proses persidangan kasus ini dapat disaksikan langsung oleh masyarakat karena dilaksanakan secara terbuka.
“Bapak dan ibu dapat menyaksikan dan mendengar langsung semua yang terjadi di ruang sidang, baik pemeriksaan saksi, pemeriksaan terdakwa, atau keterangan saksi ad charge (meringankan), itu semua bisa didengar bersama-sama,” tutur Hotma sembari menegaskan bahwa pengadilan tetap memegang prinsip praduga tidak bersalah dalam mengadili perkara. (sja/ce/ala/kpfm)