jpnn.com, JAKARTA – Ada banyak faktor penyebab pertumbuhan ekonomi masih jalan di tempat. Di antaranya faktor internal maupun eksternal yang membuat iklim usaha menjadi terdampak termasuk sektor usaha seperti UMKM yang ada di pusat-pusat perbelanjaan (mal).
Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Muhammad Ikhsan Ingratubun mengatakan perlambatan pertumbuhan ekonomi saat ini cukup berpengaruh terhadap dunia usaha. Utamanya terhadap UMKM yang ada di pusat-pusat perbelanjaan atau mal.
“UMKM yang lesus di sejumlah pusat-pusat perbelanjaan sebenarnya sudah terasa sejak dua tahun lalu (tahun 2018). Banyak outlet-outlet yang tutup, misalnya Giant, Hero, Matahari,” ungkap Ikhsan kepada wartawan, kemarin.
Menurutnya, lesunya pusat-pusat perbelanjaan saat ini bisa dilihat dari sejumlah indikator. Pertama, pengunjung mal berdasarkan riset Akumindo, pengunjung berkurang sampai 50-60 persen karena daya beli masyarakat yang menurun.
Kedua, adanya perubahan pola perilaku masyarakat di mana mal saat ini hanya dijadikan tempat kongko, makan, dan hiburan.
Lebih lanjut, Ikhsan melihat perubahan perilaku tersebut bisa jadi karena uang yang mereka pegang cukup hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok saja.
“Di tengah daya beli menurun, bisa jadi masyarakat lebih hemat dalam menggunakan uangnya dan mereka lebih selektif membeli barang-barang dalam kondisi ekonomi yang macet seperti saat ini,” ujarnya.
Selain itu, kata dia, lesunya usaha berbasis offline yang ada di pusat-pusat perbelanjaan bisa jadi karena terdampak apa yang dikenal disrupsi digital saat ini.
“Adanya shifting dari pola konvensional ke pola digital yang diakomodasi oleh platform-platform e-commerce menjadi salah satu indikator juga lesunya usaha yang ada di pusat-pusat perbelanjaan saat ini,” katanya.
Kendati demikian, Ikhsan mengaku optimistis bahwa usaha di pusat-pusat perbelanjaan akan kembali bergairah jika saja dibarengi atau didukung oleh regulasi yang memadai.
“Kami berharap adanya pemberdayaan bagi UMKM. Selain itu, UMKM juga mesti diprioritaskan dalam sebuah regulasi. Apalagi saat ini pemerintah lagi gencar-gencarnya menyuarakan soal Omnibus Law,” katanya.
Ikhsan menegaskan Akumindo sendiri berharap agar ada perhatian lebih dari pemerintah saat penyusunan Omnibus Law di mana pemberdayaan UMKM menjadi prioritas.
“Kami berharap dalam Omnibus Law itu isinya ada semangat dari pemerintah dalam hal pemberdayaan UMKM. Misalnya, ada kemudahan-kemudahan untuk UMKM nantinya. Kemudahan berupa akses permodalan, meningkatkan produk-produk UMKM dalam negeri dan lainnya,” harap Ikhsan.
Khusus untuk akses permodalan bagi UMKM, saran Ikhsan, di Omnibus Law nantinya Pemerintah harus lebih fleksibel dalam memberikan kemudahan modal bagi UMKM.
“Akses permodalan bagi UMKM nantinya bisa disalurkan melalui LPDB, PNPM, koperasi yang dipercaya. Jadi tidak lagi melalui perbankan. Itu harapan kita,” tandasnya.
Adapun terkait banyaknya produk impor utamanya dari negeri tirai bambu yang beredar di pasaran saat ini, Ikhsan meminta agar pemerintah lebih mengutamakan produk dalam negeri.
Untuk diketahui, kata dia, barang impor di Indonesia terbesar datang dari Tiongkok sebesar 35 persen, baik dari bahan baku juga barang jadi.
“Barang asli produk UMKM atau IKM Indonesia harus diprioritaskan, harus dibeli daripada barang-barang impor. Ini juga semoga masuk dalam UU Omnibuslaw Pemberdayaan UMKM,” tandasnya.(fri/jpnn)