Pengembangan Food Estate di Kalteng dengan Tiongkok
PALANGKA RAYA – Rencana pemerintah pusat melalui Kementerian Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) dengan menggandeng Tiongkok untuk berinvestasi pada sektor pertanian di Kalimantan Tengah (Kalteng) tengah dipersiapkan. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk menjalankan proyek tersebut.
Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo mengatakan, beberapa waktu yang lalu, saat menghadiri musyawarah perencanaan pembangunan nasional (musrenbangnas) di Jakarta, pihaknya sudah berdiskusi dengan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terkait program itu.
“Pak Menko memang meminta kesiapan lahan di Kalteng, beliau tidak memasang target besar, bisa dicoba dahulu seluas 100 ribu hektare,” ucapnya kepada awak media usai menghadiri agenda rapat paripurna di Kantor DPRD Kalteng, beberapa waktu lalu.
Edy mengatakan, terkait kunjungan kerja (kunker) Presiden RI ke Kalteng selama dua hari beberapa waktu lalu, ada berbagai tindak lanjut untuk proses pengembangan pertanian di Bumi Tambun Bungai.
“Nanti akan ditindaklanjuti, mana yang perlu dikembangkan atau ditingkatkan produksinya, kerja sama dengan pihak mana yang bisa mendukung targetnya,” beber Edy.
Namun, setelah berbicara dengan Menko Marves, dua hari berikutnya Pemprov Kalteng diundang mengikuti rapat dengan lembaga kementerian terkait untuk membahas kesiapan lahan dimaksud.
“Rapat itu dengan lembaga di Kementerian Pertanian, ada Ditjen Perkebunan, Ditjen PSP, dan kementerian terkait lain,” bebernya.
Edy menyebut pihaknya masih menunggu instruksi dari pemerintah pusat untuk tindak lanjut terhadap rencana investasi Tiongkok di Kalteng. “Kami masih menunggu, ini kan masih dalam tahap memastikan kesiapan segala sesuatunya, di-celar-kan semuanya, kalau ada perkembangan akan kami sampaikan,” tuturnya.
Sebelumnya, Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa Tiongkok bakal masuk ke dalam proyek ketahanan pangan Indonesia. Tiongkok, kata Luhut, berencana menerapkan teknologi penanaman padi canggih di Pulang Pisau, yang merupakan salah satu kawasan pengembangan program food estate yang digagas Presiden Joko Widodo. Hal ini diungkapkan dalam akun Instagram pribadinya (@luhut.pandjaitan) melalui penjelasan reels video, dilihat Selasa (23/4).
Luhut menjelaskan, Negeri Tirai Bambu itu punya teknologi canggih untuk memaksimalkan penanaman padi sehingga negara tersebut bisa melakukan swasembada beras. Rencana Tiongkok ini pun sudah dilaporkan Luhut ke Presiden Jokowi. Hal ini merupakan salah satu topik pembicaraan Luhut dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam Dialog Tingkat Tinggi dan Mekanisme Kerja Sama Ke-4 Indonesia-China (HDCM) di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT, Jumat (19/4) lalu.
“Soal padi, saya sudah lapor Pak Presiden. Kita minta mereka (Tiongkok, red) memberikan teknologi padi mereka, di mana mereka sukses jadi swasembada. Mereka bersedia. Kita tinggal cari local partner-nya untuk menerapkan di Kalteng,” kata Luhut menceritakan pertemuannya dengan Wang Yi di akun Instagram pribadinya (@luhut.pandjaitan), Senin (22/4).
Menurutnya, di Kalteng terdapat lahan seluas 1 juta hektare. Namun, Tiongkok akan menanam padi bertahap per 100 ribu hektare. Perum Bulog nantinya akan ditunjuk sebagai penyerap hasil panen di Kalteng. Proyek ini akan berjalan dalam hitungan waktu 6 bulan. Karena menggunakan teknologi canggih, Luhut meminta anak-anak muda, khususnya yang terpelajar untuk ikut dalam pengembangan pertanian dengan China.
“Kita harap enam bulan dari sekarang mungkin kita sudah mulai dengan proyek ini. Tinggal sekarang bagaimana kita mengajak anak-anak muda Indonesia untuk ikut serta terlibat pengembangan di bidang pertanian itu,” tutur Luhut.
Terpisah, pegiat lingkungan dari Greenpeace Indonesia menyoroti kerja sama proyek ketahanan pangan food estate RI dengan Tiongkok di wilayah Kalteng. Pihaknya menilai kerja sama ini perlu mempertimbangkan persoalan mendasar berupa reforma agraria. Sebab, sejauh ini persoalan reforma agraria di Bumi Tambun Bungai belum beres.
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas berpendapat, meski teknologi Tiongkok berhasil dalam pertanian, tetapi negara itu sudah menyelesaikan persoalan mendasar dari pertanian, yakni reforma agraria.
“Jadi, urusan lahan itu sudah selesai di Tiongkok, sehingga mereka bisa fokus pada pengembangan teknologi pertanian,” kata Arie Rompas kepada Kalteng Pos, Minggu (30/6).
Sementara Indonesia, menurut Arie, masih belum menyelesaikan persoalan mendasar sektor pertanian berupa reforma agraria. Dengan kondisi itu, sektor pertanian di Indonesia, tak terkecuali Kalteng, sering mengalami masalah berupa konflik kepemilikan lahan.
“Persoalan kurangnya kebijakan reforma agraria ini merambah ke banyak contoh masalah, seperti bergantinya lahan pertanian menjadi perkebunan sawit atau usaha lain yang lebih luas,” kata Arie.
Menurut pria yang pernah menjabat Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, tanpa kebijakan reforma agraria yang baik, petani tidak mendapatkan kepastian untuk memaksimalkan lahan untuk pertanian.
“Kita memang bisa belajar dari Tiongkok untuk teknologi pertanian, tetapi kalau ujug-ujug buat kerja sama dengan Tiongkok, sementara persoalan dasarnya tidak dibereskan, itu menjadi masalah ke depan,” ucapnya.
Menurut Arie, jika kerja sama itu dilanjutkan, sementara persoalan reforma agraria belum dibereskan, akan menjadi masalah kemudian hari. Sebab, lahan-lahan pertanian milik warga yang punya kepemilikan tanah sah, bisa saja dirampas oleh investasi-investasi skala luas.
“Seperti yang terjadi di Kalteng, konflik lahan itu sangat tinggi, itu yang bikin kita tidak bisa menjalankan atau meniru cara kerja Tiongkok,” tandasnya. (dan/ce/ram/kpfm)