
PALANGKA RAYA – Permasalahan tapal batas Desa Dambung hingga kini masih terus bergulir. Kendati pemberitaan atau narasi mengenai persoalan batas desa itu sudah redup sejak kurang lebih setengah tahun terakhir, diketahui masyarakat masih bersikukuh menginginkan agar desa itu kembali menjadi bagian wilayah Kabupaten Barito Timur (Bartim), Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng).
Memakan waktu penyelesaian yang panjang, masalah ini pun mulai diseret ke ranah hukum. Sebelumnya, masyarakat dan pemerintah daerah setempat sudah berupaya menyelesaikan persoalan ini secara administratif.
Permasalahan tapal batas tersebut dimulai sejak ditetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 40 Tahun 2018 tentang Tata Batas Kabupaten Barito Timur Provinsi Kalteng dan Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel). Sebab, konsekuensi dari aturan itu menyebabkan keluarnya Desa Dambung dari wilayah administrasi Kabupaten Bartim Provinsi Kalteng dan masuk ke wilayah Kabupaten Tabalong, Kalsel.
Menurut pemberitaan Kalteng Pos edisi 30 Maret 2023, Desa Dambung resmi lepas dari Kalteng setelah diterbitkannya Permendagri Nomor 40 Tahun 2018 tentang Tata Batas Antara Bartim dan Tabalong. Berdasarkan permendagri itu, Desa Dambung kini masuk wilayah Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalsel. Sebelumnya, desa ini masuk wilayah Kecamatan Dusun Tengah, Kabupaten Bartim.
Setelah sebelumnya berjuang bahkan sampai ke Kemendagri RI untuk meminta keadilan atas diterbitkannya permendagri yang menyebabkan keluarnya Desa Dambung dari wilayah Kalteng, hingga kini tak kunjung ada titik terang dan solusi. Maka dari itu, pada Kamis 21 Maret 2024, warga Dambung menempuh jalur hukum. Warga setempat sebelumnya telah mengkuasakan untuk memperjuangkan dan mengembalikan hak atas kampung halaman dan sejarah asal-usul mereka kepada Kantor Hukum Bias Layar & Rekan.
“Jalur hukum yang ditempuh yakni mengajukan permohonan judicial review (pengujian peraturan perundang-undangan) kepada Mahkamah Agung (MA) terkait Permendagri Nomor 40 Tahun 2018,” beber Bias Layar kepada Kalteng Pos dalam rilis, Jumat (22/3).
Bias menjelaskan, pengujian peraturan perundang-undangan itu menyasar dua aspek, yaitu aspek formal dan aspek materiel. Ia menjelaskan, pengujian aspek formal menyasar pada proses bahwa dalam pembentukan dan penetapan tapal batas yang selanjutnya ditetapkan lewat Permendagri Nomor 40 Tahun 2018 tersebut, dinilai mengabaikan proses partisipasi yang bermakna dari warga Desa Dambung, sehingga menyebabkan cacat formalnya aturan tersebut.
“Kemudian aspek kedua yakni aspek materiel, di mana permendagri tersebut telah bertentangan dengan beberapa aturan di atasnya,” ucapnya, didampingi dua rekan advokat, Destano Anugrahnu dan Andi Kristianto.
Lebih lanjut Bias menjelaskan, cacat formal dan materiel dalam Permendagri Nomor 40 Tahun 2018 di antaranya yakni mengabaikan partisipasi dan masyarakat setempat, dan juga secara formal bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara, Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di Kalteng.
“Selain itu, fakta-fakta sejarah di lapangan juga banyak menunjukan bahwa situs-situs yang ada di desa setempat berasal dari adat Kalimantan Tengah. Sudah ada beberapa bukti konkret yang kami lampirkan dalam berkas permohonan judicial review tersebut,” terangnya.
Maka dari itu, pihaknya berharap agar Desa Dambung dapat dikembalikan sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Bartim, Provinsi Kalteng. Menurutnya, jika aturan setingkat kementerian itu tidak dibatalkan, akan terjadi konsekuensi kebudayaan, berupa hilangnya hak asal-usul dan kesejarahan dari Desa Dambung.
“Harapan kami jelas, yakni menuntut agar Desa Dambung kembali ke pangkuan Kabupaten Bartim, karena jika permendagri itu tidak dibatalkan, akan menjadi preseden hukum buruk ke depan, terutama menyangkut genosida kebudayaan warga Desa Dambung, yang mana mereka akan kehilangan hak asal-usul dan kesejarahan mereka,” tandasnya. (dan/ce/ala/kpfm)