
PALANGKA RAYA – Keberatan dengan proses penyitaan alat berat dan penetapan dirinya sebagai tersangka kasus pidana pengrusakan hutan, Mochamad Abdul Fatah, seorang warga dari Kabupaten Seruyan, mengajukan permohonan gugatan praperadilan terhadap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam hal ini Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cq Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan seksi Wilayah I Palangka Raya.
Gugatan Praperadilan ini diajukan MochAbdul Fatah ke PengadilanNegeri (PN) Palangka Raya melalui tim kuasa hukum nya yang terdiri atas Rendha Ardiansyah, Paulina Hosiana Panggabean dan Fitri Widayantiyang semuanya merupakan advokat dari kantor pengacara Rendha Ardiansyah & Patners.
Seyogyanya sidang perdana gugatan permohonan praperadilan yang dipimpin oleh hakim tunggal Heru Setiyadi.SH.MH tersebut sudah mulai digelar sejak Selasa (3/11). Namun hingga hakim Heru Setiyadi mengetuk palu tanda membuka jalannya sidang,pihak termohon ternyata tidak hadir di persidangan.
Adapun alasan dari ketidakhadiran pihak termohon Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan sehingga tidak bisa hadir di persidangan karena seksi bagian hukum di kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum lingkungan Hidup dan Kehutanan wilayah I Palangka Raya memiliki kesibukan hingga 15 November 2020 nanti.
“Mereka baru bisa sidang sesudah tanggal 15 itu,” kata Hakim Heru kepada tim kuasa hukum Abdul Fatah.
Mendengar ucapan hakim tunggal Heru, pihak kuasa hukum melalui ketuanya Rendra Ardiansyah menyatakan sangat keberatan dengan penundaan sidang yang dinilai mereka terlalu lama.Mereka mengharapkan sidang praperadilan tersebut tetap bisa digelar minggu ini.“Bisa tidak sidangnya di mulai minggu ini juga yang mulia” kata Rendra kepada hakim Heru.
Heru pun menjelaskan bahwa pihak PN Palangka Raya harus mengirimkan kembali surat panggilan kedua kepada pihak termohon dalam hal ini Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk hadir di persidangan.“ Dan pemanggilan itu berdasarkan aturan memerlukan waktu paling tidak satu minggu,” jelas Hakim.
Akhirnya setelah dengan berbagai pertimbangannya , Hakim tunggal Heru memutuskan untuk menunda sidang praperadilan selama satu minggu dan akan memulai kembali sidang praperadilan tersebut pada Senin (9/11).
Sementara itu seusai sidang ,pihak pemohon Moch. Abdul Fatah melalui kuasa hukumnya Rendra Ardiansyah mengaku sangat kecewa dengan ketidakhadiran dari pihak termohon dalam sidang praperadilan hari itu. Menurut pendapat Rendra alasan banyaknya kesibukan yang disampaikan oleh pihak seksi bagian hukum di kantor Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum lingkungan Hidup dan Kehutanan wilayah I, Palangka Raya sehingga tidak bisa hadir di persidangan tersebut itu merupakan alasan yang dianggapnya yang terlalu mengada-ngada.
Sedangkan saat ditanya maksud pihaknya mengajukan permohonan praperadilan ini ,Rendra menjelaskan bahwa mereka mempermasalahkan adanya penetapan status tersangka terhadap kliennya Moch.Abdul fatah dan tindakan penyitaan satu unit Excavator merek Komatsu milik kliennya yang dilakukan oleh unit SPORC dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan seksi Wilayah I, Palangka Raya.
“Alasan dari pihak SPORC melakukan melakukan penetapan status tersangka kepada Bapak abdul Fatah dan juga melakukan penyitaan excavator itu karena bapak ini dituduh melakukan kegiatan pengrusakan hutan yang berada di desa tersebut,” kata Rendra sambil menambahkan bahwa kejadian tersebut terjadi di Desa Ayawan, Kecamatan SeruyanTengah Kabupaten Seruyan.
Selain itu pihaknya juga menyatakan keberatan terhadap tindakan penyitaan satu buah excavator yang di lakukan pihak SPORC yang menurut nya di lakukan secara sewenang-wenang dan melawan hukum.
“Tindakan penyitaan ini menurut kami adalah tidak beralasan dan juga tidak sah karena tidak adanya bukti bahwa bapak Moch. Abdul Fatah ini sudah melakukannya tindakan melawan hukum,” kata Rendra. (kaltengpos/101kpfm)