Puspa dan Satwa Rawan Diselundupkan

Perketat Pengawasan di Pintu Masuk dan Keluar Pelabuhan

HARUS DIJAGA: Orang utan merupakan satwa yang dilindungi. Keberadaannya di alam bebas kini terancam seiring masifnya deforestasi di wilayah Kalimantan Tengah.

PALANGKA RAYA-Tiap tanggal 5 November diperingati Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN) sesuai dengan Keppres Nomor 4 Tahun 1993. Salah satu hari peringatan lingkungan hidup itu ditetapkan untuk mengingatkan masyarakat akan pentingnya pelestarian flora dan fauna.  

Menurut Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Nizar Ardhanianto, ada banyak satwa yang dilindungi di Kalteng. Antara lain orang utan, beruang, landak, owa-owa, beruk, kera, bekantan, trenggiling, dan kukang. Satwa-satwa itu bukanlah asli Kalteng dan persebarannya merata di Pulau Kalimantan.

“Kalau yang endemik Kalteng kami belum ada datanya, dan satwa liar asli Kalteng memang tidak ada. Kami hanya punya data umum untuk satwa dan tanaman yang dilindungi,” ucapnya kepada Kalteng Pos, Sabtu (4/11).

Di sisi lain, berkaitan dengan tanaman endemik, Nizar mengatakan, Kalteng memiliki beberapa jenis puspa atau bunga, seperti anggrek hitam, anggrek ekor tikus, dan anggrek tanduk rusa yang kini sedang digandrungi masyarakat. Dewasa ini sudah ada ancaman kepunahan tanaman-tanaman tersebut. Jenis anggrek tanduk rusa dan anggrek ekor tikus, eksploitasi dan perdagangannya makin marak, seiring minat masyarakat terhadap tamanan tersebut meningkat.

“Kalau bilang mulai punah, belum sih, tetapi sudah ada ancaman ke arah itu. Walaupun sekarang masih banyak, tetapi bisa saja punah kalau penjualan keluar wilayah tidak terkendali,” terangnya.

Terkait aturan khusus bagi satwa dan tanaman yang dilindungi, BKSDA lebih fokus untuk mengatur peredarannya. Nizar menyampaikan, pengambilan tanaman secara langsung di alam akan dibatasi 2 (dua) batang per orang dan dalam pengawasan. Pasalnya, pihaknya mendorong masyarakat untuk melakukan budi daya dan penakaran terhadap tanaman anggrek hitam, anggrek tikus, dan anggrek tanduk rusa. Misalnya, anggrek tanduk rusa yang dibudidayakan berkembang biak dengan bagus, maka hasilnya bisa diperjualbelikan. Dengan begitu, yang dijual bukan indukan yang diambil dari hutan/alam.

Saat ini BKSDA telah menerapkan penjagaan di bandara dan pelabuhan untuk mengawasi keluar masuknya tanaman dan satwa dilindungi. Namun ada kesulitan yang dihadapi untuk mengawasi keluar masuk antarprovinsi tanaman dan satwa dilindungi karena ada banyak akses, sehingga sulit untuk dikontrol dan dideteksi. Bahkan, pasar-pasar yang ada di Banjarmasin, sebenarnya kebanyakan menjual tanaman-tanaman dari Kalimantan Tengah.

“Kalau dibawa ke luar pulau, tim polisi kehutanan dan BKSDA sudah stand by untuk menjaga. Mungkin karena salah satunya keterbatasan personel, jadi terkadang ada truk-truk yang terlihat mengangkut sembako, tetapi sebenarnya mengangkut tanaman atau satwa liar. Biasanya tanaman yang paling sering diselundupkan ke luar Pulau Kalimantan,” tuturnya.

Motif dari oknum yang melakukan penyelundupan sudah pasti ekonomi. Jika tanaman atau satwa tertentu makin diminati pasar, maka harga jualnya makin tinggi. Sama halnya untuk satwa yang dilindungi. Kepemilikannya harus punya izin. Bukan untuk alasan hobi atau kesenangan.

Oleh sebab itu, Nizar menghimbau masyarakat dapat mengubah pola pikir. Sebagian besar satwa yang ada di Kalteng, bukanlah satwa yang berbahaya. Masyarakat harus mencoba membiasakan diri untuk hidup berdampingan dengan satwa liar. Masyarakat harus bisa menjaga dan melestarikan satwa dan tumbuhan yang ada di wilayah ini.

Sementara itu, Balai Karantina Palangka Raya atau yang saat ini dikenal Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Kalteng menyebut ketertarikan orang terhadap tanaman ataupun satwa asli daerah menjadi celah munculnya kejahatan penyelundupan. Kejahatan itu pernah terjadi di Bumi Tambun Bungai.

Contohnya pada 2022 lalu, Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Kalteng menggagalkan penyelundupan ratusan ekor burung kolibri ninja yang akan dikirim ke Jawa Tengah melalui Pelabuhan Sampit. Pada tahun yang sama, ada kasus penyelundupan melalui Pelabuhan Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat. Ada 66 ekor satwa yang diselundupkan dari Papua ke Kalimantan melalui wilayah Teluk Kumai, Kobar.

Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Kalteng Sudirman mengakui, jalur laut atau pintu masuk pelabuhan menjadi yang paling berisiko terjadi penyelundupan. Apalagi Kalteng dikenal sebagai daerah yang memiliki banyak jalur sungai.

“Memang yang sering tidak terdeteksi adalah jalur laut. Modusnya banyak. Bisa saja saat di pelabuhan bongkar muat tidak ada barangnya, tetapi di tengah perjalanan di jalur sungai mereka menitipkan atau memasukkan barang yang ingin diselundupkan,” tutur Sudirman.

Untuk di Kalteng, ungkap Sudirman, Pelabuhan Bahaur mendapat perhatian serius, mengingat ada banyak aktivitas bongkar muat barang dan banyak kapal feri.

Meski demikian, pengawasan di semua pintu masuk dan keluar jalur laut tetap diperhatikan. Khususnya pintu keluar, mengantispasi penyelundupan tumbuhan maupun satwa dilindungi dari wilayah Kalteng.

“Pintu keluar ada di Pelabuhan Bahaur, Seruyan, Sampit, Pangkalan Bun, dan Bandara Tjilik Riwut,” sebut Sudirman.

Sudirman mengatakan, prosedur pengurusan izin pengiriman tanaman atau satwa tidaklah mudah. Ada berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya rekomendasi dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).

“Biasa kalau ada permohonan pengiriman, berkasnya akan kami verifikasi. Kalau ada kaitan dengan tumbuhan atau satwa dilindungi, maka harus dikembalikan ke pemilik. Kami minta pemilik untuk mengurus surat angkut tumbuhan dan satwa-dalam negeri (SAT-SDN) atau surat angkut tumbuhan dan satwa-luar negeri (SAT-LN),” ungkap Sudirman.

Ia mengimbau masyarakat yang berencana melakukan pengiriman khususnya tanaman dan satwa, harus mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan. (ovi/ila/ce/ala/kpfm)

253 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.