
Keluarga Korban Minta Pelaku Dihukum Seberat-beratnya
PALANGKA RAYA-Tragedi berdarah di Jalan Kamboja, Kota Palangka Raya akhirnya terkuak. Pelaku pembunuhan pasangan suami istri (pasutri) Ahmad Yendianor (46) dan Fatmawati (45) ternyata adalah orang dekat. Ia adalah F alias Utuh Zenith. Aksi keji yang dilakukan pria 26 tahun tersebut ternyata terencana. Hal itu terungkap dalam rekonstruksi di lokasi kejadian, Minggu pagi (9/10).
Puluhan adegan diperagakan F dalam rekonstruksi itu. Satu per satu adegan dilakukan. Jumat malam (23/9), dari kediamannya di Jalan Stroberi, pelaku F sudah menyusun rencana untuk menghabisi nyawa pasutri itu. Sebelum bertolak ke Jalan Kamboja, tempat kediaman Ahmad Yendianor, terlebih dahulu F menenggak alkohol dicampur bubuk suplemen dan obat daftar G jenis samcodin.
Setelah itu, sekitar pukul 22.00 WIB, F berangkat menuju rumah korban menggunakan sepeda motor. Kemudian memarkirkan kendaraan di depan barak kayu depan rumah korban. Selanjutnya F menuju dapur rumah korban sembari menenteng parang. Sesampai di dapur, pelaku melucuti pakaiannya, lalu berjalan menuju kamar Ahmad. Kemudian membacok korban sebanyak delapan kali. Dari situ, F bergerak menuju kamar Fatmawati, lalu menebasnya hingga tak bergerak. Mendengar suara dari kamar Ahmad Yendianor, F kembali ke kamar itu, lalu menebas korban hingga tak bernyawa.
Malam itu, anak korban MY sempat memanggil nama ayahnya. Tak ingin aksinya dibeberkan, pelaku F berniat menghabisi juga nyawa MY. Namun anak korban berhasil keluar dari rumah dan menyelamatkan diri. Pelaku kemudian menuju dapur, memakai kembali pakaiannya, lalu kabur menuju Jalan Beruk Angis. Pelaku bergegas pulang ke rumahnya setelah membuang parang yang digunakannya ke pengaringan.
Sementara itu, rekonstruksi yang digelar kemarin pagi disaksikan banyak warga, termasuk keluarga korban. Ketika melihat pelaku keluar dari mobil tahanan Polresta Palangka Raya, keluarga korban langsung meneriaki pelaku. Bahkan salah satu keluarga korban sempat mengejar untuk memukul pelaku. Namun petugas lebih sigap dan memasukkan kembali pelaku ke mobil.
Lili, kakak Ahmad Yendinor tak kuasa menahan emosi ketika menyaksikan pelaku memperagakan adegan rekonstruksi. Menurut Lili, sebelum kejadian itu, sore harinya sang adik sempat meneleponnya yang saat itu sedang berada di Surabaya. Betapa terkejutnya saat mendengar kabar bahwa adiknya ditemukan tewas terbunuh di kediaman, Jalan Kamboja. Saat ditanyai apakah mengenali pelaku, dengan lantang Lili menjawab tidak mengenali pelaku.
“Sore itu Ahmad Yendi sempat menelepon saya, posisi saya di Surabaya, pada malam harinya saya kaget dengar kabar adik saya ditemukan meninggal dunia akibat dibunuh, jujur saya tidak kenal dengan pelaku, jadi saya minta kepolisian menghukum pelaku seberat-beratnya, kalau perlu hukuman mati,” kata Lili kepada awak media, Minggu (9/10).
Tak hanya Lili, anak pertama korban bernama Desi yang turut berada di lokasi rekonstruksi tak kuasa menahan tangis, karena mengetahui pembunuh kedua orang tuanya adalah orang yang dikenalnya dan sering mengunjungi ayahnya. Bisa dibilang teman dekat sang ayah.
“Iya, saya kenal pelaku, namanya Utuh, dia itu teman dekat ayah, ya bisa dibilang teman akrab ayah dan sering diajak bercanda sama ayah, sepengetahuan saya tidak ada masalah antara ayah dengan pelaku, setelah kejadian itu, dia enggak pernah lagi ke rumah, apalagi melayat,” tutur Desi.
Dengan terungkapnya kematian kedua orang tuanya, Desi meminta agar pelaku dihukum mati sebagai balasan atas apa yang dilakukan kepada orang tuanya.
“Jangan sampai pelaku bebas, kalau bisa hukuman mati saja, saya tidak habis piker, padahal pelaku itu teman dekat ayah, sering datang ke rumah, tapi malah tega membunuh orang tua saya,” sebutnya.
Pelaku ditangkap polisi di kediamannya Jalan Stroberi, Palangka Raya dan juga mengamankan barang bukti senjata tajam jenis parang tanpa gagang. Polresta Palangka Raya dan Polda Kalteng langsung menggelar rilis di lokasi kejadian, Minggu pagi (9/10). Hadir dalam rekonstruksi itu, Kabid Humas Polda Kalteng Kombespol Kismanto Eko Saputro, Kapolresta Palangka Raya Kombespol Budi Santoso, Wakapolresta AKBP Andiyatna, serta sejumlah pejabat kepolisian.
Kepada media Kombespol Kismanto Eko Saputro menjelaskan, motif tersangka F melakukan pembunuhan dilatarbelakangi oleh rasa kesal dan sakit hati atas perbuatan dan perlakuan kedua korban kepadanya.
“Motif pembunuhan berkaitan masalah janji pelaku soal pekerjaan, selain itu kedua korban juga sering mem-bully pelaku, motif ketiga karena ponsel pelaku digadaikan (korban) dan uangnya tidak pernah dikembalikan,” beber Kabidhumas Eko Saputro.
Kapolresta Palangka Raya Kombespol Budi Santoso menyebut bahwa motif pembunuhan kasus ini murni karena dendam pelaku terhadap kedua korban. Diterangkan kapolresta, pelaku F merasa kecewa terhadap korban yang sudah dikenalnya sejak 2016 karena tidak pernah menepati janji mengajaknya bekerja. Pelaku juga kesal karena sering mendapat perundungan dari kedua korban, memanggilnya dengan sebutan negro.
“Pelaku sering dipanggil negro, itulah yang membuat pelaku sakit hati,” ucap kapolresta.
Kemarahan F makin memuncak setelah dua ponselnya digadaikan korban, sementara uang hasil gadaian itu tidak diterimanya. Dari keterangan kapolresta, diketahui pelaku F memang sudah berencana untuk membunuh korban pada malam kejadian.
Lebih lanjut dikatakan Budi, untuk membuat dirinya lebih berani beraksi, pelaku F terlebih dahulu mengonsumsi 10 butir obat batuk yang dicampur alkohol dan minuman suplemen. “Pelaku melepas baju baju saat beraksi supaya tidak meninggalkan jejak, pakaiannya ditaruh di atas mesin cuci yang terletak di belakang rumah,” terang kapolres.
Pelaku F terlebih dahulu menemui korban Ahmad Yendianoor yang sedang tidur dalam kamar. “Berdasarkan pengakuan pelaku, di dalam kamar itu dia melakukan delapan kali tebasan ke tubuh korban,” sebut kapolresta.
Saat sedang beraksi itu, pelaku dipergoki oleh saksi atau anak korban yang mendengar suara keributan dari arah kamar ayahnya.
“Saksi berteriak, kemudian keluar dan melarikan diri,” ujar kapolresta sembari menyebut bahwa pelaku F sempat berusaha mengejar anak korban, tapi tidak berhasil.
Menyadari perbuatannya dilihat anak korban, pelaku bergegas memakai kembali pakaian, kemudian pulang ke rumahnya.
Dalam perjalanan pulang itu, pelaku F membuang parang yang digunakannya untuk menghabisi nyawa korban ke parit di sepanjang Jalan Seth Adjie. Sesampai di rumahnya, pelaku segera membersihkan diri, lalu beristirahat. Barang bukti senjata tajam yang digunakan pelaku berhasil ditemukan pihak kepolisian pada Sabtu (9/10).
“Alhamdulillah barang bukti berhasil kami temukan di parit, kemarin (Sabtu, red) berkat kerja sama personel dari Jatanras Ditreskrimum Polda Kalteng, Jatanras Polresta Palangka Raya, Resmob Polda Kalteng, serta anggota ERP,” kata kapolresta.
Polisi mempersangkakan F dengan pasal 340 UU KUHPidana tentang Pembunuhan Berencana.
“Pasal utama yang dikenakan adalah pasal 340 juncto pasal 358 juncto pasal 351 ayat 3 (KUHPidana), dengan ancaman hukuman pidana paling berat adalah hukuman mati atau penjara seumur hidup atau 20 tahun,” bebernya.
Melihat kasus ini, Ahli Psikologi juga merupakan dosen di IAIN Palangka Raya Gerry Olvina Faz M Psi berpendapat bahwa tindakan pelaku bukan hanya didasarkan fenomena pembulian, namun ada faktor lainnya.
“Saya harap jangan sampai melalui penjelasan pelaku bahwa sering mendapatkan pembullyan dapat menggiring opini bahwa tindakan yang diambil pelaku merupakan pembenaran, akan terjadi kembali dikemudian hari,” ucapnya Gerry.
Melalui penjelasan Gerry korban pembullyan biasanya memunculkan perilaku rasa tidak percaya diri yang kuat, merasa tidak berharga, tidak memiliki kendala atas diri sendiri, dan merasa terintimidasi apabila berdekatan dengan pembully. Namun yang dilakukan pelaku bertolak belakang dengan melakukan perlawan hingga tindakan kekerasan yang merenggut nama seseorang. Gerry melihat bahwa tindakan pelaku tidak menggambarkan sebagai korban pembullyan.
Gerry juga menyimpulkan, tindakan pelaku menggambarkan bahwa ia memiliki permasalahan dalam pengendalian diri dan emosi.
“Melihat caranya, saya rasa jelas pelaku memliki masalah terhadap pengendalian diri dan pengendalian emosi,” ucap Gerry.
“Sebenarnya gini ketika kita dibully orang kamu punya pilihan banyak banget, pilihannya satu kamu menghindari orang tersebut, kedua kalau dia ngebully kamu kamu jawab balik bales gitu, ketiga kalau kamu dibully sama dia begitu ya Terus kamu tidak suka kamu bisa ungkapkan bahwa tolong dong jangan kata-katai saya seperti itu Saya tidak suka, maksud kita terbuka atau yang berikutnya bisa juga kamu berperilaku sebagai korbankamu menjadi diam jadi intimidasi terus kemudian ada seterusnya terakhir misalnya bisa jadi kamu dendam dan satu ketika dia lengah dan kamu bunuhin tuh, jadi gitu macam-macam pilihan yang bisa diambil,” terangnya.
“Dalam situasi tersebut, walaupun dalam kemalangan yang menimpa kita sebenarnya itu enggak boleh menjadi sebuah pembenaran begitu atas pembunuhan dilakukan oleh si tersangka, dan juga dia bukan pada posisi yang terancam ya sehingga dia enggak ada pilihan lain kecuali membunuh begitu untuk menyelamatkan dirinya,” tambahnya.
Gerry juga menambahkan bahwa jangan sampai narasi pelaku karena mendapatkan bully akan memunculkan bahwa statment bahwa tindakannnya karena ada pemicu. Terkait motif ia berpendapat bahwa ini ranah kepolisian untuk mendalami lebih lanjut. Karena menurutnya pelaku akan mengatakan pembenaran agar bisa mendapatkan keringanan hukuman.
“Jangan sampai terkesan keluarga korban adalah keluarga pembuli, hanya dari statemen pelaku, karena pelaku pasti akan mencari pembenaran, makanya dia akan mengatakan apapun yang dapat meringankannya,” ucap Gerry.
Gerry juga menekankan kalau diperdalam, perlu diperdalam terkait hubungan antar korban dan pelaku. Karena perlu adanya pendalam terkait ini benar-benar korban pembulian atau tidak.
“Melihat dari perencanaan yang dilakukan korban ini bukan bentuk dari reaksi spontan saja atau situasi mendesak, tapi sekali lagi terkait motif sepertinya itu bukan tugas dari saya dan ini tugas yang berwenang untuk mendalam situasi tersebut,” ucap Gerry.
“Usia pelakunya udah usia 30 tahun lebih, ini bukan usia remaja yang tidak mampu untuk menghandle dirinya sendiri. Saya rasa itu usia yang cukup dewasa, kalaupun itu memang terjadi berarti ada yang salah pada dirinya, sehingga melakukan pembunuhan berencana, dan sekali lagi itu kewenangan yang berwajib untuk mendalami, Jadi sebaiknya jangan berasumsi terlebih dahulu, sampai ada pemeriksaan mendalam terhadap pelaku. Yang artinya nggak cukup dari pengakuan dia sebagai korban bully,” ucap Gerry.
Dalam konteks pengendalian diri Gerry yang juga Dosen Psikologi ini juga memberikan bagaimana bisa mengatasi permasalahan tersebut agar tidak melakukan tindakan yang melawan hukum dan norma. Karena kembali lagi setiap orang memiliki opsi misalkan menjauh dari pelaku pembully, kedua berbicara baik-baik bagaimana pembully tidak mengulangi kata-katanya, dan menghindari kontak terhadap pelaku pembully tersebut. Atau terdapat pada diri kita sendiri untuk evaluasi diri.
“Sebenarnya kita punya kendali penuh gitu terhadap diri, tubuh, pikiran dan perasaan kita jadi kalau tips terhindar agar enggak dendam, yang pertama kamu kenalin dulu diri kamu sendiri. Apakah dekat dengannya kita merasa gimana gitu atau merasa jelek ya kita kurangin saja berinteraksi dengan orang tersebut,” katanya.
“Atau kita perlu introspeksi diri, ternyata hampir kesemua orang sikap kita seperti itu, seperti tidak senang mendengar keberhasilan orang, pencapaian seseorang apabila mendengar itu kita tersinggung, jadi ada yang salah terhadap diri kita sendiri,” pungkasnya. (ena/sja/irj/ala/kpfm101)