
PALANGKA RAYA- Seiring datangnya musim panen buah lokal khas Kalimantan, penjual buah pun membeludak. Saking banyaknya, area bawah Jembatan Kahayan pun dipadati oleh lapak para penjual buah lokal ini.
Bermodal lapak yang dibuka di atas trotoar Jalan Ahmad Yani, sudah dua tahun belakangan ini Yusnani berjualan buah-buah tropis lokal di lokasi itu. Sayangnya, animo masyarakat kian tergerus dengan membanjirnya buah-buah impor di pasaran.
Berbagai buah lokal dijualnya, seperti katiau manalagi, katiau merah, manamun, mata kucing, kariwon, kapul kuning, kapul putih, tongkoi atau durian hutan, mantawa, dan paken. Menurutnya, sudah menjadi kebiasaan bahwa saban tahun jelang musim panen buah lokal, banyak pembeli yang memburu buah-buahan khas Kalimantan ini.
“Untuk tahun ini, yang paling banyak diminati para pembeli adalah tongkoi (durian hutan, red). Sedangkan tahun lalu, yang paling laris yakni buah katiau dan kapul,” ungkap wanita berusia 40 tahun ini ketika dibincangi Kalteng Pos di tempatnya berjualan, Sabtu (1/2) sekitar pukul 15.00 WIB.
Buah-buah tersebut dipasoknya dari pengepul yang berada dari desa-desa pedalamana di seputaran Kalimantan Tengah. “Buah ini dibawa dari daerah hutan Buntok. Karena untuk tahun ini, banyak yang panen dari sana. Lokasi pastinya di mana, saya juga tidak tahu,” katanya.
Tahun ini Yusnani berjualan bersama keluarga. Mulai dari orang tua, suami, anak, adik sepupu, serta keluarga lainnya. “Dari Tangkiling sekitar 10 anggota keluarga berjualan di sini untuk sama-sama mencari rezeki,” bebernya yang saat itu didampingi anaknya.
Lapak dibuka sekitar pukul 09.00 WIB. Diakuinya bahwa terkadang lapak dibuka hingga menjelang malam. Harga jualan pun bervariasi. Mulai dari 20 ribu hingga 25 ribu per kilogram.
“Terkadang harga segitu saja banyak yang mengeluh kemahalan. Tapi mau bagaimana lagi. Dari petani yang memanen dari hutan biasanya dijual dahulu ke pengepul. Nah kami membeli lagi dari pengepul. Sebenarnya ini harga standar saja,” tutur wanita kelahiran 1980.
Menurutnya, pendapatan dari hasil berjualan buah lokal ini dalam sehari sangat tergantung dari banyak tidaknya buah yang dijual. Apabila buah yang dibeli dari pengepul dalam jumlah banyak, maka hasil yang didapatkan pun terbilang lumayan. “Ya, kira-kira kalau dalam sehari kami bisa dapat sekitar 500 ribu,” tukas wanita kelahiran Tumbang Miri itu.
Kalteng Pos mencoba bercakap-cakap dengan para pembeli yang menyambangi lapak jualan buah local ini. Para pengunjung itu mengaku membeli kapul kuning dan mantawa untuk dijadikan camilan. Mereka mengatakan bahwa buah yang dibeli ini terasa manis karena belum lama dipanen.
“Saya sering mas beli buah di sini. Harganya murah. Rasa buahnya juga manis, karena mungkin baru dipetik dari hutan ya,” kata salah satu pembeli, Sintiyani Aprilia, seraya tersenyum.
Sementara itu, Aldo warga asal Provinsi Jawa Timur, yang juga mampir ke lapak buah itu mengaku baru pertama kali mencoba menikmati buah-buahan lokal khas hutan Kalimantan ini.
“Tadi itu sedang jalan-jalan bersama teman. Kebetulan melintas di sini. Saya tertarik untuk mendekat, apalagi lihat ada banyak orang di bawah jembatan ini. Sebelumnya belum pernah sih memakan buah-buahan seperti ini. Setelah dicoba, eh ternyata enak juga,” tuturnya dengan logat Jawa yang khas.
Karena ketagihan akan manisnya buah-buah itu, ia pun meminta penjual untuk membungkuskan setiap jenis buah untuk dibeli satu kilogramper jenisnya. “Menarik… menarik… menarik… Saya jadi ingin membelinya untuk dijadikan oleh-oleh,” pekik pria berperawakan gempal itu. (fiq/*/ce/ala)