Sungai Dangkal, Tongkang Tak Mampu Berlayar

PALANGKA RAYA – Kemarau yang melanda Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa waktu terakhir menyebabkan terjadinya pendangkalan sungai. Pendangkalan sungai yang terjadi tak ayal menyebabkan mobilitas transportasi perairan terganggu. Dampak itu dirasakan oleh kapal tongkang pengangkut barang yang ada di Kalteng.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Provinsi Kalteng, Yulindra Dedy menjelaskan, salah satu kendala transportasi perairan di Kalteng adalah saat musim kemarau terdapat sejumlah titik yang tidak bisa dilewati akibat mengalami pendangkalan. Sebagai contoh, efektivitas angkutan-angkutan batu bara yang melalui sungai Barito hanya 6-7 bulan dalam setahun.

“Bulan-bulan sisanya itu kan terjadi pendangkalan karena musim kemarau, sekarang ketika musim kemarau beberapa kapal tongkang tidak bisa berlayar, tetapi sudah masuk musim hujan artinya sudah mulai bisa,” beber Dedy kepada awak media, Senin (30/10).

Dedy menjelaskan, lokasi-lokasi sungai yang mengalami pendangkalan di Kalteng sendiri cukup banyak. Hampir di semua sungai yang ada di Kalteng memiliki beberapa titik yang tidak bisa dilalui kapal akibat pendangkalan.

“Misalnya di sungai Barito, di situ ada Teluk Siwak, karena kondisi belokannya sangat patah, di situ kapal sering tersangkut kalau airnya dangkal,” jelasnya.

Titik pendangkalan lainnya adalah muara menuju Kapuas Murung, di sana terdapat spot-spot pendangkalan. Termasuk di muara sungai Kapuas. Di sungai Barito juga ada beberapa titik jembatan yang harus dilewati. Sebab, hal itu perlu pengawasan ekstra. Diupayakan agar jangan sampai kapal tongkang menabrak pembatas jembatan.

“Karena terjadi pendangkalan, tongkang-tongkang tidak bisa berlayar. Kapasitas tongkang bisa berlayar minimal 5 low water springs (LWS). Di bawah dari 5 LWS kapal tongkang tidak bisa berlayar,” jelasnya.

Hampir satu bulan lebih ini, lanjut Dedy, kapal tongkang-kapal tongkang untuk mengangkut batu bara dari hulu sungai Barito itu tidak bisa berlayar. Dedy tidak dapat memastikan jumlah kapal yang tidak bisa berlayar itu, namun ia menjelaskan, setiap bulan dalam kondisi normal terdapat 1200-1300 kapal tongkang yang melintas.

“Otomatis ketika ada yang tidak bisa berlayar, jumlahnya di bawah itu, tercatat di KSOP Rangga Ilung yang berada di hulu Barito,” ucapnya.

Pihaknya terus melakukan monitoring dan mengimbau agar para nakhoda kapal tidak dulu berlayar. Hal ini mengingat kondisi alam yang tidak mendukung aktivitas pelayaran. Solusi lain pun sudah pernah diterapkan, tetapi tidak efektif, yakni dengan melakukan pengerukan sungai.

“Kami sudah pernah keluarkan izin pengerukan sungai Kahayan, tapi dalam pelaksanaannya tidak bisa berjalan efektif karena memang kapal keruknya terlalu kecil, sementara sungai kita besar,”katanya. (dan/ram/kpfm)

501 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.