jpnn.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo alias Jokowi akhirnya bicara mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau revisi UU KPK. Secara tegas, Jokowi menolak 4 hal penting yang diusulkan DPR.
Jokowi menjelaskan bahwa dirinya telah mempelajari usulan RUU yang menjadi hak inisiatif DPR tersebut. Kemudian melihat secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan masyarakat, dari para pegiat antikorupsi, dosen, dan para mahasiswa hingga saran para tokoh-tokoh bangsa yang menemuinya.
“Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi inisiatif DPR dalam RUU KPK yang berpotensi mengurangi efektivitas tugas KPK,” ucap Jokowi saat konferensi persnya di Istana Negara, Jakarta, Jumat (13/9).
Namun demikian, dia menilai UU KPK yang berusia 17 tahun perlu penyempurnaan secara terbatas sehingga pemberantasan korupsi makin efektif. Dia juga memastikan akan menjaga agar lembaga antirasuah itu lebih kuat dalam pemberantasan korupsi.
“Intinya, KPK harus tetap memegang peran sentral dalam pemberantasan korupsi. Karena itu, KPK harus didukung dengan kewenangan dan kekuatan yang memadai, dan harus lebih kuat dibanding dengan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi,” jelasnya.
Terkait poin-poin yang tidak disetujui dari usulan DPR, pertama, Jokowi tak setuju jika KPK harus meminta izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan. “Misal izin ke pengadilan, tidak. KPK cukup meminta izin internal dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan,” ucap Jokowi.
Kedua, dia tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja. Mereka menurut suami Iriana itu juga bisa dari unsur ASN, dari pegawai KPK maupun instansi lainnya dengan tetap melalui prosedur rekrutmen yang benar.
“Saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan Kejagung dalam penuntututan. Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi,” tegas mantan wali kota Solo itu.
Kemudian, dia tidak ingin pengelolaan Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang selama ini dikeluarkan dari KPK, diberikan kepada kementerian atau lembaga lain.
“Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK, sebagaimana yang telah berjalan selama ini,” jelasnya. (fat/jpnn)