Banjir Tahunan Kian Parah, Saatnya Berbenah!

Daya Tampung Lingkungan Menurun, Tak Mampu Cegah Banjir

Walhi Kalteng:Pemulihan Hutan dan Sungai di Wilayah Kritis Harus Jadi Prioritas

kpfmpalangkaraya.com, PALANGKA RAYA – Seiring berganti tahun, bencana banjir musiman yang melanda Kalimantan Tengah (Kalteng) kian parah. Fenomena ini menjadi sorotan tajam para pegiat lingkungan. Mereka mendorong para pemangku kepentingan untuk segera berbenah melakukan penataan, sehingga potensi banjir saat musim hujan bisa diminimalkan.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Bayu Herinata, menegaskan bahwa bencana ini merupakan dampak langsung dari krisis iklim serta kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam (SDA) secara besar-besaran.

Menurut Bayu, meningkatnya emisi gas rumah kaca telah mengurangi kemampuan bumi dalam menghadapi perubahan iklim. Aktivitas pembangunan berbasis eksploitasi, seperti alih fungsi hutan menjadi perkebunan dan kegiatan pertambangan makin memperburuk kondisi ini.

“Efek rumah kaca menyebabkan pemanasan global yang menjadikan iklim rentan dan memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir serta curah hujan ekstrem,” jelas Bayu, Selasa (3/12/24).

Walhi mencatat bahwa frekuensi banjir di Kalimantan Tengah meningkat tajam dalam 8-9 tahun terakhir. Jika sebelumnya banjir hanya terjadi dua hingga tiga kali dalam setahun saat musim hujan, kini bencana alam ini justru makin sering terjadi pada bulan-bulan yang seharusnya memiliki potensi banjir rendah, seperti pertengahan tahun.

Bayu menjelaskan, kerusakan tutupan hutan di daerah aliran sungai (DAS) merupakan salah satu penyebab utama banjir. Eksploitasi SDA, seperti konversi hutan menjadi perkebunan besar dan kawasan industri, telah melemahkan daya dukung lingkungan.

“Banjir yang awalnya hanya melanda wilayah tertentu seperti Seruyan, Kotawaringin Timur, Katingan, Palangka Raya, Pulang Pisau, dan Kapuas, kini terjadi juga di daerah Murung Raya, Barito Utara, Barito Timur, Gunung Mas, hingga Lamandau. Padahal, secara geografis, daerah-daerah ini berada di dataran tinggi,” tambahnya.

Bayu juga menyoroti dampak deforestasi dan alih fungsi lahan terhadap kemampuan lingkungan untuk menyerap air. Hutan yang sebelumnya berfungsi sebagai resapan air, kini kehilangan peran tersebut akibat kegiatan perusahaan kayu, hutan tanaman industri, dan pertambangan, khususnya di wilayah bentang alam Kahayan dan Kapuas.

Untuk mengatasi banjir yang terus berulang, Walhi mendesak pemerintah mengambil langkah nyata. Langkah-langkah yang disarankan termasuk mengidentifikasi wilayah rawan banjir, mengevaluasi izin perusahaan yang beroperasi di wilayah rawan banjir, serta melakukan pemulihan lingkungan secara menyeluruh.

“Pemerintah harus memperbaiki tata kelola SDA dan lingkungan. Pemulihan hutan dan sungai di wilayah kritis harus menjadi prioritas. Tanpa tindakan konkret, daya dukung lingkungan akan terus menurun, dan masyarakat akan terus menjadi korban bencana ekologis ini,” tutur Bayu.

Sementara itu, Pemerintah Kota Palangka Raya terus memantau bencana banjir yang makin meluas di sejumlah wilayah. Dari 30 kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan, 17 kelurahan kini berada dalam pengawasan intensif. Pj Wali Kota Palangka Raya Dr Hera Nugrahayu mengatakan, status Siaga telah ditetapkan sejak November, tetapi tidak menutup kemungkinan status tersebut akan dinaikkan menjadi Tanggap Darurat dalam waktu dekat.

“Sejak November lalu, status Siaga telah ditetapkan karena tingginya curah hujan, berdasarkan prediksi BMKG, curah hujan akan terus meningkat, kami tengah mempertimbangkan untuk menaikkan status menjadi Tanggap Darurat jika kondisi memburuk, saya rasa dalam dua hari ini, seharusnya sudah ada kenaikan status,” ujarnya, Selasa (3/12/24).

Keputusan untuk meningkatkan status memerlukan pertimbangan matang, termasuk data dampak banjir terhadap fasilitas sosial, seperti sekolah dan tempat ibadah serta adanya pengungsi. Saat ini pemerintah masih mengumpulkan data tambahan guna memastikan semua indikator terpenuhi. Rapat lintas sektoral akan digelar untuk menyusun langkah-langkah penanganan, dengan fokus pada isu kesehatan dan kebutuhan dasar masyarakat terdampak.

Jika status dinaikkan menjadi Tanggap Darurat, posko tambahan seperti posko pengungsian akan segera didirikan untuk menyediakan layanan kesehatan, logistik, serta fasilitas pengungsian. Dinas Kesehatan Palangka Raya juga akan menurunkan tim kesehatan di sejumlah lokasi terdampak banjir untuk mengantisipasi penyebaran penyakit di pengungsian.

“Kami sudah menyiapkan posko siaga bencana yang saat ini beroperasi. Namun jika status dinaikkan menjadi Tanggap Darurat, posko tambahan akan segera didirikan, yang mencakup posko layanan kesehatan, posko logistik, serta posko koordinasi bantuan dan pengungsian,” ungkap Hera.

Pj Wali Kota mengimbau masyarakat tetap waspada dan mengikuti arahan pemerintah. Rapat lanjutan akan dijadwalkan digelar siang ini untuk mengevaluasi kondisi terkini dan memutuskan langkah selanjutnya.

“Kami akan terus memberikan pembaruan sesuai perkembangan situasi, keselamatan masyarakat adalah prioritas utama,” tegasnya.

Warga Harapkan Penanganan Cepat dari Pemerintah

Banjir yang melanda kawasan Jalan Mendawai makin mengkhawatirkan. Ketua RT 06 RW 7, Muliyadi, saat berbincang dengan Kalteng Pos menyampaikan, banjir sudah merendam rumah-rumah warga selama tiga hari terakhir, sementara genangan di badan jalan utama telah terjadi cukup lama. Kondisi ini memaksa warga mencari jalur alternatif untuk beraktivitas, karena kendaraan roda dua maupun roda empat tidak dapat lagi melintas akibat genangan air yang makin tinggi. 

“Sebagian besar rumah warga di sini sudah terendam. Ada RT yang dihuni 80 kepala keluarga (KK), ada yang 70 KK, bahkan ada yang 50 KK. Untuk kondisi air yang masuk rumah, sudah tiga hari. Kalau di jalan utama, sudah lebih lama lagi,” ujarnya, Selasa (3/12). 

Muliyadi mengungkapkan, banjir mulai menyebabkan gangguan kesehatan bagi warga, seperti batuk, pilek, dan gatal-gatal. Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret, terutama dengan menyediakan fasilitas kesehatan dan perlengkapan yang memadai. 

“Saya sudah beberapa kali mengajukan permohonan ke pemerintah. Kami sangat butuh tenda darurat di RW 6 untuk menangani warga yang mulai jatuh sakit. Selain itu, kami juga meminta perahu karet untuk membantu mobilitas warga. Namun, yang datang hanya perahu plastik kecil yang tidak memadai,” tambahnya. 

Banjir ini tidak hanya memengaruhi aktivitas warga, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan dan kesehatan. Warga berharap pemerintah segera turun tangan untuk memberikan bantuan yang lebih efektif, termasuk mendistribusikan logistik, mengerahkan tim kesehatan, dan memastikan kebutuhan dasar terpenuhi. 

“Warga di sini berharap pemerintah memberikan perhatian lebih serius. Kami butuh solusi cepat, terutama untuk kesehatan dan transportasi darurat. Masyarakat butuh bantuannya sekarang, bukan nanti saat air mulai surut,” tandasnya. 

Sementara itu, Ibu Amar, pedagang lontong sayur keliling yang tetap berjualan meski banjir melanda, juga mengungkapkan keresahannya. “Banjirnya sudah masuk ke rumah, tetapi rumah juga tidak bisa ditinggalkan karena banyak barang di sana, jadi kami tetap tinggal di rumah,” ungkapnya.

Sekalipun sedang dilanda banjir, ia tetap berkeliling untuk berjualan. “Saya tetap jualan meski jalannya agak memutar dan lebih jauh dari biasanya, karena saya harus cari jalan yang banjirnya tidak terlalu dalam dan masih aman untuk dilewati,” tuturnya.

Ia berharap segara datang bantuan dari pemerintah, mengingat kediamannya cukup jauh di ujung permukiman dan semua akses keluar masuk terendam air. “Semoga lekas ada bantuan, karena yang di dalam sana banyak sekali rumah terendam,” pungkasnya. (ovi/zia/mut/ce/ala/kpfm)

204 Views

Leave a Reply

Your email address will not be published.