Eks Rujab Wali Kota Palangka Raya Dipugar

PALANGKA RAYA – Eks rumah jabatan (rujab) wali Kota Palangka Raya yang terletak di Jalan PM Noor, dekat Bandara Tjilik Riwut, resmi ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada 2023 lalu. Kini, Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya menghidupkan kembali bangunan tersebut dengan melakukan rehabilitasi atau pemugaran untuk dijadikan sebagai museum.
Kepala Bidang Kebudayaan Murni Pelita menjelaskan, proses rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan kondisi rumah seperti semula, layaknya saat digunakan oleh wali kota ketiga saat itu, Waldus Sandy.
“Rehabilitasi itu bukan menggantikan dengan yang baru, tetapi mengembalikan material rumah ke material semula, dan rumah ini masuk dalam kategori rumah rusak berat sehingga diperlukan rehabilitasi. Karena rumah ini merupakan aset bersejarah, Pemko Palangka Raya mengambil langkah untuk merawatnya dengan cara melakukan pemeliharaan dan pemugaran serta mengalihfungsikan rumah tersebut menjadi museum,” ungkap Murni Pelita, Sabtu (7/9).
Setelah selesai direhabilitasi, rumah tersebut akan diisi dengan berbagai barang bersejarah yang berkaitan dengan Kota Palangka Raya. Salah satunya yakni pajangan foto-foto wali kota Palangka Raya dari yang pertama hingga saat ini, serta duplikat bendera Merah Putih pertama yang berkibar di Kota Palangka Raya. Konsepnya diharapkan akan menyerupai Rumah Tjilik Riwut. Museum nantinya akan dibuka untuk umum dan diharapkan menjadi tempat yang bermanfaat bagi masyarakat untuk mempelajari sejarah Palangka Raya.
“Kami berharap masyarakat makin mengetahui sejarah Palangka Raya dan berbagai barang bersejarah selama pembangunan kota ini, kami menargetkan proses rehabilitasi selesai pada bulan November,” tambah Murni.
Saat Waldus Sandy selesai bertugas sebagai wali kota, rumah tersebut diserahkan ke pihak keluarga. Namun karena pihak keluarga sudah memiliki rumah masing-masing, maka rumah dinas itu dikembalikan ke Pemko Palangka Raya.
Sejak tahun 2009, rumah tersebut tidak digunakan lagi dan tidak berpenghuni. Karena rumah tersebut memenuhi kriteria sebagai rumah bersejarah, maka Pemko Palangka Raya memutuskan untuk menetapkannya sebagai cagar budaya, setelah melalui proses pengkajian dari pihak berwenang.
Di lain sisi, Pj Wali Kota Palangka Raya Hera Nugrahayu mengharapkan proses rehabilitasi segera rampung. Ia berharap bisa meresmikan museum itu sebelum masa kepemimpinannya berakhir.
Hera berharap ke depannya keberadaan museum ini dapat menjadi tempat edukasi yang menarik, terutama bagi anak-anak, serta menjadi destinasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Selain menjadi tempat edukasi, harapannya bangunan yang berada di bawah wewenang Pemko Palangka Raya ini dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
“Kami berharap bisa cepat selesai proses rehabilitasi, dan semoga tidak ada kendala selama proses pengerjaan, saya berharap museum ini dapat diresmikan sebelum masa jabatan saya berakhir,” tambahnya
Rehabilitasi dan pemugaran rumah ini menunjukkan komitmen pemko dalam melestarikan sejarah dan budaya lokal, sekaligus menjadikannya sebagai edukasi bagi generasi mendatang.
Sementara itu, Ketua Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) Provinsi Kalteng, Ristia Heranidewi mengingatkan Pemko Palangka Raya pentingnya menentukan skala prioritas terkait penanganan bangunan-bangunan bersejarah.
Setelah penghancuran gedung eks DPRD/KONI Kalteng, Kota Palangka Raya dinilai tengah menghadapi krisis dalam menjaga aset-aset sejarah yang memiliki nilai penting. Kejadian ini, menurut Ristia, meninggalkan trauma bagi masyarakat yang peduli terhadap pelestarian sejarah.
“Prinsip pelestarian melalui pemugaran harus dilakukan sesuai kaidah-kaidah yang diatur dalam Undang-Undang Cagar Budaya Nomor 11 Tahun 2010,” ungkap Ristia saat dihubungi Kalteng Pos, Senin (9/9).
Ia menekankan bahwa identifikasi terhadap kondisi bangunan harus dilakukan dengan cermat dan melibatkan ahli yang memiliki sertifikasi dalam bidang pemugaran. Karena proses tersebut tidak bisa dilakukan sembarangan.
Selain itu, Ristia mempertanyakan rencana pemanfaatan eks rujab itu sebagai museum. Menurutnya, Pemko Palangka Raya harus lebih spesifik dalam menentukan informasi sejarah yang akan disampaikan kepada publik, mengingat beberapa objek bersejarah yang vital bagi kota sudah hilang.
Kemudian ia juga menyinggung perihal informasi bahwa ruangan di bawah Bundaran Besar Kota Palangka Raya saat ini digunakan sebagai museum kota. Muncul kebingungan mengenai mana museum yang resmi.
Ia berpendapat bahwa gedung KONI yang telah dihancurkan, seharusnya menjadi pilihan paling strategis untuk dijadikan museum kota. “Lokasinya berada di kawasan inti dan bersejarah bagi Kota Palangka Raya, sehingga sangat tepat jika dijadikan museum,” tuturnya.
Karena itu, Ristia berharap tiap upaya pelestarian dapat meningkatkan nilai dari cagar budaya dan memberikan manfaat besar bagi masyarakat. (mut/ham/ce/ala/kpfm)