
PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng terus menggodok rencana mewujudkan provinsi ini sebagai wilayah sumber pangan untuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Kunjungan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) selama dua hari di Bumi Tambun Bungai menunjukkan keseriusan kepala negara untuk menjadikan provinsi terluas di Indonesia ini sebagai lumbung pangan nasional.
Sebagai upaya jangka panjang, Pemprov Kalteng berencana memaksimalkan wilayah timur yang berbatasan langsung dengan IKN untuk pengembangan sektor pertanian, sehingga distribusi pangan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam provinsi, tetapi juga ibu kota. Upaya ini bukan tanpa kendala. Jumlah petani di Kalteng masih kurang.
Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo mengungkapkan, untuk keberlanjutan pembangunan ke depan, siapa pun yang kemudian akan menjabat gubernur dan wakil gubernur, diharapkan sejak saat ini menyiapkan cetak biru pembangunan jangka menengah hingga jangka panjang untuk mewujudkan Kalteng sebagai daerah penyangga pangan bagi IKN.
“Cetak biru pembangunan jangka panjang Kalteng, salah satunya kan untuk menitikberatkan pembangunan pertanian pada zona timur yang berbatasan langsung dengan IKN,” beber Edy kepada wartawan, Kamis (27/6).
Dijelaskan Edy, Kalteng sendiri terbagi menjadi tiga zona sesuai potensi ekonominya. Yakni zona barat, tengah, dan timur. Zona timur sebagai zona yang berbatasan langsung dengan IKN mencakup empat kabupaten, yakni Barito Utara, Barito Selatan, Murung Raya, dan Barito Timur.
“Dua di antaranya, yakni Barito Selatan dan Barito Timur, itu untuk pengembangan wilayah pertanian, kalau berjalan baik, diharapkan beberapa tahun ke depan paling tidak Kalteng bisa menjadi wilayah penyangga pangan IKN,” tandasnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian, dan Pengembangan (Bappedalitbang) Provinsi Kalteng Leonard S Ampung mengatakan, penyusunan terpadu terhadap rencana menjadikan Kalteng sebagai wilayah penyangga pangan IKN terus digodok, meski ada kendala berupa kurangnya SDM petani selaku penggarap lahan. Jika tidak ada cara lain, jalan akhir atau kebijakan yang akan diambil adalah mendatangkan petani dari luar melalui program transmigrasi.
Leonard menjelaskan, untuk menyusun rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) lima tahunan dan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) 20 tahun, pihaknya mempertimbangkan pembangunan IKN dan implikasinya bagi Kalteng. Tentunya dengan peran IKN, Kalteng menjadi strategis karena berbatasan langsung, sebagaimana disampaikan oleh Presiden RI Jokowi.
“Satu yang ditekankan adalah masalah ketahanan pangan. Presiden telah meminta agar beras yang bersumber dari produksi Kalteng diharapkan mampu menyuplai IKN,” ujar pria yang akrab disapa Leo itu kepada wartawan, Kamis (27/6).
RPJMD lima tahunan, ujar Leo, adalah turunan dari rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD). Sementara RPJPD mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN). Di mana pada rencana terpadu itu, Kalteng terbagi dalam tiga klaster wilayah berdasarkan potensi ekonominya, yakni wilayah barat, tengah, dan timur.
“RPJMD lima tahunan ini menjadi acuan kepala daerah untuk menentukan visi dan misi, menjadi hal yang strategis, itu bisa dilihat dari potensi-potensi yang ada di Kalteng, seperti kekayaan sumber daya alam (SDA), pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan perekonomian,” imbuhnya.
Lebih lanjut Leo mengatakan, pemerintah pusat sudah menggelontorkan sejumlah proyek untuk kemajuan pertanian di Kalteng. Teranyar, ada kebijakan berupa optimalisasi lahan (oplah) rawa dan pompanisasi yang sedang ditangani dinas terkait. Meski lahan pertanian secara umum diperluas, ada kekhawatiran berupa kurangnya jumlah petani penggarap lahan.
“Yang perlu didorong ke depan adalah petani itu sendiri. Di Kalteng masih kurang petani. Dibandingkan dengan jumlah penduduk Kalteng dengan luasan areal pertanian, kita perlu SDM yang tidak sedikit, ini masih menjadi pekerjaan rumah bersama,” jelas pria yang sebelumnya menjabat Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kalteng ini.
Leo menjelaskan, walaupun peralatan pertanian Kalteng bisa terbilang cukup, pompanisasi sudah ada, lahan pun bagus dan dalam skala luas, namun jika tidak ada SDM yanf menggarapnya, maka akan sulit.
“Kita harapkan ini menjadi perhatian khusus, tentunya melalui kolaborasi antara kabupaten/kota, provinsi, dan pusat,” ucapnya.
Jika jumlah petani sudah memadai, lanjut Leo, barulah dapat dibahas soal penggarapan, pemupukan, memanfaatkan teknologi, memasarkan, dan kelayakan harga sebagai tindak lanjut.
“Harga menjadi hal yang penting, karena dengan petani bisa menggarap pertanian tiga hingga empat kali dalam setahun, tentunya dengan menggunakan teknologi modern, itu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga pendapatan petani akan meningkat, dan dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi yang turut meningkat,” pungkasnya.
Pemprov Kalteng tidak ingin tinggal diam dengan permasalahan kurangnya jumlah petani. Sebagai upaya meningkatkan jumlah petani, pemprov telah melakukan kolaborasi dengan daerah yang pertaniannya sudah baik, seperti Jawa, Bali, dan Sumatera. Namun, pihaknya tetap berusaha memanfaatkan potensi-potensi SDM lokal, seperti petani-petani milenial, lulusan SMK bidang pertanian, dan lulusan S-1 Pertanian agar bisa berkontribusi maupun turun menjadi petani andal. Sebab, selain jumlahnya yang sedikit, usia petani yang ada sekarang ini rata-rata lebih 40 tahun, sehingga produktivitasnya pun menurun.
“Ataupun mungkin jalan akhirnya dengan transmigrasi, kalau memang ada kebijakan-kebijakan yang arahnya ke sana. Kalau tidak seperti itu, siapa lagi yang menggarap. Tentunya kita akan maksimalkan dahulu potensi SDM lokal,” pungkasnya. (dan/ce/ala/kpfm)