Satu Daerah Berstatus KLB, Dinkes Ingatkan Masyarakat Waspada

PALANGKA RAYA-Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kalimantan Tengah (Kalteng) mengalami peningkatan. Sejak awal tahun hingga saat ini, tercatat sudah ada 2.311 penderita DBD dan 12 di antaranya meninggal dunia (data lengkap pada tabel). Meningkatnya kasus DBD itu terjadi seiring datangnya musim hujan.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kalteng dr Suyuti Syamsul mengatakan, kenaikan jumlah penderita DBD memang ada, tetapi tidak signifikan. Ada beberapa daerah yang mengalami kenaikan, tetapi ada juga yang tidak.
“Ada yang naik, ada yang tidak. Awal musim hujan selalu berkaitan dengan perkembangbiakan nyamuk kan,” ucap Suyuti saat dihubungi Kalteng Pos melalui WhatsApp, Selasa (21/11).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng, Riza Syahputra menambahkan, tren peningkatan jumlah penderita DBD terjadi akhir-akhir ini.
“Sejauh ini baru Barito Timur yang sudah menetapkan KLB DBD, pemda setempat melakukan prosedur itu melalui pertimbangan pemantauan penyakit DBD, dengan memetakan wilayah-wilayah rawan, kemudian membagikan obat pembunuh jentik nyamuk abate,” beber Riza kepada Kalteng Pos melalui telepon WhatsApp, Selasa (21/11).
Riza menyebut pihaknya akan terus memantau perkembangan laporan dari Barito Timur terkait pencegahan dan penanggulangan DBD. Saling memonitor dan berkoordinasi dengan dinas kesehatan di kabupaten setempat.
Menurut Riza, syarat suatu daerah bisa menetapkan KLB DBD adalah adanya jumlah kematian pasien. Misalnya, tahun lalu tidak ada pasien DBD yang meninggal, sementara tahun ini ada, maka status KLB bisa ditetapkan.
“Atau bisa juga mempertimbangkan jumlah penderita DBD yang meningkat dibandingkan tahun sebelumnya, atau berdasarkan peningkatan kasus bulan per bulan, itulah dasar pertimbangan penetapan KLB,” sebutnya.
Terkait dengan penetapan status KLB di tingkat provinsi, Riza menyebut perlu ada penilaian terlebih dahulu sebelum menetapkan status. Misalnya, sudah berapa banyak kabupaten yang menetapkan status KLB DBD. “Setelah itu kami tanya lagi ke daerah KLB DBD, apakah mereka sanggup mengatasi sendiri atau perlu bantuan provinsi,” tambahnya.
Lebih lanjut Riza menjelaskan, adanya penetapan status KLB untuk DBD maupun penyakit-penyakit lainnya dimaksudkan agar pemerintah daerah bisa menggunakan dana bantuan tak terduga (BTT) dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit. Beberapa waktu lalu. Barito Selatan menetapkan status KLB rabies. Dengan adanya penetapan status itu, daerah bisa membeli vaksin rabies dengan menggunakan dana BTT.
“Jika tidak menetapkan KLB, maka sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia, tidak bisa memakai dana BTT. Dengan menggunakan dana BTT itu, pemerintah bisa bergerak lebih leluasa, karena didukung dana yang cukup besar,” jelasnya.
Riza menjelaskan, peningkatan kasus DBD terjadi di hampir seluruh daerah di Indonesia. Beberapa daerah di Pulau Jawa lebih drastis mengalami kenaikan jumlah penderita DBD. Kondisi demikian juga terjadi di Kalteng.
“Menurut perkiraan kami, tahun ini kasusnya naik dibandingkan tahun lalu. Namun kalau dibilang jumlah kasus DBD di Kalteng tinggi banget, tidak juga sih, karena sampai sekarang Kemenkes belum ada menyurati kami, karena kalau memang sudah tinggi, akan termonitor di Kemenkes,” bebernya.
Menurut Riza, meningkatnya kasus DBD di suatu daerah bisa disebabkan karena daerah bersangkutan memasuki musim hujan. Bisa diperparah lagi dengan kebersihan lingkungan yang kurang diperhatikan.
“Genangan-genangan air, faktor iklim, dan penyakit ini identik dengan musim hujan. Air yang tergenang dalam waktu lama bisa menyebabkan munculnya jentik-jentik nyamuk DBD,” jelasnya.
Ia mengatakan, seseorang yang terindikasi menderita DBD dipastikan mengalami panas tinggi yang cenderung naik turun. “Jika satu sampai dua hari sudah minum obat, tetapi panasnya tetap saja naik turun, wajib dicurigai itu DBD,” tambahnya.
Menurut Riza, daerah yang paling rawan terjadi DBD adalah daerah-daerah dengan permukiman padat penduduk. “Seperti di Sampit atau di Pangkalan Bun, yang pastinya kita lihat dahulu dari data. Namun secara teori, jumlah penduduk yang padat cenderung berisiko tertular DBD dari satu penduduk ke penduduk lain,” tandasnya.
Saat ini kasus DBD di Kabupaten Bartim melonjak drastis. Dalam sepekan terakhir, penyakit yang tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti itu mengalami kenaikan hingga dua kali lipat.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bartim dr Jimmi WS Hutagalung menyebut, berdasarkan data terbaru, kasus DBD meningkat dari 20 kasus menjadi 48 kasus. Pemerintah daerah juga telah menetapkan status KLB, dengan kejadian satu warga meninggal dunia karena positif DBD, Minggu (19/11).
“Penanganan serius dilakukan untuk menekan kasus DBD adalah dengan gencar menyosialisasikan dan mengajak masyarakat menerapkan 5M,” kata dr Jimmi WS Hutagalung saat dihubungi Kalteng Pos, Selasa (21/11).
Mantan direktur RSUD Tamiang Layang itu menambahkan, pihaknya juga secara masif memberikan obat Abate kepada masyarakat melalui petugas kesehatan di lapangan. Pasalnya, berdasarkan data surveilance, kasus DBD muncul di tiap wilayah kerja puskesmas.
“Kasus DBD hampir merata di sebelas puskesmas yanga tersebar di wilayah Bartim, sehingga kami mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan membiasakan hidup sehat dan bersih,” pungkasnya. (dan/log/zia/ce/ala/kpfm)