Jaksa Tuntut Ben-Ary Delapan Tahun Penjara

Penasihat Hukum Minta Terdakwa Dibebaskan

SIDANG KORUPSI: Terdakwa Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni berdiskusi dengan penasihat hukumnya usai menghadapi tuntutan di Pengadilan Tipikor, Palangka Raya, kemarin (21/11). Foto: ARIEF PRATHAMA/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Perkara dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) yang menjerat mantan Bupati Kapuas Ben Brahim S Bahat dan Ary Egahni (istri) memasuki babak akhir. Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut terdakwa Ben dengan hukuman delapan tahun empat bulan penjara dan menuntut terdakwa Ary delapan tahun kurungan.

Pembacaan tuntutan terhadap Ben-Ary yang menjadi terdakwa kasus pidana korupsi penerimaan gratifikasi itu digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Selasa (21/11).

Yosianika Herlambang selaku jaksa dari KPK yang membacakan bagian akhir nota tuntutan menyebut, berdasarkan fakta persidangan, terdakwa Ben-Ary telah terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana pasal dakwaan primer yang diajukan JPU, yakni diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12b juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Jaksa menyatakan kedua terdakwa telah melanggar pasal dakwaan kedua yaitu Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

“Menuntut agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi memutuskan menjatuhkan hukuman pidana kepada terdakwa satu Ben Brahim S Bahat selama 8 tahun dan 4 bulan penjara dan terdakwa dua Ary Eghani selama 8 tahun penjara.” Demikian bunyi tuntutan hukuman yang dibacakan jaksa Yosianika Herlambang.

Selain menuntut kedua terdakwa dihukum penjara, jaksa juga menuntut kedua terdakwa membayar denda masing masing Rp500 juta, subsider kurungan 6 bulan penjara.

Jaksa juga menuntut agar kedua terdakwa dihukum membayar uang pengganti kerugian negara senilai Rp8,819 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar oleh terdakwa, maka diganti dengan kurungan penjara selama 3 tahun.

Selain itu jaksa juga menuntut supaya majelis hakim menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik bagi kedua terdakwa untuk dipilih sebagai pejabat publik selama 5 tahun, terhitung sejak para terdakwa selesai menjalani masa hukuman pidana.

“Menetapkan para terdakwa membayar biaya perkara masing masing sebesar Rp7.500,” ucap Yosianika mengakhiri pembacaan tuntutan hukum bagi kedua terdakwa.

Adapun untuk pertimbangan fakta hukum persidangan, jaksa menyebut terdakwa Ben dan Ary telah terbukti melakukan tindakan korupsi, karena sebagai seorang pejabat negara telah menerima sejumlah dana gratifikasi dan juga suap yang dianggap jaksa berlawanan dengan hukum negara.

Disebutkan bahwa selama Ben Brahim menjabat sebagai bupati Kapuas periode 2013-2018 dan periode 2018-2022, telah terbukti menerima dana gratifikasi dari PT DWK dan PT GAL sebesar Rp1.030.000.000.

Jaksa menyebutkan bahwa dana dari dua perusahaan perkebunan kelapa sawit itu diterima Ben melalui saksi Kristian Adinata yang kemudian digunakan untuk pembayaran tiket pesawat serta sejumlah keperluan pribadi. Jaksa juga menyebut bahwa berdasarkan fakta sidang, terdakwa Ben maupun Ary telah terbukti menerima sejumlah dana dengan total Rp5.410.000.000 dari Ady Chandra selaku direktur utama PT Rafika Jaya Persada Nusantara dan PT Karya Hemat Persada Nusantara.

Dana dari Ady Candra itu untuk biaya kegiatan penggalangan massa selama masa kampanye pemilihan bupati Kapuas dan saat kampanye pemilihan gubernur dan wakil gubernur Kalteng, serta keperluan kampanye saat terdakwa Ary mengikuti pemilihan anggota legislatif DPR RI.

Jaksa juga menyebut, selama menjabat sebagai bupati, terdakwa Ben juga menerima dana dari sejumlah pejabat SKPD di lungkup pemkab Kapuas. Secara jelas jaksa menyebut nama-nama pejabat yang pernah menyerahkan uang kepada kedua terdakwa, seperti nama mantan direktur PDAM Kapuas Agus Cahyono dan Kadis PUPR Kapuas Teras. Jaksa juga menyebut nama saksi Kristian Adinata sebagai orang suruhan Ben untuk mengambil uang dari para kepala SKPD.

Hal yang memberatkan kedua terdakwa yakni karena dianggap tidak mendukung program pemerintah terkait upaya menciptakan pemerintahan yang bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

“Perbuatan terdakwa merusak citra seorang kepala daerah yang seharusnya mengayomi dan memberikan teladan kepada masyarakat,” ucap Yosianika.

Selain itu, kedua terdakwa juga dianggap tidak mau mengakui seluruh perbuatan selama proses persidangan.

Sementara pertimbangan yang meringankan, para terdakwa dinilai selalu bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum.

“Kedua terdakwa juga memiliki tanggungan keluarga, yakni memiliki anak,” tutur jaksa menyampaikan pertimbangan yang meringankan bagi kedua terdakwa.

Setelah pembacaan tuntutan, ketua majelis hakim yang menyidangkan perkara itu, Achmad Peten Sili menyatakan pihak pengadilan memberikan waktu selama sepuluh hari kepada penasihat hukum kedua terdakwa untuk menyusun nota pembelaan bagi klien.

“Kepada para terdakwa dan penasihat hukum diberi waktu sepuluh hari (menyusun nota pembelaan), pembacaan pembelaan pada hari Kamis tanggal 30 November ya,” kata Achmad Peten Sili kepada kedua terdakwa dan pihak penasehat hukumnya.

Majelis hakim juga memutuskan jadwal pembacaan replik dan duplik dilakukan pada tanggal 4 dan 5 Desember 2023, sedangkan pembacaan putusan ditetapkan pada tanggal 12 Desember 2023.

Ditemui usai sidang, jaksa KPK Jaenurrofiq mengatakan, adanya perbedaan hukuman antara kedua terdakwa dikarenakan terdakwa satu atau Ben Brahim dianggap lebih memiliki peran hingga terjadi kasus korupsi gratifikasi itu.

“Terdakwa satu memiliki peran sebagai seorang pejabat atau penyelenggara negara, sedangkan terdakwa dua sebagai pelaku penyerta yang ikut serta dengan terdakwa satu melakukan tindakan pidana,” sebut Jaenurrofiq.

Sementara itu, penasihat hukum kedua terdakwa justru menganggap tuntutan JPU terhadap kliennya merupakan sebuah tuntutan yang sangat tidak adil dan tidak sesuai fakta persidangan.

“Tuntutan ini tidak berdasarkan fakta-fakta persidangan yang sudah kita saksikan selama ini,” kata Regginaldo Sultan selalu ketua tim penasihat hukum kedua terdakwa.

Ia memastikan pihaknya akan mengajukan pembelaan bagi kedua klien. Pada intinya meminta majelis hakim membebaskan kedua terdakwa.

Waktu yang diberikan majelis hakim selama sepuluh hari, menurut Regginaldo sangat cukup bagi pihaknya untuk menyiapkan nota pembelaan.

“Kami akan minta bebas, kami meminta dan bermohon supaya kedua klien kami, Pak Ben dan Ibu Ary dibebaskan oleh majelis hakim,” tegas Regginaldo. 

Pada hari yang sama, sekelompok warga yang tergabung dalam Solidaritas Masyarakat Dayak (SMD) menggelar aksi di Pengadilan Tipikor Palangka Raya. Berdasarkan fakta-fakta persidangan, SMD yang memantau jalannya persidangan, menyampaikan beberapa hal yang mendukung pembebasan terhadap terdakwa Ben-Ary.

“Dalam persidangan terungkap, sesungguhnya persoalan yang menjerat para terdakwa adalah perkara utang‐piutang pribadi antara Pak Ben dengan direktur PDAM Teras dan Suwono, sebagaimana diakui oleh para pihak dalam persidangan, bahkan utang-piutang tersebut telah diselesaikan sebelum muncul perkara ini, sebelum ada penyidikan oleh KPK,” beber Chandra selaku koordinator aksi.

“Terdapat poin yang memang fakta bahwa terdakwa melakukan peminjaman untuk membayar lembaga survei, saya tidak tahu siapa yang meminjamkan, beberapa hari kemudian saya tahu yang meminjamkan itu saudara Teras, saudara Agus Cahyono, Suwono. Terdakwa menegaskan kepada mereka bahwa itu sudah dikembalikan dan juga sudah diakui oleh para saksi,” tegasnya.

“Berdasarkan hal tersebut, maka kami SMD menganggap jaksa penuntut zalim, menerapkan hukum tanpa melihat fakta persidangan, sekaligus menuntut hakim bijak dan arif dalam menyidangkan perkara ini, dengan membebaskan terdakwa Ben-Ary dari semua tuntutan dan dakwaan,” pungkasnya. (sja/ce/ala/kpfm)

671 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.